Gwyneth Raline: hai dita
Gwyneth Raline: tadi pulang bareng dimas ya? Wkwkw
Namun, ternyata Dita salah.
***
Dita terkesiap. Masalah apalagi yang akan ia hadapi kali ini? Oh Tuhan, tidak cukup kah Dimas saja yang memporak-porandakan hati Dita? Haruskah Raline kini ikut membencinya?
Bagaimana pun keadaan Raline sekarang, apa pun perlakuan yang telah Raline perbuat hingga secara tidak langsung menyakiti Dita secara bertubi-tubi, Dita tidak pernah memiliki niat sedikit pun untuk menjadi perusak hubungan seseorang. Tidak pernah dalam hatinya, Dita menginginkan keegoisannya untuk menang melawan kuatnya kasih sayang yang sangat jelas terpancar dari dua sejoli itu, Dimas dan Raline.
Dita perlu mengakui satu hal. Dita sangat mencintai Dimas. Lebih dari sewajarnya. Itu benar adanya. Meskipun banyak hal telah Dita coba untuk lakukan, Dita sadar bahwa itu adalah suatu realita yang tidak bisa ia tutupi. Suatu kenyataan yang tidak bisa ia bohongi. Hatinya telah memilih untuk bermain-main, memainkan logika dan air matanya. Dita sangat sadar, dan Dita sangat benci akan hal itu. Namun yang tidak ia sadari, perasaannya juga memilih untuk bermain-main dengan batin lain. Bukan milik 'sang Raja' atau 'sang Ratu'. Bukan milik Dita, bukan milik Dimas. Tetapi, milik raga lain yang tengah mencintai Dimas tak kalah tulusnya dengan Dita.
***
Masih menyelam dalam pikirannya sendiri, Dita telah meninggalkan chatroom dengan Raline hanya dalam kondisi terbaca. Dita sendiri terlalu syok atas apa yang ia lihat dan bahkan jemarinya sendiri tidak mau bekerja sama, tidak mau mengetikkan barang satu kata pun untuk setidaknya menghargai si Pengirim Pesan.
HP Dita bergetar. Raline meneleponnya.
"Hai, Dit."
Senyap. Hati Dita tengah bergumul antara perasaan takut dan kebingungan, yang dua-duanya menghasilkan tak satu pun jawaban untuk bahkan hanya sekadar membalas sapaan ramah dari suara Raline yang terdengar parau.
"Dita, dengerin gue-"
Isakan tangis mulai terdengar. Kata-kata Raline terpotong oleh air matanya sendiri. Detik demi detik berlalu, tiada tanda-tanda bahwa tangis Raline akan mereda. Dita di lain sisi, hanya bisa terdiam, cemas untuk bahkan mengatakan satu patah kata. Menenangkan sahabat-sahabatnya adalah keseharian Dita, tapi harus menenangkan anak orang yang asal-usulnya saja Dita tidak tahu? Itu beda cerita.
"Gue ga nyalahin lo, sama sekali."
Hening.
"Gue ga marah, sedikit pun, bahwa lo baru aja dianter pulang sama cowo gue. Meskipun gue tau, masa lalu kalian rumit dan panjang. Meskipun gue tau, kalian pernah pacaran. Meskipun gue tau, gue adalah pengganti posisi lo,"
Lengang. Hanya terdapat isakan Raline, yang dapat menyayat hati siapapun pendengarnya.
"Dit, dengerin-"
Isakan itu semakin kencang.
"Gue tau betul, lo masih sayang sama Dimas,"
Pernyataan itu tidak salah. Isakan itu tidak mereda.
"Gue gabisa nyalahin perasaan lo, karena gua tau banget coy, daya pikat seorang Dimas Aydin Putra,"
Masih tidak ada balasan dari yang diajak berbicara.
"Tapi gue mohon, seengganya kasih gue kesempatan buat nikmatin gimana rasanya ada di posisi lo waktu dulu. Biarin gue rasain kebahagiaan gue bareng Dimas, Dit. Biarin gue nikmatin enaknya rasa yang berbalas,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Third-Wheel
Teen FictionIni bukan kisah cinta tentang dua sejoli yang bertemu, mulai dekat, dan akhirnya jatuh cinta. Tidak, nyatanya takdir tidak seberuntung itu. Dan hidup kita, tidak seklise itu. Sungguh, bukan pertemuan pertama bertemu lah yang akan memberikan kesan. T...