Mie Rebus dalam Jaim

1 0 0
                                    

Sorot cahaya bukan untuk menunjuk ke diri sehingga buta arah sebab silau, namun untuk di arahkan ke selain diri untuk arah di tuju, untuk melihat pernyataan dan menjawab pertanyaan.

Sabtu tiba dengan nuansa langit yang cerah terik, pukul 11:00 biasanya tukang bakso sudah lewat di depan rumah Yuza, namun kali ini tidak terdengar suara "ting..ting..ting.." suara pukulan mangkok ayam jago yang beradu dengan sendok stainless hanya terngiang nyaring di dalam kepala Yuza, karena tak kunjung datang akhirnya Yuza meminta mba untuk membelikan setengah kilo telor, sayur sawi hijau, satu renteng sachet saus pedas dan cabe rawit hijau sebagai pendamping perangkat perang mie rebus, pikir Yuza "pasti jam segini nanti Zahra sama temannya belum makan" barusaja mereka mengabarkan sebentar lagi akan ke rumah Yuza.

"Baru dua hari belakangan ini, tukang cendol baru mulai seliweran tuh bang" kata mba pada Yuza, "mba mau?" tanya Yuza, "baang..baang, sini" teriak Yuza memanggil padahal mba Ana belum menjawab apa-apa, "bang Alif tau aja" mba Ana mesem-mesem, "aku juga mau kali mba..woo..".

Sepertinya orang baru dan topinya persis seperti topi bapaknya Sarah, topi bucket namun warnanya hitam. "apa semua pedagang cendol seperti ini ya" pikir Yuza memikirkan soal topi seolah itu sangat penting, "dua ya bang, di gelas aja yang buat saya santennya kurangi sedikit", SMS Alif masuk selagi Yuza memegang gelas cendol yang belum di aduk, "za kamu gak apa-apa kan?", "gpp kok lif, knp?" balas Yuza dengan tulisan disingkat setelah lewat beberapa suap cendol bersama kuahnya yang dingin dan manis gula jawa menyiram basah lidah, "oh yaudah, kamu harus lebih waspada aja ya" balasan SMS Alif, "makasih ya bang" cakap Yuza ke tukang cendol dan memberikan uang, balasan SMS Alif membuat Yuza bingung kemudian ia meneleponnya selesai menghabiskan cendol tanpa tersisa,

"hoi assalamualaikum..kenapa lif, kenapa aku harus lebih waspada?", "walaikumsalam brader, gak apa-apa, aku cuma sedikit khawatir aja", "oh aku gapapa kali bung santai aja, aku abis makan cendol nih, alhamdulillah cendolnya enak" ledek Yuza mencoba membuat Alif ngiler, "oh ada tukang cendol disana? waspada aja za..bikin ngiler aja nih pas banget lagi panas-panas gini kan, he he he..eh za, Zahra mau kesana ni katanya baru aja pas papasan sama aku, nanya jalan lewat mana, ada urusan apa nih? ehem..", "hehe, aku juga ga tau lif dia mau cerita sesuatu katanya", "ehem-ehem" ledek Alif dengan sok-sok berdahak, "Zahra sama temannya kan?" tanya Yuza, "iya, namanya Intan tiap ngisi ekskul di sini kadang dia ikut dampingin" balas Alif, "sudah makan belum ya mereka?", "kayaknya sih belum za dari tadi belum keluar mereka kayaknya masih di ruang utama asrama santri, box makanan mereka masih ada di ruang guru", "kamu temani aku sini lif, makan di rumah aku yuk, makan mie tapi", "hehe, maap bung, kamu tau aku ga boleh makan mie walau sebenarnya pengen banget, aku mau bantu siap-siap jemput ayah sama ibu di bandara, ada mba Ana di rumah?, gak apa-apa ya za", "oh hari ini udah mau pulang? alhamdulillah, iya udah ada mba Ana, gimana kabar ayah dan ibu kamu?" balas Yuza, "alhamdulillah ayah udah baikan dan ibu alhamdulillah seger dia ga sabar mau ketemu anak-anaknya, pokoknya kalau ada apa-apa kabarin aku, kalau ada yang mencurigakan dan yang aneh-aneh, hati-hati sama siapapun yang datang ke rumah kamu soalnya aku dengar dari Irfan Almira berulah di Rusia", "iya siaap, aku akan hati-hati tapi apa hubunganya Almira sama aku lif?, trus kalau Zahra sama Intan gimana?" balas Yuza, "ya gak ada hubungan apa-apa sih, kalo Zahra sama Intan si mereka netral za".

Beberapa menit berlalu, Zahra pun datang bersama temannya Intan selesai Yuza solat dzuhur. Zahra yang berkacamata dengan frame hitam turun dari mobilnya, angin datang menyerbunya perlahan, mengajak pakaiannya dan buntut jilbabnya berdansa dengan gerakan lambat seolah ia bergerak dalam air, terik matahari tidak membuat dia takut, wajahnyapun tidak bersembunyi ketika tersorot sinar matahari, pesona yang begitu bikin merinding.

Intan ini adalah model busana butiknya Zahra sekaligus koleganya, semampai tinggi dan cantik, warna kulit sawo gelap seperti orang timur dengan mata yang cukup belo, membuat Yuza ingin menggunakan sepatu hak tinggi untuk sejajar dengannya saat bersalaman.

66:6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang