(1) : Tentang Jaya

160 25 2
                                    

DELA'S POV

"Ma... Cokelat dari Jaya Mama taruh mana?" Aku mencari-cari di setiap sudut yang ada di kulkas--seperti cacing kepanasan, yang sudah tak sabar melahap cokelat di pagi hari.

"Cokelat apa? Kemarin Jaya ngasih cuma bungkusnya, itu Mama buang di tempat sampah."

Keterlaluan nih anak.

Aku terdiam, malu dong punya teman kurang ajar. Masa kasih bungkusnya aja? Ditambah lagi dikasih ke Mama.

Ya sudah biasa sih, memang Jaya anaknya begitu. Mama juga sudah tahu, kalau ada saja yang dilakukan Jaya. Kalau begitu terus, bagaimana dia bisa diterima jadi calon mantu Mama?!

Eh, bercanda. Ogah sama Jaya.

Jaya. Nama panjangnya Jaya Bhadrika. Tapi aku sering menyebutnya Jaya Katwang--Bupati Gelanggelang yang dulu memberontak dan meruntuhkan Kerajaan Singasari. Kenapa aku menyebutnya Jaya Katwang? Hmm, kenapa ya? Oh, iya. Tiba-tiba saja terlintas. Akibat belajar Sejarah juga sepertinya.

Aku dan Jaya sudah berteman sejak.... Awal Sekolah Menengah Pertama. Dikarenakan kepemindahan kerja papaku, di sinilah aku sekarang berada. Kemudian bertemulah aku dengannya.

Kalau kamu bertemu Jaya, pasti untuk pertama kali kamu merasa takut.

Mukanya mengintimidasi. Dibuat-buat sangar. Dikira aku takut kali ya?

"Jaya, mukanya biasa aja dong. Emang aku ada utang?!"

Jaya merogoh saku, mengambil ponselnya. Kemudian berkaca, "emang mukaku kenapa?"

"Ngga usah digalak-galakin. Aku ngga takut!"

Dia tertawa. "Mukaku dari lahir emang udah gini, gimana lagi ngerubahnya..."

Kukira dibuat-buat. Kalau diajakin main film, pasti dikasih peran antagonis, atau dikasih peran badboy, gantiin Boy anak jalanan.

Tapi, kalau tahu aslinya.. Pasti dikasih peran komedi. Sukanya ngelawak, tapi keseringan nggak lucu. Jadi istilahnya, dia jayus. Jaya yang jayus.

...

AUTHOR'S POV

"Dela.. Dela.. Main yuk," teriak Jaya di depan pintu rumah Dela. Seperti anak Sekolah Dasar yang ingin mengajak temannya bermain asinan. Atau congklak. Padahal umurnya sudah tujuh belas tahun--kelas sebelas Sekolah Menengah Atas.

Dela tidak menyahut, biar saja pikirnya. Enak saja habis membohonginya, sekarang tiba-tiba mengajaknya bermain.

1 pesan diterima: Jaya Katwang.
Del, jangan pura pura budek. Niscaya, kamu akan budek beneran.

"Nggak, nggak mau main," teriak Dela dari rumahnya.

"Apa Del? Main di dalam rumah? Ok aku masuk ya."

Zzz.. Dasar kadal. Manusia satu ini nih, yang bikin jadi berdosa gara-gara ngatain. Maafin aku ya Tuhan.

Jaya mendekati Dela. Dela menjauh. Jaya membuat tempat duduk semakin sempit.

"Apa sih, Jaya. Kan bisa duduk di situ. Aku di sini. Ngga usah mepet."

"Lah kamu kenapa jauh jauh gitu? Aku najis mughaladzah ya????"

"Pikir aja sendiri."

"Cokelat.. Cokelat udah dimakan belum?"

"Kamu suruh aku makan bungkus plastik, iya?"

"Hah, gimana gimana?"

"Kemarin ngasih ke Mama bungkus-bungkus plastik cokelat? Malu-maluin aja. Kalo bercanda, ngga usah sama Mama, Ya."

Jaya terdiam.

"Apa? Kok diam?" tanya Dela.

"Kemarin aku beli lima cokelat. Dua untuk Lina, tiga untuk kamu, di plastik yang beda. Yang Tante Diana terima, ada berapa bungkus?"

"Dua. Liat aja tuh di tempat sampah."

"Berarti, ketuker sama punya Lina."

"Lah kamunya ngga ngerasa nenteng plastik sampah??"

"Ngga... Yah makin keliatan begonya deh. Tante Diana mana?"

"Kamar."

"Mau sungkem."

"Hah?"

"Kan kemarin udah malu-maluin. Jadi mau sungkem."

"Mending kamu beliin lagi aku cokelat," pinta Dela--merayu.

"Giliran cokelat aja cepet. Tante Dianaaa, anaknya Jaya bawa dulu ya, nanti dikembaliin. Kalo inget," teriak Jaya seperti berada di rumah sendiri.

Jaya selalu begitu. Tidak bisa membuat Dela marah berlama-lama. Jaya itu andalan untuk Dela. Pelindungnya, penjaganya, sudah mengalahkan status pacar.

Bagaimana kalau nanti masing-masing dari mereka memiliki pacar?

...

BAB SATU, JAYA-DELA!!!!
Tetap ikutin cerita mereka, ya! 💗

Jangan lupa vote dan commentnya, kalau nggak, ntar Jayanya ngambek! 😝

--withLove, denasilss🌻
#CatatanVania

Delapan LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang