Back

1.7K 218 3
                                    

Pukul empat sore, Elise pergi entah kemana sejak satu jam yang lalu. Aku hanya mengelilingi markas sejak tadi, tidak ada hal menarik terjadi.

Beberapa kali aku hanya menyapa orang-orang yang sedang lalu lalang.
Setelah puas mengitari markas, aku pun kembali menuju kamarku. Walaupun cukup besar namun tidak sulit untuk menghafal jalannya.

"Ah, maaf." Tanpa ku sadari aku menabrak seseorang, anak ini memegang boneka yang tidak asing.

"(Y/n)-nee, konichiwa." Ucapnya sambil menunduk sedikit. Tunggu, dia Q kan?

"K-Konichiwa.." refleks aku segera mengambil beberapa langkah mundur, gawat tadi aku menabraknya, apakah aku terkena kekuatannya?

"Tenanglah, aku tidak akan memberimu kutukan." Walaupun dia mengatakan hal itu tetap saja aku masih khawatir.

Tanpa basa-basi aku pun pergi meninggalkannya. Dia sudah tidak dipenjara didalam sel, mungkin saja perkataannya itu benar.
Handphone ku bergetar. Dazai mengirim pesan padaku.

Hai (y/n), bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja kan, jangan lupa pukul lima sore nanti oke.

Aku tidak membalasnya, lagipula membalasnya pun tidak akan mengubah apapun. Karena pasti akan ku jawab 'ya'. Setelah memasukan kembali handphoneku kedalam saku jaket, aku kembali melangkah menuju kamar.

Time skip..

3nd POV.

Angin dingin menghembus rambut (h/c) nya dengan lembut, matanya memperhatikan para turis yang memenuhi sepanjang jalan. Dari tahun pertahun pengunjung kota ini semakin ramai saja, Untuk saat ini dia hanya berharap Mori tidak akan memarahinya ketika dia pulang nanti karena pergi tanpa izin.

Kakinya menginjak jembatan kayu yang nampak sudah lapuk, alunan aliran air yang tenang bahkan dapat dengan mudah menggoncang penyangga jembatan.

"Dazai!" Panggilnya tanpa menghentikan langkah. Melihat (y/n) yang memanggilnya dari jauh ia pun mendekati gadis itu.

"Kau nampaknya bersenang-senang disana." Ucap Dazai sambil mengentikan langkahnya bersamaan dengan (Y/n).

"Ada banyak hal yang terjadi, Dazai." Wajahnya (Y/n) tertunduk, seperti dia menyimpan sesuatu didalam hatinya. Dazai tentu saja menyadari hal itu dan mengguncang (y/n) perlahan.

"Ada apa? Kau sakit?" Tanyanya dengan nada cukup khawatir. (Y/n) menggeleng, namun sebenarnya dia sudah tahu kebenaran mengenai dirinya. Surat di amplop merah itu, seperti sudah memutar balikan alur hidupmu.

"Dazai," Si pria berbalik, masih dengan ekspresi khawatir. Setelah menghirup nafas dalam (y/n) melanjutkan kalimatnya. "Sebenarnya ada alasan lain aku kembali ke kota ini." Disaat itu nafasnya terasa seperti ditarik.

"Apa?" Nada bicaranya berubah, Dazai kini menatap gadis bermanik (e/c) itu tanpa ekspresi apapun.
Berusaha untuk mengeluarkan suaranya namun tidak kunjung keluar, suaranya seperti menyangkut di tenggorokan. Namun (y/n) tahu, jika dia tidak mengatakan hal itu selamanya dia tidak akan mengetahui kebenaran dibalik kehidupannya dulu.

"Ini soal ibuku. Sudah enam tahun yang lalu sejak aku bertemu dengannya. Aku terpaksa.. maafkan aku. Ayahku telah menandatangani kotrak itu, dengan kata lain aku sudah menjadi salah satu dari 'mereka'." Walau pun cara bicaranya agak berantakan, namun Dazai tetap mengerti maksud perkataan gadis itu.

Matanya membulat kaget, digenggamnya gagang pagar jembatan dengan kuat. Sempat terdengar dia menggerutukan sesuatu.

"Dazai, aku minta maaf." Dia meletakan dahinya pada gagang pagar jembatan bersama tangannya yang juga ikut menggenggam jebatan itu. Air matanya tidak dapat dibendung.

Merasa kasihan, Dazai pun mengelus rambut (h/c) (y/n) perlahan. Tangannya perlahan turun menuju pinggangg sang gadis dan menariknya mendekat. (Y/n) tidak membalas pelukan itu, baginya bahkan bersama Dazai pun benar-benar membuatnya bersalah.

(Y/n) datang jauh-jauh dari luar negeri dan memutuskan untuk bekerja di kota kelahirannya, karena bingung Dazai-- teman lamanya menyarankan dirinya untuk bekerja di Agensi Detektif Bersenjata. Baginya kehadiran Dazai saat itu adalah sebuah keberuntungan.

Namun, masalah sekali lagi tidak akan lepas dari kehidupan siapapun. Ayahnya, membuat perjanjian diam-diam bersama Port Mafia, yang kini telah menyeret dirinya kembali menuju kehidupan lamanya. Mungkin inikah yang namanya berkhianat?

"Aku tidak terlalu peduli dimana kau berada. Selama kau tetap menuju kebenaran aku akan selalu mendukung mu." Suaranya yang lembut dan hangat bagaikan selimut yang membungkus dirinya dari angin dingin musim semi. Sangat hangat.

(Y/n) menyeka air matanya, dia memaksa untuk tersenyum. Namun Dazai tahu jika senyuman itu hanyalah kebohongan.

"Sebenarnya, ada hak lain yang ingin ku bicarakan denganmu.. tidak apa-apa. Bukan hal penting kok." Dia menggumam samar-samar namun (y/n) mendengarnya dengan jelas.

"Jadi ini yang terjadi?" Merasakan keberadaan orang lain selain mereka berdua, (y/n) segera mendorong tubuh Dazai menjauh darinya. Matanya menengok kearah suara.

Seorang wanita berjas hitam dengan rambut pirang diikat sanggul berdiri beberapa meter dari jembatan.
Agak panik namun (y/n) tetap berusaha untuk menenangkan dirinya. "Higuchi, aku bisa jelaskan semua-"

DOR!

Suara nyaring tembakan handgun membuat bibir merah pucatnya tertutup rapat seketika. Tubuhnya bergidik ngeri, tatapan mata wanita didepannya sungguh menakutkan.

Namun (y/n) tidak percaya Higuchi akan semarah ini hanya karena pergi tanpa izin-- atau karena bertemu dengan mantan anggota eksekutif ini.

"Santai saja nona, kau membuat nya ketakutan." Ucap Dazai santai, mungkin maksudnya untuk membuat wanita dihadapannya tenang.

"Aku tak menyangka kau akan sedekat ini dengannya." Tanpa ragu Higuchi kembali mengisi peluru pada handgun miliknya, namun belum dia mengangkat tangannya sejajar dengan pandanganya, seseorang menahan lengannya.

"Itu tidak perlu, bos tidak memerintahkan kita untuk membunuhnya. Lagi pula jika kita melakukannya, kita bisa rugi." Ucap seorang pria dengan janggut lebat yang memutih bernama Ryuro Hirotsu.

"Dia berkhianat! Ini tidak dapat--" Kini giliran Higuchi yang bungkam, Hirotsu memberinya tatapan tajam dan memintanya untuk mundur.

Higuchi mengalihkan pandangannya lalu sedikit mendecih. Dimasukanya kembali senjata nya kedalam sebuah saku dicelananya.

"Jadi?" Dazai kembali berbicara, dia tahu (y/n) bahkan tidak dapat menggerakan bibirnya sedikitpun. Jadi sementara dialah yang angkat bicara.

"....Lakukan sesukamu, (y/l/n)-san. Tapi bagaimana pun juga, kau adalah anggota kami sekarang. Jangan bertingkah ceroboh." Tanpa basa-basi, Hirotsu dan Higuchi pun berjalan pergi meninggalkan Dazai bersama (y/n) yang nampak gemetaran.

BRUK!

Hampir saja tubuhnya membentur tanah dengan keras jika Dazai tidak cekatan menangkap tubuh (y/n). Nafas gadis itu sangat berat, dan ketika dia menyentuh keningnya. Dia terkejut bukan main.

Tanpa tunggu lama, Dazai pun segera menggendong tubuh lemas (y/n) dipunggungnya, lalu membawanya menuju tempat seharusnya dia berada.

"Jangan khawatir, (y/n). Kau aman sekarang."




Author balik! Ada yang kangen aurhor? :'D /ngareplu

Maaf updatenya agak lama padahal waktu itu rencananya author pingin rajin up sejak libur panjang ini.. Yokatta, author sudah kembali mendapat inspirasi dan hidayah untuk menulis /eaaa

Selamat memasuki bulan puasa, dan selamat berpuasa bagi yang menjalankan ^^
Semoga puasanya gak ada yang bolong-bolong ya..

Terima kasih atas vote dan komennya ~

Your Heart (Dazai x Reader x Chuuya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang