(10) : Obrolan Serius

113 16 3
                                    

JAYA'S POV

"Pengumuman, pengumuman! Besok saya bernama Jaya Bhadrika akan kembali pulang ke rumah. Jangan lupa untuk menggelar tikar dan membuat tumpeng untuk merayakan kepulangan saya kembali. Sekian dan terima kasih," pesan terkirim ke Dela. Tidak terasa aku akan kembali pulang. Sebenarnya, aku ingin lebih lama lagi di Jakarta, dibanding harus memikirkan remedial matematika yang tidak aku ketahui jawabannya, hehe. Terlepas itu, doakan aku selamat dengan bagian-bagian tubuh yang utuh ya! Karena yang tidak utuh itu menyakitkan, apalagi hati dia yang tidak utuh padamu, cia cia bucin sekali!

Oleh-oleh dari Jakarta? Tentu ada dong! Kerak telur dan roti buaya, untuk Tante Diana! Mantap, kan? Dela nggak usah, ini spesial untuk mamanya tercinta. Tapi, kalau nggak dikasih, pasti dia mengambek. Tapi yang kedua, dia kan suka cokelat nih, masa ke Jakarta cuma bawa cokelat yang mereknya sama seperti yang ada di warung sebelah rumah? Nanti yang ada mengambek lagi. Kalau aku lagi ada di Paris, pasti aku bawakan cokelat Paris. Kalau perlu, Menara Eiffel aku lumurin cokelat, terus aku kasih ke Dela.

Nanti deh, aku pikir-pikir lagi. Aku mau telepon Dela.

"Del," sapaku dari balik telepon.

"Jayaaaa ih nggak terasa besok kamu udah pulang aja ya!" ucapnya tidak santai--mengganggu gendang telingaku. "Bawa oleh-oleh ya, awas nggak!"

"Untung aku nggak punya pacar ya Del, kalo punya, kamu bukan prioritas aku lagi hahahaha."

"Oh gitu? Ohhh....ku sumpahin nggak punya pacar aja terus."

"Yah jangan dong, iya iya bercanda," jawabku mengalah. Dia mudah sekali terpancing, makanya aku suka menggodanya seperti itu hahaha.

Setelah lima detik terdiam, terdengar suara Dela lebih serius di ujung sana, "eh, Ya."

"Hmm?"

"Definisi cinta menurut kamu tuh apa?"

Tumben Dela bertanya hal begitu. Ah bau bau bucin sih, ini.

"Cinta itu c i n t a," jawabku asal.

"JAYAAA serius dong ish," lagi lagi suaranya memekakkan telingaku.

"Iya aku juga serius, sayang. Cinta ya? Cinta..." aku berulang kali mengatakan kata cinta sembari berpikir definisi cinta yang serius seperti kata Dela. "Cinta itu ya sebuah rasa. Rasa kasih sayang. Kasih sayang yang berlebih yang dikasih spesial buat seseorang."

Dela terdiam, mungkin mengangguk-anggukkan kepala di sana.

"Cinta itu kadang nggak harus selalu diungkapkan. Cinta itu harusnya tulus tanpa harus menuntut balasan. Cinta itu kata sifat, bukan kata kerja, jadi jangan pernah lelah menemuinya."

"Cinta juga bisa datang kapan aja, di mana aja, dan dengan siapa aja?" tanya Dela buka suara.

"Bisa.." ucapku ragu.

"Kalau pandangan pertama?"

"Hm nggak deh, secara pandangan pertama berarti baru pertama ketemu. Ya kecuali kenal lebih lanjut, bisa disebut cinta yang berawal dari pandangan pertama," ah berbicara apa aku ini? Semua karena Dela.

Aku tebak, mungkin dia sedang jatuh cinta? Atau mungkin dia ragu untuk jatuh cinta? Takut untuk jatuh ke dalam cinta?

Sayangnya.. Kita memang tidak bisa memilih kepada siapa kita akan jatuh ke dalam cinta. Sekuat apapun kita menolak, cinta itu akan semakin kuat. Cinta cinta, Rangga aja kenapa?

"Ya, cowok itu sebenarnya peka nggak sih kalo ada cewek yang naksir ke dia?"

Aku tertawa, "cowok itu nggak bego bego amat. Mereka cuma pura-pura bego."

"Mudahan bego beneran. Kalo nggak ngerespon balik, berarti nggak suka, dong?"

"Belum tentu. Mungkin nunggu waktu yang tepat?"

"Kalo cowok perhatian itu, pertanda mau ngedeketin apa nggak?" tanyanya lagi. Aku seperti sedang diwawancarai.

"Belum tentu juga lah. Gini nih kebiasaan cewek, suka baper duluan. Suka kalo dipuji, nggak ingat kalo hati bisa dihempas kapan aja."

"Ih jadi cowok ribet amat!"

"Cewek lebih ribet! Ngomong-ngomong, kenapa tiba-tiba nanya ginian sih? Lagi jatuh cinta?" godaku padanya.

"Hah, nggak," tepisnya. Tetap saja seperti ada kejanggalan dari caranya berbicara.

"Asal jangan kayak waktu sama Ari, karena nggak semua yang kamu kira cinta itu kamu beneran cinta."

"Ya, kalo kita berdua, mungkin nggak saling cinta?"

Aku terkejut mendengarnya, kenapa dia ini? Aneh sekali, enam hari tak bertemu sudah berbicara tak karuan. "Hm, kita ya? Mungkin. Cinta nggak pernah milih-milih orang. Tapi, ya aku maunya sih kita kayak gini aja."

"Jangan terlalu cinta dan terlalu benci aja. Keduanya sama-sama menyakitkan. Jalani aja dengan semua nggak berlebihan. Siapa sih yang buat kamu nanya-nanya soal cinta? Aku pengen tau," sambungku.

Ia mematikan telepon secara sepihak. Nggak sopan memang. Lagi serius juga.

...

Bagian sepuluh: Obrolan Serius.

Happy reading, all!!!
--withlove, denasilss💗

#jadelstory
#catatanvania

photo cr: wikihow.

Delapan LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang