Dua hari berlalu setelah kejadian Zira menolak bertemu dengan orangtua Devan, dan selama itu pula Devan tidak pernah menunjukkan wajahnya lagi dihadapan Zira. Pria itu lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaannya di kantor. Bahkan ia juga tidak pulang kerumah orangtuanya sama sekali, guna menghindari sang mama yang terus menanyakan Zira.
"Bosan juga kalo gue di kantor mulu, tapi kalo balik ke rumah pasti ditanyain soal Zira lagi." Devan menghela nafas, mencoba menenangkan perasaannya.
Ia kembali uring-uringan. Bingung dengan pemikirannya sendiri. Devan kembali mengalihkan perhatiannya pada tumpukan berkas diatas meja kerjanya, berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya. Namun, usaha pengalihan pikirannya tidak berhasil sama sekali. Ada suatu hal yang mengganjal, membuat pikiran dan perasaannya kembali kacau. Tapi yang lebih terlihat mengenaskan adalah ia sama sekali tidak mengetahui hal apa yang mengganjal dalam hati dan otaknya.
Devan bangkit dari posisinya, meraih kunci mobil dan ponselnya yang terletak diatas meja. Melangkah keluar ruangan dan berlalu entah kemana.
***
Tidak jauh berbeda dengan keadaan Devan, gadis itu juga terlihat sama kacaunya. Terbukti dengan adanya lingkaran hitam dibawah matanya. Wajah cantiknya terlihat begitu lusuh.
"Lu kenapa jadi kaya zombie gini?"Aira menangkup wajah Zira untuk memperjelas apa yang ia lihat.
"Gue udah 2 hari ini susah tidur, pikiran gue mendadak kacau." Zira melepaskan tangan Aira dari wajahnya.
"Karena skripsi?"
"Iya, itu salah satunya." Zira melangkah perlahan di koridor fakultas diikuti Aira.
"Kalo itu salah satunya, penyebab lainnya apa?" Aira mengeluarkan sifat keponya yang hakiki.
Zira berhenti mendadak membuat kening Aira membentur punggungnya.
"Aduh, kok lu tiba-tiba berhenti sih?" Gadis itu meringis memegangi bagian keningnya yang terbentur.
Zira berbalik menatap Aira, menarik gadis itu untuk duduk di salah satu bench yang terletak di koridor fakultas.
"Gue mau ceritain sesuatu sama lu."
"Apaan?" Aira masih sibuk dengan keningnya.
"Ini tentang Alden."
"Tumben lu mau bahas dia?" Aira menatap Zira bingung.
"Lu mau dengar enggak sih?" Zira terlihat kesal dengan Aira.
Aira mengangguk, memberikan izin untuk Zira bercerita.
"Alden mau tunangan, dan dia kemaren datang ke kost gue khusus ngantar undangan." Zira membuka ranselnya, mengeluarkan sesuatu dari sana. Menaruh benda itu di atas paha Aira.
"Itu undangan pertunangan Alden. Gue sebenarnya ikhlas aja sih kalo dia mau tunangan." Zira melanjutkan ceritanya.
"Terus masalahnya sekarang apa?" Aira menatap undangan ditangannya.
"Masalahnya dia nyuruh gue datang bawa pasangan. Sedangkan lu tau sendiri kan kalo gue enggak punya pacar dan bodohnya gue iyain aja."
"Bego sih, gayanya kaya punya pasangan aja. Jones aja lu songong." Aira dibuat gemas dengan tingkah sahabatnya.
"Gue harus gimana dong? Gue harus ngajak siapa? Masa gue harus cari pacar dalam waktu seminggu." Zira kembali meradang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason Of The Emptiness (#Wattys2018)
Storie d'amore"Kapan kuliah kamu selesai?" "Kapan kamu wisudanya?" "Buruan diselesaikan kuliahnya" "Kamu harus wisuda tahun ini." Pertanyaan-pertanyaan serta pernyataan-pernyataan barusan bukan untuk yang pertama kalinya kudengar. Bahkan sudah hampir ratusan ka...