(4) : Tentang Dela

103 20 4
                                    

JAYA'S POV

Cek.. Satu.. Dua.. Tiga. Oke mulai.
Aku Jaya Ronaldo, adiknya Christian Ronaldo. Sekaligus penerusnya. Kalau jadi, amin.

Kata orang, aku ganteng. Tapi, pas lihat di cermin. Ternyata memang ganteng. He he he.

Apa? Mau marah?
Wudu aja, insyaAllah semua amarah hilang.

Kata orang, aku menjengkelkan. Ternyata, itu cuma kata Dela. Iya tetangga yang suka merepotkan. Mau ini, mau itu. Padahal kan, aku siapa? Pacar bukan. Nembak? Nggak, ah. Belum jadi pacar saja sudah merepotkan. Kalau sudah jadi pacar? Merepotkannya plus plus plus. Tiga kali plusnya. Biar afdal.

Dia itu tukang marah. Katanya sih, nggak marah, tapi akunya yang suka membuatnya jengkel. Sebenarnya memang dasarnya dia cerewet. Jadi, kenapa aku yang disalahkan? Karena cowok selalu salah. Tapi, kalau sama aku, dia nggak mau marah lama-lama. Karena kalau lama-lama, dia nggak punya teman main. Aduh kasihan, kasihan....

Nama lengkapnya Dela Nesya Adoria. Singkatannya DNA. Kalau nggak percaya, baca lagi nama lengkapnya dari awal. Dela punya rambut pendek sebahu. Punya senyum manis, tapi suka ketutup kalau lagi cerewet. Lagi ingin nonton drama korea dan minta aku yang download, tapi belum aku download. Alasan ingin, karena mau jadi perempuan seutuhnya katanya. Dia suka sekali dengan cokelat dan kopi. Manis dan pahit--yang bertolak belakang. Aku heran, entah kenapa dia begitu menyukainya?

Padahal ya, cokelat itu bisa bikin gendut. Sebagai perempuan normal, harusnya sih takut kalau dirinya jadi gendut. Berarti, dia memang nggak normal. Lalu, kopi. Kata Tante Diana--mamanya dia, dia punya penyakit maag. Minum kopi nggak bagus. Aku juga sering lihat dia mengeluh sakit, karena habis minum kopi. Aku kan bilang, minum air putih lebih bagus. Eh, dia menghubungkan dengan cinta. Kalau sudah cinta, semua terbutakan, katanya. Bucin memang.

Sok cinta cinta, padahal cintanya bertepuk sebelah tangan. Coba saja suruh dia nembak cokelat sama kopi, pasti nggak bakal diterima. Karena mereka memang nggak suka sama Dela. Terus sukanya sama siapa? Yang jelas bukan sama kamu, he he he.

Aku jadi sedikit khawatir. Sedikit, lho, ya, belum banyak. Kalau sudah banyak, nanti aku kasih tahu. Khawatir kalau Dela jatuh cinta. Bukan sama aku, sama yang lain. Takut jadi manusia bucin level sembilan puluh sembilan. Takut dia lupa diri. Karena cinta ini tetap harus butuh logika. Hati jalan, otak juga harus jalan. Kalau dia bilang kalau sudah cinta semua jadi terbutakan, aku takut dia patah hati. Kalau sudah patah hati, siapa yang repot??? Ya aku lagi, huhuhu.

Terakhir aku tahu dia dekat sama Ari, kenal dari dunia maya, katanya. Sempat ketemu juga akhirnya, dan aku yang antarin dia ketemu. Nah, terus, si Ari mikir aku cowoknya. Hehehehe, pendekatan yang lebih lanjut akhirnya batal. Harusnya kalau suka sih, gas saja, ya. Dela juga sudah bilang kalau aku cuma temannya. Tandanya memang dia nggak begitu tertarik sama Dela. Semoga saja hati Dela belum beranjak lebih jauh.

Dipikir-pikir memang cinta itu rumit. Makanya, sejak SMP kelas tiga hingga SMA sekarang, aku memutuskan untuk jomlo. Sudah ada empat wanita yang harus aku lindungi--Mama, Lina, Dela, dan Tante Diana. Kalau aku harus menambah satu lagi? Jadi pusing.

Aku nggak suka kalau dicariin pacar dengan memamerkan fotoku di media sosial. Fotoku limited edition. Lagi pula, pacar dan cinta kan masalah hati. Bukan tampang. Makanya, kemarin aku marah sama Dela--bukan karena modus minta dikerjain remedial matematika. Tapi, ya itu bonus, he he.

Oh, iya. Alasan kedua aku belum mau jatuh cinta lagi, karena aku belum move on dari cinta pertamaku semasa SMP.

Sstt.. Jangan kasih tahu Dela. Nanti dibilang bucin juga.

...

Bab empat!!!
Giliran Jaya bersuara.

Next tidak???

--withLove, denasilss❤
#CatatanVania

Delapan LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang