Jija Aurora, dia bukanlah cewek feminim atau kalem seperti cewek kebanyakan. Selain bersikap cuek, jago bela diri, menyukai warna gelap dan suka memakai jaket jeans. Jija menyukai dunia balapan, itulah alasan dia memakai motor besar.
Baginya Balapan menyenangkan. Seengaknya selain pelarian, ia bisa mendapatkan uang. Jija beruntung dengan kepiawaiannya membawa motor itu kebut-kebutan, hal yang mengantarkannya pada dunia Balapan.
Reno, yang memperkenalkan padanya pertama kali. Cowok blasteran Amerika-Indonesia juga anak Balapan. Mereka akrab karena ini, selain cowok itu kembaran sahabatnya.
Malam ini, tepat pukul dua balas malam, area Balapan sudah diriuh oleh suara para penonton. Dominasi oleh kaum adam, hanya sedikit terlihat kaum hawa. Di tengah jalanan besar, bunyi deru dua motor besar mengaum berisik. Kedua pengendaranya, saling melempar tatapan mematikan. Salah satunya Jijafa Aurora, di wajah yang tertutup helm full face itu sama sekali tidak memperlihatkan ketakutan. Ini sudah biasa baginya.
“Ready!”
“Semangat Ja!”
Suara teriakan Reno mendominasi berbagai dukungan untuknya. Iris mata beningnya menatap fokus ke depan begitu kain sebagai tanda balapan akan dimulai kini siap dikibarkan. “One … Two … Three … Go!”
Brum!
Deru bunyi motor mengaum membelah jalan malam. Kedua motor yang bertaruh itu kini melaju kencang saling mengejar, bersaing keras untuk memenangkan. Permainan hanya dua putaran, dan lagi berhasil Jija memenangkan.
Ia adalah ratunya balapan. Kehebatan Jija dalam balapan tidak pernah diragukan, bahkan dia sudah terkenal di antara anak Balapan saking tak terkalahkan. Melewati garis finish, Jija memperlambat laju motornya dengan senyum lebar.
Semua penonton seketika berkumpul mengerubuninya. Sorak memenuhi kedinginan malam. Jija membuka helmnya, seketika rambutnya yang diikat berjatuhan, satu sudut bibirnya tertarik begitu Alex- lawannya -memukul helm emosi.
Marah dengan kekalahan.
“Wow … memang nggak ada lawan!”
Jija menoleh. Reno berdiri di depannya.
“Kamu tahu siapa aku, No,” bangganya memeluk helm. Tangannya melambai akan sorak atas namanya yang begitu nyaring. Atensinya terpaku pada sorot dendam beberapa cowok di sebrang jalan.
“10 Juta bakal di Transfer. Ntar aku kabarin kalau udah.” Jija menoleh, memberi anggukan. ia menilik sejenak jamnya.
“Thank, No. Aku duluan.”
"Langsung pulang nih? Nggak nongkrong dulu sama anak-anak?" Rino menunjuk sekumpulan cowok dan satu perempuan lagi yang kini melambaikan tangan padanya. Teman-teman balapannya.
"Enggak deh. Kapan-kapan."
“Mau dianter nggak nih?”
Jija mengulung rambutnya, memakai kembali helmnya. “Nggak usah. Duluan ya No. Bye!” Sebelum menekan gas, atensinya kembali melihat sejenak pada sorot tajam yang tidak beralih. Jija mengedikkan bahu. Hal biasa. Para pembalap liar sering sekali iri dengan kemenangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Goodbye (HIATUS)
Teen FictionUPDATE SETIAP HARI Kita dipertemukan untuk sebuah perpisahan yang menyakitkan. ________ Hi, Goodbye [SPIN OFF HILGRAF]