(9) : Maju Salah, Mundur Salah

224 18 0
                                    

Kenapa sih harus dengerin apa kata orang?

Dela mengatur tempo langkah kakinya menjadi lebih cepat. Pagi ini banyak pandangan yang melihatnya aneh--seperti penuh dengan tanda tanya.

"Kalau jadian sama Akbar, bilang-bilang, dong, Del!" teriak anak perempuan yang Dela tidak tahu siapa. Dia tak mau sama sekali melihatnya.

Disusul perkataan-perkataan lain yang dilontarkan mereka, "deketnya sama siapa, jadiannya sama siapa, dua-duanya sama-sama aneh ya." Sedangkan Dela hanya bingung, kenapa ia tiba-tiba disangkutpautkan dengan Akbar?

"Risiko kenal sama seorang Akbar, Del," ucap Lisa. "Apalagi sampai diantar-jemput, yang pasti buat anak lain iri."

"Tapi, kan, bukan aku yang minta. Aku salah?" jawab Dela lemah.

Lisa menggeleng cepat, "nggak ada yang salah antara kalian berdua. Kalau pun kalian jadian, juga urusan kalian."

Jadian?

"Ngaco, Lis. Siapa juga yang bakal jadian?"

Sepanjang waktu ia memikirkan tentang apa yang anak-anak lain katakan tentangnya. Dela bukan anak berprestasi yang dikenal banyak orang, bahkan ia hanya mengikuti ekskul pramuka yang merupakan ekskul wajib di sekolahnya. Karena perkenalannya dengan Akbar, membuat namanya santar terdengar sekarang. Dela, yang dekat dengan Akbar, Dela yang dikabarkan jadian dengan Akbar--seorang ketua futsal.

...

Akbar berjalan ke arahnya, membawa dua botol minuman. Satu, untuk dirinya, dan yang satu ia berikan untuk Dela.

"Nih, haus kan?"

Dela menatap botol minuman itu, sebelum meraihnya. "Thanks."

"Diminum, jangan makasih aja."

Minuman rasa jambu yang aku nggak suka, gimana mau minum coba? Ah, dia orang yang belum tau apa-apa soal aku, coba aja kalau Jaya, dia nggak mungkin lupa kalau aku nggak suka yang berbau jambu.

"Itu harganya lima ribu," sambung Akbar. Dela mengambil uang dari sakunya, "sorry ngerepotin, nih."

Lelaki itu tertawa, renyah sekali. "Aku cuma kasih tau, kalau bayarnya pake uang, bukan daun. Makanya, minum."

"Oh, hehe iya, ini mau minum." Semoga nggak mati habis minum ini, yaTuhan..

HUEEEK RASANYA....

"Aku udah denger kalo banyak yang bicarain kita, maaf karena ini namamu jadi keseret," ucapnya seperti merasa bersalah.

Dela tersenyum kecut, "iya nggak apa-apa."

"Aku tau kamu pasti kenapa-kenapa. Tapi, kenapa sih, kita harus dengerin apa kata orang?"

Karena aku baru pertama kali diomongin kayak gini, Bar.

"Jujur, aku juga nggak nyaman sama omongan mereka, seakan-akan aku punya mereka dan nggak bisa dimiliki sama satu orang yang emang aku suka," sambungnya mulai penuh dengan emosi. "Ini hidup aku, bukan mereka, dan kenapa kalo aku dekat sedikit sama cewek selalu dikabarkan punya hubungan lebih? Terus, aku harus main sama cowok aja, gitu?"

Gadis di sampingnya hanya diam, mendengarkan keluhan Akbar. Jadi orang yang terkenal dan penting itu berisiko, seperti semua yang dilakukan selalu saja tersorot. Dela menjadi iba dengan Akbar. Dela jadi ingin lebih banyak tahu tentang lelaki itu.

Dela berharap, jangan sampai akhirnya ia mengikutsertakan hatinya.

"Masih mau aku antar selama dua hari ini, kan? Yuk naik."

Ia tak menjawab, hanya segera menaiki motor milik Akbar.

Kalau aku penasaran sama kamu, apa aku buat bumerang untuk diriku sendiri?

...

Bagian sembilan! Semoga suka💗

"Bentar lagi aku pulang guys," - Jaya.

--WithLove, denasilss💘

Delapan LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang