Bab 2 - Kelebihan Masa Lalu

73 8 3
                                    

Apakah kelebihan dari masa lalu?
Sedangkan masa lalu hanya sebuah momok yang menghantui pikiran Tia. PR sejarah indonesia yang dia kerjakan belum terjawab sama sekali. Ditutupnya buku tugas sejarah indonesia. Tangan kanannya masih memainkan pensil. Kebiasaan Tia jika tidak fokus.

Tia mendengus pelan. "Besok saja dikerjakan,"

Diliriknya jam berbentuk doraemon. Jarum panjang menunjuk angka lima. 21.25 WIB. Tia segera beranjak dari meja belajarnya, membuka ponselnya. Mengatur alarm 04.30.

Direbahkannya tubuhnya di kasur. Tia mendongak. Menatap langit-langit kamarnya. Di dalam hatinya dia masih belum menemukan jawaban. Apakah kelebihan dari masa lalu? Lalu matanya terpejam. Pertanyaan itu membawanya sampai ke alam tidurnya.

****

Ponsel Tia terus berdering, dan berdering. Matanya mengerjap, menyesuaikan cahaya lampu. Wajahnya tampak lesu, matanya merah, dipipinya kirinya tergambar kepulauan nusantara. Tangannya diangkat ke atas untuk meregangkan otot sembari menguap.

Tia menyibakkan selimut segera beranjak dari kasurnya. Langkah kakinya gontai menuju kamar mandi.

Lima belas menit berlalu. Badannya terlihat fresh, begitu pula dengan pikirannya. Seketika dia teringat sesuatu. Tugas sejarah indonesia belum dikerjakan sama sekali. Tangannya bergerak cepat membuka buku. Dia mengerjakan dengan super cepat, begitu pun dengan otaknya.

Setelah dua puluh menit berkutat mengerjakan tugas, akhirnya selesai juga. Ditutupnya buku lalu dimasukkan di dalam tas. Seketika terdengar suara teriakan memanggil namanya. Suaranya menggelegar ke seluruh kamar Tia.

"Tia, cepat bangun! Teriak mamanya dari balik daun pintu. "Sudah jam enam nih,"

"Iya ma, sebentar lagi." teriaknya, tidak mau kalah dengan mamanya.

"Ya sudah, mama tunggu di meja makan. Segera turun ya, Nak!"

" Iya ma," balas Tia singkat.

Terdengar derap langkah kaki menuruni tangga. "Tia, cepat makan nanti terlambat!" seru Elisa, mama Tia.

Tia langsung menyomot roti selai nanas yang dihidangkan mamanya.

Semenjak Raman meninggal, papanya Tia, Elisa membanting tulang untuk anak semata wayangnya.

"Ma, Tia berangkat dulu ya," pamit Tia pada mamanya.

"Hati-hati di jalan!" balas Elisa.

"Iya ma," teriak Tia dari depan pintu.

Di depan rumahnya sudah ada mobil antar jemput Tia. Sopirnya berdiri membukakan pintu untuk Tia masuk.

Dalam perjalanan Tia memikirkan apa kelebihan masa lalu. Sampai dia tenggelam dalam lamunannya.

Tiba-tiba mobilnya berhenti mendadak. "Non Tia, sudah sampai," pak Broto, supir Tia memberitau.

Hening. Tia tidak menjawab.

"Non Tia," pak Broto menoleh ke belakang.

Sontak Tia terbangun dari lamunannya. "Eh, iya pak, sudah sampai ya?" Tia melihat sekeliling.

"Iya, Non."

Ingatan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang