Pagi-pagi sekali Zira sudah rapi dengan dress polos selutut berwarna navy miliknya yang dipadukan dengan sepatu kets berwarna putih. Menunjukkan kesan anggun serta casual. Rambut sebahunya seperti biasa ia biarkan tergerai. Sekali lagi ia mematut penampilannya pada cermin dihadapannya sebelum berlalu menemui seseorang yang sudah menunggunya di depan kamar kostnya.
"Ehmm." Zira berdehem membuat pria itu beralih menatapnya.
"Mama pasti senang ketemu kamu." Devan tersenyum membayangkan mamanya nanti ketika bertemu Zira.
"Kamu? Kok tiba-tiba panggil gitu?" Zira merasa bingung ketika tiba-tiba Devan memanggilnya dengan kata kamu, bukan kata lu seperti biasanya.
"Mulai sekarang kita pake aku-kamu, bukan lu-gue. Kita kan pacaran, nanti mama curiga kalo panggilan kita gk diubah." Devan menjelaskan alasan ia mengganti panggilannya.
"Iya kita pacaran, tapi bohongan." Zira memutar bola matanya malas.
Devan hanya tersenyum menanggapi ucapan Zira. Ia meraih tangan Zira, menariknya menuju Ranger Roover miliknya, kemudian melesat membelah jalanan ibukota.
***
Mobil Ranger Roover itu tiba di pelataran sebuah rumah megah bergaya campuran Eropa dan Klasik. Devan turun dari mobilnya, berputar menuju pintu penumpang, membantu Zira keluar dari sana. Gadis itu terlihat gugup, ia tak hentinya menghembuskan nafas perlahan mencoba mengurangi kegugupan yang melandanya.
Devan yang menyadari kegugupan Zira meraih jemari gadis itu, menautkannya dengan jari-jarinya. Ia sedikit meremas pelan tangan gadis itu, mencoba memberi kekuatan. Meyakinkan gadis itu bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Semua akan baik-baik saja. Jika kebohongan kita terbongkar kamu tidak akan mengalami hal buruk, aku yang akan menerima resikonya." Devan tersenyum hangat. Tangannya menyentuh pipi Zira, mengelusnya dengan lembut.
Zira yang diperlakukan seperti itu balas tersenyum. Ia seolah mendapatkan energi dari perlakuan Devan. Keduanya melangkah perlahan memasuki rumah megah tersebut. Disana kedua orangtua Devan tersenyum hangat menyambut kedatangan gadis yang sudah mereka tunggu.
Nadara, mama Devan segera menarik Zira agar duduk disampingnya. Memeluk gadis itu posesif.
"Mama udah kangen sama kamu Zi." Wanita paruh baya itu masih setia memeluk gadis dihadapannya.
"Maafin Zira baru bisa nemuin tante sekarang, soalnya Zira sibuk di kampus tan." Zira membalas pelukan wanita paruh baya tersebut.
"Kok panggil tante? Panggil mama dong." Nadara melepas pelukannya, menatap gadis itu hangat.
"Mama?" Zira beralih menatap Devan yang sedang duduk di samping Rafandra. Meminta persetujuan dari pria itu. Devan hanya mengganggukkan kepala sebagai jawaban iya.
Zira kembali menatap wanita paruh baya dihadapannya masih dengan ekspresi bingungnya.
"Mulai sekarang kamu panggil mama, karena kamu itu calon menantu mama." Mama Devan tersenyum lebar, menunjukkan betapa ia sangat menerima kehadiran Zira.
Gadis itu hanya tersenyum kikuk, ia merasa bersalah karena telah membohongi wanita dihadapannya. Terlebih karena Nadara yang terlihat begitu menyayanginya membuat Ia semakin merasa bersalah.
"Terimakasih karena mama mau menerima Zira." Kali ini Zira yang berinisiatif untuk memeluk wanita itu.
Nadara membalas pelukan gadis itu, mengusap lembut punggung gadis yang sudah ia klaim sebagai calon menantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason Of The Emptiness (#Wattys2018)
Romance"Kapan kuliah kamu selesai?" "Kapan kamu wisudanya?" "Buruan diselesaikan kuliahnya" "Kamu harus wisuda tahun ini." Pertanyaan-pertanyaan serta pernyataan-pernyataan barusan bukan untuk yang pertama kalinya kudengar. Bahkan sudah hampir ratusan ka...