-Tak jelas ku pandang wajahmu di mimpiku, tapi tak kan salah mataku yang sudah terbiasa melihatmu di kehidupanku-
Seperti biasa, pagi ini secarik kertas dan pena dengan secangkir teh hangat, menemani diriku di atas ayunan rotan tua pemberian ayahku. Di atas sini, semua kata indah menyatu padu menjadi sebaris kalimat manis yang menjadi teman disetiap pagi ku.
Tak perlu waktu lama untukku terbangun dari hamparan lembut selimut sutra, hanya untuk menuliskan celoteh kata yang selalu ku pikirkan pada malam hari.
Malam ini ku bermimpi melihatmu sedang duduk di kursi bambu depan rumahku, menanti diriku yang sebenarnya sudah siap dari 5 menit yang lalu. Tapi entah kenapa jantung ini rasanya berdebar sangat kencang saat tau dirimu sedang menantikan diriku untuk berkencan denganmu malam itu. Sebenarnya aku ingin beranjak dari kursi rias ku untuk pergi menuju dirimu. Tapi,aku merasa dirimu sangat jauh. Sehingga aku lelah terlebih dahulu.
Saat ku tak berdaya lagi, kau memanggil namaku dengan lembut. Kau melukiskan garis simpul di ujung bibir mu. Entah apa yang membuatnya istimewa, namun senyummu malam itu berhasil membuat diriku semakin tak berdaya. Saat kau menghampiri diriku, beberapa cm lagi tanganku menyentuh tanganmu, tiba- tiba ibu membangunkanku.
"Apa yang ibu lakukan?! Hampir saja." sentakku sedikit kesal pada ibuku. "Hampir saja apanya?! Hampir saja jam enam. Apa kau lupa, jika ibu tak membangunkanmu lebih awal, kau akan terlambat ke sekolah karena terlalu asik dengan kertasmu itu." balas ibu. "Iyaa, maaf ibu."
Begitulah pagiku sebelum aku berangkat ke sekolah. Tiap pagi, sebenarnya aku tak sabar untuk menuju gerbang sekolah. Entah seberapa besar medan magnet yang ada di sekolahku itu. Mungkin, aku berhasil menciptakan medan magnet terbesar di dunia dengan caraku sendiri.
Lets adek adek gemes yang mao comment di bawah:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Waiting
Non-FictionPenantian seolah tak berarti bagimu. Yang telah rela meluangkan seluruh waktunya untukmu, kau sia-siakan begitu saja. Tak paham arti setiap detik nya.