"Sampe akhirnya gue ngga ngeliat sorot terluka itu di mata lo tiap liat gue, Dit."
Hening.
"Sampe akhirnya gue tau, kalo lo udah merelakan gue.
***
Apa yang baru saja keluar dari mulut Dimas, adalah alasan mengapa pandangan Dita sudah kabur, diburamkan oleh air mata yang tengah sekuat tenaga Dita tahan, karena Dita tidak cukup bodoh untuk membiarkan orang yang telah merusak hatinya melihat betapa rapuh dirinya.
Tidak, Dita tidak ingin Dimas tahu betapa hancurnya dia ketika Dimas memilih untuk pergi, tanpa memperbaiki apa yang telah ia patahkan. Ketika Dimas pergi, meninggalakan luka mendalam yang bahkan hingga kini, tidak pernah membaik.
Namun tahukah kalian apa yang paling menyakitkan dari semua ini? Itu adalah fakta bahwa Dita tidak bisa menyalahkan siapapun selain dirinya sendiri, tidak bisa membenci apapun selain hatinya sendiri, yang telah terjatuh ke lubang yang sama untuk kedua kali, yang telah membiarkan dinding hatinya runtuh, tanpa melihat resiko yang akan ia tanggung ke depan. Dita tahu betul, Dimas tidak salah. Dita tahu betul, Dimas hanya ingin sosok sahabat miliknya kembali.
Oh Tuhan, Dita harap Dita tidak pernah sekalipun membiarkan Dimas kembali ke hidupnya, jika ia tahu akan seperti ini akhirnya. Dita harap ia bisa mengulang kembali waktu, hanya untuk menyelamatkan hatinya sendiri.
Di sisi lain, Dimas tengah dibalut rasa bersalah yang menjadi-jadi, Dimas pun menyalahkan dirinya sendiri, yang telah cukup bodoh menyakiti hal paling berharga yang ia punya, sahabat yang telah mengerti seluruh seluk-beluk kehidupannya sejak bertahun-tahun lampau, sahabat yang selalu setia berada di sisinya, di kala suka maupun duka.
Dimas ingat dahulu ketika ia akhirnya bisa mengendarai sepeda roda dua, setelah dicibir habis-habisan oleh Dita. Dimas ingat, sejahat apapun cibiran Dita pada Dimas, Dita lah yang paling khawatir ketika Dimas terjatuh dari sepedanya. Dimas rindu saat-saat itu, di mana sang hati masih belum mengerti apa yang tengah ia hadapi.
Setelah kalimat itu terlontar, apa yang kalian harapkan selain keheningan? Keheningan yang dahulu pernah membuat nyaman, namun kini membuat ingin cepat-cepat beranjak. Keheningan yang dulu selalu Dita dan Dimas lewati selagi menatap indahnya langit senja. Keheningan yang sangat mereka sayangi, dahulu kala.
Siapapun yang melihat mereka akan mengerti, bahwa mereka sangat menyayangi satu sama lain. Dan secara teknis, itu benar adanya, mereka memang menyayangi satu sama lain. Tidak, salah satu dari mereka tidak menaruh rasa sayang berlebih. Hanya saja, mereka menafsirkan perasaan itu dengan artian yang jauh berbeda.
Detik demi detik berlalu. Menit demi menit berlalu. Keheningan itu akhirnya berakhir, dengan Dita yang tergesa-gesa menuruni mobil Dimas, tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Dimas. Dimas hanya memandang punggung Dita dengan pilu, mengetahui bahwa berusaha memperbaiki semuanya hanyalah menunda merusak semuanya, lebih dahsyat lagi.
***
Dita termenung memandang langit-langit kamarnya, berusaha menjernihkan benaknya dari segala bayang-bayang seorang Dimas Aydin Putra, yang ngomong-ngomong, belum mendapat ucapan terima kasih dari Dita, padahal sudah dengan berbaik hati mengantar Dita pulang.
Dita tidak akan berbohong. Dita mendengar ketulusan dari suaranya, ketulusan menginginkan untuk memperbaiki semuanya. Dita melihat kepedihan dari sorot matanya, kepedihan karena kehilangan. Dita tahu di lubuk hatinya yang paling dalam, bahwa Dimas juga terluka karena keegoisan Dita yang memutuskan ingin menjauhi semuanya.
Apakah menjadi egois dan menyakiti Dimas adalah hal yang patut untuk dilakukan? Ataukah sesungguhnya akan lebih baik bagi Dita jika ia tetap seperti sedia kala, dan membiarkan perasaannya perlahan-lahan memudar, menjelma menjadi 'kasih sayang' dalam tafsiran yang sama layaknya Dimas?
LINE: New message has arrived.
Dita berani bertaruh, pesan tersebut berasal dari Dimas. Tanpa menunggu lama, Dita pun menggeser notif tersebut lalu memasukkan beberapa kata sandi.
Dimas Aydin Putra: maafin gue
Dimas Aydin Putra: gue tau gue salah, tapi gue pengen semuanya cepet kelar
Dimas Aydin Putra: plis, dit
Dimas Aydin Putra: gue gabisa kehilangan lo lagi
Luar biasa. Apa katanya? Kehilangan Dita lagi? Sebentar, seingat Dita, yang beranjak pergi pertama bukanlah Dita, jadi yang seharusnya kehilangan adalah Dita, bukan?
Dengan cepat dan tanpa pikir panjang, Dita langsung mengetik dan mengirimkan jawaban untuk pesan singkat Dimas tersebut.
Dita Millenia Ayu: lo mau cepet kelar?
Dita Millenia Ayu: satu-satunya jalan keluar yang masuk akal sekarang adalah jauhin gue, dim
Dita Millenia Ayu: gue butuh waktu
Dita Millenia Ayu: dan pengertian lo
Dita melempar hp-nya sembarang arah, lalu menghembuskan napasnya keras. Dunia ini sungguh lucu. Sering kali, si Penjahat dengan mahirnya bertingkah dan berkata seakan dia adalah korban, iya bukan?
***
Melihat jawaban Dita membuat semuanya jelas bagi Dimas. Dia telah salah langkah. Apa mungkin semuanya terlalu cepat? Namun, Dimas khawatir jika semuanya ia tunda, Dita akan jatuh terlalu dalam dan tidak akan mungkin baginya untuk mendapatkan kembali sosok sahabat yang ia kenal dahulu. Dita yang tidak malu untuk tertawa sekencang-kencangnya hingga sekelilingnya menoleh. Dita yang tidak pernah bisa berdiam diri. Dita yang tak malu sedikit pun mengekspresikan kebenciannya terhadap mata pelajaran IPS dengan cara tidak pernah absen berteriak-teriak ketika ulangan mata pelajaran tersebut diumumkan. Dita yang selalu menjitak kepala Dimas ketika Dimas mengejeknya. Dita yang selalu tertawa ketika Dimas melontarkan candaan-candaan yang hanya mereka yang mampu mengerti.
Dimas rindu segalanya yang terjadi dahulu. Dimas rindu masa kanak-kanak hingga remaja yang telah ia lalui bersama Dita. Dimas rindu Dita. Dita yang dulu. Dimas rindu mereka. Mereka yang dulu. Dulu, sebelum keadaan mengubah segalanya menjadi abu.
***
Hp Dita bergetar lagi.
LINE: New message has arrived.
Dita memutar bola matanya. Dita yakin itu pesan dari Dimas yang tengah berlagak seolah dia korban, dan lama-kelamaan itu membuat Dita muak. Dita pun menggeser notif tersebut, lalu memasukkan beberapa kata sandi, seperti biasa.
Gwyneth Raline: hai dita
Gwyneth Raline: tadi pulang bareng dimas ya? wkwkw
Namun, ternyata Dita salah.
***
HAI SEMUANYAAA!!! GILA MAAFKAN AKU YANG GAPERNAH NGELANJUTIN BERBULAN-BULAN LAMANYAAA!!! ini sekarang ada part baru, doain aja inspirasi sama mood nulisnya ngalir terus HEHEHE. makasih buat yang udah nungguin, maaf juga yaa HEHEHE, selamat menikmati! vomment jgn lupa oke, aku sayang kalian!
KAMU SEDANG MEMBACA
Third-Wheel
Teen FictionIni bukan kisah cinta tentang dua sejoli yang bertemu, mulai dekat, dan akhirnya jatuh cinta. Tidak, nyatanya takdir tidak seberuntung itu. Dan hidup kita, tidak seklise itu. Sungguh, bukan pertemuan pertama bertemu lah yang akan memberikan kesan. T...