Gang Meme 11

48 5 7
                                    

"Teh, udah semua belum?"

Aku langsung mengecek lagi isi kantung plastik yang harus kubawa nanti. Tidak ada yang kurang, tidak ada yang lebih. Semua pas sesuai pesanan. Mantap.

"Udah, Bun. Ini langsung Teteh antar aja ya? Keburu buka." Sahutku saat melihat jarum jam sudah berjalan menuju angka empat.

Setelah mendapat persetujuan dari Bunda, aku memakai sepatu, merapikan kembali penampilanku, dan berjalan sambil menenteng dua kantung plastik berisi toples-toples kue lebaran. Iya, Bunda dan aku berjualan kue lebaran. Tetapi kami hanya membuka toko saat bulan ramadhan saja alias musiman. Hitung-hitung menambah pemasukkan demi THR dan lebaran makmur. 

Biasanya, pesanan datang dari tetangga-tetangga Bunda saja. Tapi berkat hubungan ibu-ibu arisan antar komplek yang baik, akhirnya komplek-komplek sebelah juga memesan kue buatan Bunda. Aku yang biasanya malas kalau disuruh mengantar ke rumah para tetangga (tapi tetap kulakukan), merasa bersemangat ketika menyadari bahwa aku harus mengantar ke komplek sebelah. Kenapa semangat? Karena menurut gosip teman sepermainanku, komplek sebelah, alias Gang Meme 11 itu, isinya banyak cowok ganteng! Ampun. Siapa tahu pulang-pulang nanti ada yang nyangkut. Satuuu, aja.

Memasuki komplek, aku disambut oleh masjid dengan halaman yang luas. Wah, baru masjidnya aja udah ganteng, gimana penghuninya, ya? 

Aku menepi di masjid, hendak mengecek kembali alamat rumah pemesan yang Bunda sisipkan di dalam kantung. Sesekali melihat ke sana-sini, siapa tahu ada orang yang bisa kutanyai. Ketika sedang sibuk mencari, mataku menangkap gerakan seseorang mendekatiku. Sepertinya orang itu menyadari gelagatku yang seperti orang tersasar. Aku mengadah dan melihat sesosok lelaki yang.. masya Allah, indahnya ciptaanmu Tuhan.

Lelaki itu tersenyum sambil memberikan gestur mengangguk untuk menyapa. "Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanyanya dengan suara sehalus kain sutra.

Dia peka sekali. Aku tertawa malu-malu, lalu menyodorkan secarik kertas ke hadapannya. "Anu, saya mau mengantar pesanan ke rumah ini. Kira-kira rumahnya yang mana ya, Mas?"

Sebenarnya aku berharap dia akan menawarkan diri untuk mengantar. Tapi ternyata tidak. dengan sopannya ia menunjukkan jalan dengan ibu jarinya. Aih Mas. Bahkan ibu jarinya saja sudah ganteng sekali.

"Mas Alif! Ayo bantu saya mengganti karpet masjid!" Seru seorang bapak dari dalam masjid. Ah, waktu kami berbicara hanya tinggal sebentar lagi. Setelah sedikit berbasa-basi dan berterima kasih, akhirnya lelaki itu kembali ke dalam masjid dan membantu bapak barusan menggulung karpet. Tapi tidak apa, yang penting aku tahu namanya. Mas Alif. Semoga kita jodoh ya, Mas.

Aku mengangkat kantung plastik dengan semangat. Energiku terisi ulang setelah berbincang dengan Mas Alif barusan. Aku melangkah menyusuri jalan. Di pertigaan, aku berbelok, mengambil jalan ke kiri. Kalau lurus, nanti malah menembus ke Gang Meme 12, kata Mas Alif. Aku berjalan sambil melihat-lihat rumah di kiri dan kananku. Menurut Mas Alif, rumah Bu Alamsyah itu berada di paling ujung. Rumah ke-5 di sebelah kanan. Jadi mau tak mau aku lebih fokus memperhatikan rumah-rumah di sebelah kanan.

Pandanganku terpaku pada sebuah bangunan dengan papan nama "menerima kost pria". Wah. Jangan-jangan itu sarangnya cowok-cowok ganteng yang diceritakan temanku! Semoga nanti aku berpapasan dengan penghuninya waktu jalan pulang.

Tidak sampai 10 menit, aku sudah sampai di depan rumah nomor 9. Sebelum mengetuk pintu, aku mengatur napas terlebih dahulu. Meski dekat, aku berjalan sambil menenteng 10 toples kue lebaran. Bagiku itu jumlah yang lumayan. Apalagi aku jarang olahraga. 

Kuketuk pintu rumahnya beberapa kali sambil mengucap salam. Kebetulan pagarnya tadi terbuka, jadi aku sekalian masuk saja. Dari dalam, terdengar suara langkah kaki mendekat. Kupasang senyum seramah mungkin untuk menyambut si pemilik rumah. Alih-alih ibu-ibu, yang menyambutku adalah lelaki jangkung dengan wajah kecil. 

Gang Meme 11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang