Dela: Keluar, ngga usah ngintipin dari dalem mulu.
Jaya: Ihiy diapelin Dela.
Dela: Hah?
Jaya: Masih pagi, mau ngapain, sih?
Dela: Nagih cokelat.
Jaya: Hah?
Dela: Cepettt Jaya, jadi cowok lelet amat. Pantes ngga ketemu ketemu jodoh.
Jaya: Maaf, anda siapa ya?
Dela: Amnesia beneran, amin.
Jaya: Jangan dong, ntar kamu ngga punya teman main. Cokelatnya udah sama Tante Diana yang cantik.
Dela: Lah, sia sia dong udah depan rumahmu.
Jaya: Kamu emang suka modus :p
Dela: Hah?
Dela pun kembali ke rumahnya--tanpa pamit, tak sabar melahap cokelat pemberian Jaya. Jika dipikir-pikir, sudah kali ke berapa ya dia mendapatkan cokelat dari Jaya? Ah, mungkin ribuan. Mungkin jutaan.
Setiap dia mendapat cokelat dari sahabatnya itu, ia selalu bertanya, apakah itu cokelat terakhir yang akan dirinya terima dari Jaya?
Jaya selalu menepisnya. Tidak ada kata terakhir dalam kamus persahabatan Dela-Jaya. Terlalu mengerikan memang, setiap menyebut kata itu. Jaya selalu mengusir rasa ketakutan Dela tentang hal-hal yang bisa terjadi kedepannya.
Yang membuat Dela tenang, ia selalu bilang, bahwa ia, wanita itu, dan delapan--untuk selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delapan Langkah
Teen Fiction[update selasa, kamis, sabtu] Dela mulai menghitung langkah demi langkahnya, "satu.. dua.. tiga.. empat.. lima..enam..tujuh....." *ting tong* Suara ponselnya berbunyi, padahal ia belum sampai pada langkah yang terakhir. Jaya. Itu pesan dari Jaya. ...