BCA~1

143 12 15
                                        

Tentang dia yang mendua. Menjadikan hari nya penuh luka, ia wanita tapi tak mampu sekuat ia seharusnya. Tapi apa kata dunia.

"Dasar perempuan bodoh."
"Hei jalang pergi dan jangan kembali dengan wajah busukmu."
"Wah ternyata masih hidup wanita memuakkan itu."

Bukan dia tak mendengar semua umpatan di belakang tubuhnya, namun dia hanya berusaha berjalan tanpa melihat ke belakang. Berjalan tanpa harus membebani diri dengan pandangan orang. Tetap berusaha menjadi sosok egois di mata orang tapi menjadi pilihan terbaik untuk dirinya.

Alea berdiri di depan rumah minimalis rancangannya sendiri, menatap mobil yang terparkir digarasinya.

"Dia ada disini," guman Alea tak bersemangat.

Dibukanya pintu rumah itu dengan pelan. Berharap tak mengganggu si pemilik mobil. Namun, sayang harapan tinggal harapan. Gunawan tampak tersenyum menampakkan gigi rapinya layaknya berada di adegan pasta gigi.

"Baru pulang Alea sayang ?" yang ditanya hanya bergumam tak jelas menanggapi perkataaan Gunawan.

"Selamat datang sayang, kemarilah dan terima ini. Sesuatu yang selalu kau inginkan," ucap lembut lelaki yang selama ini membagi waktunya antara dua wanita itu.

"Apa ini ?" dengan wajah tak semangatnya menimpali.

"Bukalah" perintahnya.
Sebuah kado berbentuk kotak kecil telah berada di tangan Alea berwarna hijau toska dengan gambar bunga mawar putih itu perlahan dia buka memunculkan kotak beludru warna merah.

"Cincin ?"

"Sebuah cincin berlian seperti milik Indira," celetuk Gunawan menanggapi suara lesu istri keduanya itu dengan gaya bertolak pinggang khasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sebuah cincin berlian seperti milik Indira," celetuk Gunawan menanggapi suara lesu istri keduanya itu dengan gaya bertolak pinggang khasnya.

"Aku tak butuh," dikembalikan cincin itu.

"Hei! Siapa yang mengizinkan kau bersikap seperti ini ?" teriak lelaki bernama Gunawan itu sambil menatap tajam mata istrinya. "Kau tidak boleh menolak apa yang kuberi. Ini jauh lebih mahal harganya ketimbang milik Indira kau tau," suara Gunawan mulai melunak membujuk Alea dengan meletakkan cincin itu lagi ketangan Alea.

Lelaki itu aneh, selama kemauannya di penuhi tak akan ada kata kasar dari bibirnya itu. Dan lihat sekarang dia memaki lagi. Apa semua tak terlalu menyesakkan.

" Baiklah sayang, terimakasih untuk cincin cantik ini," kata Alea seraya memeluknya dan memberi kecupan singkat dibibirnya itu.

Alea Pov

Aku harus selalu begini menampilkan wajah tercantik hanya untuk tidak membuat dia menghancurkan seisi rumah.

Bulan tampak terang di atas sana bersanding dengan bintang gemerlap. Rasa tenang kemarin yang kurasakan saat menatap indah itu kini berganti dengan perpaduan semua emosi buruk tentang Mas Gunawan.

Aku bukanlah wanita kebanyakkan yang gila akan materi, tetapi aku adalah aku. Wanita biasa yang tidak pernah menuntut apapun termasuk cincin berlian yang katanya lebih mahal di banding dengan milik mbak Indira. Mbak Indira memang cocok jika diberi hal-hal seperti itu. Dia cantik, baik, dan amat sangat menawan dibandingkan aku.

Hari ini jadwal Mas Gunawan dirumahku. Malam panjang satu lagi harus kulalui dengannya. Rumah ini seketika akan penuh canda tawa dariku dan dia.
Namun, hati mana yang tahu. Sama seperti dia yang tak pernah tahu hatiku yang sakit harus melalui malam dengan memandang wajah memuakkannya.

" Alea kemari, duduklah disampingku," ujarnya seraya menepuk sofa. Ah, lagi dan lagi. Aku harus bersikap manis untuknya malam ini.

" Kamu udah makan mas ?" pertanyaan sambil lalu yang kuberikan saat berjalan menuju sofa untuk duduk disampingnya.

" Sudah, tadi makan sama Rania di cafe baru di dekat kantor sayang." Rania lagi, wanita yang katanya relasi bisnis Mas Gunawan. Nama yang akhir-akhir ini sering mampir di malam-malamku saat dia di sini. Jangan kalian katakan aku cemburu, tidak pernah ada rasa itu dihatiku. Bahkan tidak untuk Indira, yang jelas adalah saingan di kehidupan berumah tangga kami ini.

" Baguslah," jawabku singkat.

******

Pagi ini cuaca gerimis menghiasi, jalanan di luar sana tampak basah oleh hujan yang meski hanya berupa rintik tetapi tidak juga berhenti.

Gunawan sudah pergi pagi-pagi sekali. Sehabis salat subuh bersama ia lantas pulang ke rumah Indira. Dirumah ini dia sekedar numpang tidur lalu pergi lagi.

Alea yang masih berkutat dengan teh hangatnya menatap jalanan basah dengan tidak bersemangat.

" Aku ingin keluar dari rumah sialan ini." Lagi, pikiran itu keluar lagi. Entah sudah yang keberapa kalinya dia mengatakan itu pada dirinya sendiri.

Hari ini genap setahun Alea menjadi nyonya Gunawan Hadi Kusuma.
Meski itu bisa di bilang bukan prestasi yang baik bagi Alea sendiri. Padahal di luar sana banyak wanita yang amat sangat ingin menjadi wanitanya Gunawan.
Mereka dengan rela melempar dirinya sendiri keranjang lelaki itu hanya untuk menarik perhatiannya.

Dengan wajah tampan khas miliknya tak heran wanita tergila gila. Salah satu wanita itu sebut saja Rania. Si wanita ular yang amat berbisa bukan hanya mulutnya saja namun keseluruhan yang ada di dirinya terdapat bisa mematikan.

Alea bukan tidak tahu Rania amat mengilai suaminya. Hanya saja dia menulikan telinga dan membutakan mata untuk hal-hal yang berbau Gunawan Hadi Kusuma

" Satu lagi hari harus aku lalui untuk meratap semua hal tentang hidup." Alea lalu beranjak pergi kembali keranjang.
Dia kembali merajut mimpi, berharap mimpi akan lebih indah daripada kenyataan. Karena kenyataan terlalu pahit dan hanya dia yang akan menjalaninya tanpa punya teman berbagi yang nyata.

Hanya bisa berdamai dengan keadaan disaat mimpi membuai dan membelai saat alam bawah sadar terkulai. Semoga hari ini akan lebih baik dari esok.

Tbc

Jangan lupa vote dan komennya man teman tercinta 😘

Bunga Cinta AleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang