Bab 7: Kenyataan Tentang si Murid Pindahan

155 1 0
                                    

Aku selalu mendukung keberadaan orang-orang di sini, asalkan sikapnya padaku itu minimal baik.
-Chi-

***

"Berhenti!"

Seruan itu menghentikan perkelahian antara Koko dan Gusti. Begitu keduanya melihat ke arah sumber suara, orang yang sama itupun berseru lagi, "Kalian pengecut! Mengapa kalian berkelahi dalam suasana yang seperti ini?!"

"Jenny?" panggil Koko yang kemudian mendapat sambutan cukup "buruk" dari seorang gadis Kristiani yang bernama Jenny.

"Iya ini aku. Kalian berkelahi dalam suasana kesedihan seperti ini? Benar-benar miris. Aku tak percaya ketika kalian berkelahi hanya gara-gara Sherine." Lantas, gadis itupun menggeleng-gelengkan kepalanya setelah berkata seperti itu. Sedangkan Koko dan Gusti hanya bisa terdiam kaku tak bersuara sedikitpun.

Namun, pada beberapa saat kemudian, Koko bersuara. "Ehm, Jenny. Biar aku jelaskan semuanya padamu. Aku mempermasalahkan Gusti yang bertemu dengan seorang Sherine yang katanya tak kasat mata. Dikiranya bahwa Sherine itu hantu, begitu," jelas lelaki Muslim itu.

Sontak, perkataan barusan mengundang gelak tawa dari si Jenny. Setelah beberapa saat, gadis satu-satunya yang ada di sekitar Koko dan Gusti pun berkata, "Dasar kamu, Gus. Selalu saja berpikiran seperti itu. Sherine bukanlah orang yang--"

"Jen, aku serius. Kau tak mau mempercayai aku, sama seperti Koko yang melakukan hal demikian, begitu?" tanya Gusti dengan nada yang memelas, berharap bahwa Jenny akan mempercayai apa yang dikatakannya, namun sayangnya, hal tersebut takkan terjadi.

"Sudahlah, Gusti. Mending kita beristirahat sejenak. Aku antarin kalian ke kantin dekat sini. Kita makan-makan di sana, kutakut bahwa kalian berdua belum makan sama sekali, sehingga salah seorang di antara keduanya menggigau tentang Sherine," ajak Jenny kemudian, yang langsung mengundang respon berbeda dari keduanya.

Koko mengiyakan ajakan dari Jenny, sedangkan Gusti terlihat kesal karena dirinya dianggap orang yang "menggigau".

***

"Kau gila ya?"

Pertanyaan singkat itu membuat Chi begitu emosi ketika mendengar tiga patah kata itu. Gadis Hindu itu berseru, "Jangan begitu meremehkanku. Tak baik tahu!"

"Aku tak meremehkanmu, Chi. Aku hanya ingin mengingatkan. Lebih baik kau jauhi itu si murid pindahan sebelum terlambat. Jangan pernah lagi kau memikirkannya. Tak ada gunanya!" seru seorang lelaki yang sedari tadi menghampiri Chi dan Melly secara tiba-tiba.

Merasa geram, Chi pun berseru, "Hei, jangan mengejeknya, please! Tak baik untuk pertemanan!"

Chi merasa sangat kesal saat ini. Ingin rasanya dia meremas-remas diri lelaki tersebut. Namun, untung saja orang tersebut berada dalam kelas yang sama dengannya. Sedangkan reaksi yang berbeda ditunjukkan oleh Melly. Gadis Katolik itu hanya diam saja ketika menyaksikan pertengkaran antara seorang gadis dan seorang lelaki.

"Jangan pernah kau mengejek dan menghinanya, sekali lagi. Takkan ada gunanya hidupmu kelak," ucap Chi, dengan nada yang sedikit mengancam orang yang memperolok-olokkan Sherine.

Gadis tersebut sangat menjunjung tinggi rasa toleransi kepada siapa saja, asalkan sikapnya baik. "Aku selalu mendukung keberadaan orang-orang di sini, asalkan sikapnya padaku itu minimal baik. Jadi kumohon, jangan sekali-kali menganggapnya tak ada," lanjut gadis itu, dengan nada yang lirih, seakan-akan memohon kepada seorang lelaki untuk tetap menganggap Sherine sebagai murid di kelas mereka.

Namun, seorang lelaki yang diketahui bernama Galih itupun tetap tak mau mengalah. Menurutnya, seorang murid pindahan memang cocok untuk dijadikan bahan bullyan. Chi dan Melly yang melihat tingkahnya pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

Dalam PerbedaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang