Suara gemuruh langit membuat Jieun mempercepat langkahnya. Dalam hati, wanita itu menyesal memakai sepatu bertumit lebih tinggi daripada sepatu yang biasa ia gunakan. Ingin terlihat cantik memang menyebalkan.
Jieun memekik nyaring saat sebuah mobil melaju kencang dari sampingnya sehingga wanita itu terciprat air genangan kotor. "YAK! DASAR G*LA!" umpat Jieun tanpa sadar. Pengendara mobil tersebut tetap saja melajukan mobilnya, meninggalkan seorang wanita yang bisa meledak kapan saja.
Jieun menghembuskan napas, mencoba menahan emosi. Ia mempererat pegangannya pada tas belanja minimarket di tangan kiri serta payung di tangan kanannya. Dengan langkah mantap wanita itu melanjutkan perjalanan.
Mari melupakan orang g*la tadi dan segera pulang untuk memasak makanan enak untuk Namjoon.
Beberapa menit berlalu dan Jieun sudah berada di depan pintu rumah Namjoon. Wanita itu membuka pintu rumah dengan sedikit kesulitan karena kedua tangannya yang sibuk.
Saat pintu rumah berhasil ia buka, Jieun terkejut saat menemukan Namjoon berdiri di depan pintu dengan mata berkaca-kaca. Bocah kecil itu menerjangnya dengan pelukan erat membuat Jieun menjatuhkan payung serta tas belanjaannya tadi.
"Joonie kenapa?"
"Huaaaa Joonie pikir hiks ibu guru hiks sudah pulang."
Ah, Jieun mengerti. Wanita itu tersenyum kemudian berjongkok dan mengusap punggung Namjoon lembut.
Padahal Jieun hanya pergi selama 15 menit, tak ia sangka Namjoon akan menyambutnya sampai seperti ini. Salahnya juga karena tidak memberitahu kepergiaannya terlebih dahulu, ia terlalu emosi tadi.Melihat Namjoon yang menangis seperti ini membuat Jieun yakin Namjoon benar-benar takut di tinggal sendiri. Baiklah kalau begitu, Jieun akan menemaninya sampai orangtua anak ini pulang.
"Aigoo maafkan ibu guru ya. Sudah-sudah Joonie jangan menangis lagii, sudah ya."
Namjoon mengangguk kemudian mengusap air matanya. Anak kecil itu menggenggam tangan Jieun dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Jieun mengusap gemas rambut Namjoon. "Bu guru ingin memasak. Namjoon ingin makan apa?"
"Joonie makan semua yang ibu guru masak." Jawab Namjoon sambil memandang Jieun dengan pandangan polos dan hidung yang masih memerah.
Walaupun tangan mereka masih saling menggenggam, anak kecil itu bersikeras membantu Jieun membawakan tas belanja yang berat. Merasa kuat padahal anak itu hampir terjengkang saat membawanya sambil berjalan.Jieun terkekeh kemudian mengambil kembali tas itu, " Joonie pegang tangan ibu guru saja, agar ibu tidak jatuh."
Namjoon mengangguk antusias dan mempererat genggaman tangannya.
Sesampainya di dapur, Jieun mengambil alih tas itu kemudian mengucapkan terimakasih. "Joonie duduk saja di sini ya. Bu guru akan memasakan masakan yang enak untuk Joonie." Jieun mengedipkan sebelah matanya dan berbalik badan untuk segera memulai pekerjaannya.
Namjoon meletakkan kepalanya di atas lipatan tangan di meja makan sambil memperhatikan setiap gerak-gerik Jieun. Melihat wanita itu memasak membuat Namjoon teringat Seulgi yang sering melakukan hal yang sama di rumahnya.
Dulu Namjoon akan selalu ingin tahu apa yang Seulgi lakukan. Semua hal entah itu mencuci piring, mencuci pakaian, membersihkan halaman ataupun memasak. Mengingat itu membuat Namjoon jadi sedih lagi. Mungkinkah Seulgi dan keluarganya pergi karena merasa terbebani karena Namjoon tidak bisa apa-apa?
Kalo diingat-ingat Namjoon merasa jika ia memang sangat bergantung pada keluarga mereka mulai dari makan, mengantarnya ke sekolah, memberikan bekal makan siang, dan menumpang di rumahnya di musim dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME
FanficKim Namjoon tak yakin ia mengenal orangtuanya. Semuanya tampak tidak normal mengingat keluarga Hoseok sangat bisa membuat hati kecilnya berbisik iri. Dia ingin diperhatikan seperti Hoseok juga.