BCA~4

51 10 5
                                        

Alea POV

Sampai seminggu kemudian aku masih belum juga menemukan siapa penyebab dari masalah yang menimpaku tempo hari.
Dugaan sementara hanya seputar Rania yang mengejar suamiku dengan ketatnya. Bukan tidak mungkin si wanita ular itu menyewa mata-mata untuk mengikuti semua tindak-tanduk diriku, dan menciptakan celah untuk dia masuk kedalamnya.

Dan sudah seminggu ini Mas Gunawan jarang pulang ke rumah aku setengah bersyukur dia tidak ada di sini. Aku tidak akan mampu berkutik bila dia ada di sini saat ini bersamaku.

Hari yang aku lewati hanya tentang rumah ini dan Mas Gunawan. Rumah yang sepi dan diriku yang kesepian.

Rasanya ingin meneruskan pekerjaan yang dahulu aku geluti. Sama seperti rumah ini yang aku design sendiri dan membuat aku merasa nyaman dan bahagia ingin rasanya orang lain juga merasakan hal yang sama. Menjadikan hunian milik mereka tempat terindah dan tempat pelarian ketika masalah mendera.

Sayang, ayah datang dengan kabar kematiannya dan meninggalkan wasiat yang mau tidak mau harus aku penuhi. Kenapa bukan Kak Ayudia yang menjalani itu.

Akh, dari dulu memang dia yang selalu di nomor satukan oleh ayah dan ibu dan aku nomor kesekian dari yang kesekian. Kak Ayudia dengan kecantikan turunan dari ibu memang yang selalu mendapat dukungan terbesar.

Dari hal pendidikan dia di kirim untuk melanjutkan sekolah di luar negeri dengan berlimpah fasilitas. Sementara aku hanya diperbolehkan melanjutkan di sini, yang semuanya dari a sampai z aku tahu tidak ada hal menyenangkan yang dapat aku rasakan.

Dering ponsel membangunkan aku dari lamunan, terlihat nomor tidak di kenal menghubungi.

"Halo..."

Hening tidak ada satupun suara terdengar, tidak juga helaan napas.

"Halo... Ada yang bisa dibantu ?"

Masih hening

"Kalau tidak ada yang mau dibicarakan aku akan tutup telpon ini," entah siapa yang berniat mengerjainya saat ini tapi siapapun itu semua ini tidaklah lucu.

"Alea..."

"Siapa kamu ? Jangan main-main kamu," bentakku ketika mulai mendengar suara di sebrang sana.

Si penelpon langsung mematikan sambungan telpon saat aku mulai mengertaknya.

Ting

"Ah ada SMS masuk,"

Kau akan bertemu denganku sebentar lagi sayang

'B'

******

Alea berjalan cepat ke arah butik yang telah ditentukan menjadi tempat dia akan bertemu dengan Indira. Butik yang terbilang mewah dan elegan ini adalah milik teman dekat Indira. Pakaian disana merupakan mahakarya yang sungguh indah, tak salah menjadi tempat langganan Indira yang notabene seorang model kelas atas.

Alea merogoh tas untuk mencari ponselnya, saat ia tidak menemukan Indira di lobi butik itu.

"Mbak dimana ? Saya sudah dilobi."

"Alea saya disini," ucap Indira keluar dari ruang ganti. "Hei lihat pakaian ini bagaimana menurutmu Alea sayang ?"

Indira berputar di depan Alea agar dapat menilai pakaian yang dikenakannya.
Pakaian terusan ketat selutut berwarna putih yang dibawahnya terdapat corak bunga mawar merah. Pakaian itu dengan jelas menggambarkan bentuk tubuh Indira.

"Cantik, Mbak selalu cantik dengan pakaian apapun." Pujian itu tulus Alea berikan pada istri pertama Gunawan itu.

"Ah, kamu memang pintar memuji," dengan cepat Indira menggandeng Alea menuju ruang ganti.

"Ini coba pakailah, pasti akan cocok denganmu," kata Indira sambil menyerahkan dress polos berwarna merah darah berlengan panjang potongan kerah yang rendah dan panjangnya menjuntai sampai ke mata kaki.

Saat Alea masuk ke ruang ganti dan mengenakan dress itu baru dia sadar terdapat belahan sampai ke paha yang menampakkan kaki jenjang miliknya.

"Wuah lihatlah dirimu sangat seksi dengan pakaian seperti itu. Coba kamu mau menjadi model seperti ku."

"Mbak ini terlalu berlebihan. Saya lepas ya, nggak nyaman pakai yang seperti ini." Alea ingin secepatnya mengganti pakaian yang ia kenakan saat ini, terlalu berani menurutnya.

"Jangan, kita udah nggak punya waktu lagi buat milih mana yang cocok untuk kamu. Sebentar ya aku ke kasir dulu, kamu tunggu di depan butik ya." Tanpa menghiraukan pendapat Alea dengan cepat Indira menuju kasir membayar pakaian yang telah dia pilih.

******

Hari ini mereka menghabiskan waktu berdua, terlihat seperti sahabat karib.
Mbak Indira dengan sifat dewasanya itu membuat Alea merasa nyaman bersamanya.

Setelah dari butik tadi Indira mengajak Alea berhenti di sebuah taman yang terdapat kolam air mancur di tengah-tengah taman itu.

"Yuk duduk disitu dulu." Indira dengan santai menuju kursi yang dia tunjuk.

"Mbak, ngapain kita kesini ?" Alea mengekor di belakang Indira. "Mbak nggak sibuk pemotretan apa ?"

"Aku memutuskan untuk rehat hari ini. Ada yang ingin aku sampaikan padamu Alea, ini masalah tentang Mas Gunawan."

"Ada apa mbak?"

"Apa dia tadi malam kerumahmu ?"

"Loh bukannya dia sama Mbak Indira terus ya ? Dia sudah seminggu tidak kerumah sejak dia melihat foto aku dan Kak Sammy. Sampai sekarang aku belum tahu siapa yang menyebar foto itu."

"Hoo ternyata itu penyebab dia uring-uringan, kenapa kamu tidak cerita Alea."

"Maaf Mbak aku pikir dia yang akan memberitahumu."

Mereka tampak serius membicarakan masalah tentang Gunawan tanpa menyadari sedari tadi ada sepasang mata yang memperhatikan mereka. Dengan tersenyum misterius dia terus memandang ke arah Alea. Matanya terus menyusuri setiap lekuk tubuh Alea.

"Alea tunggu aku. Akan aku keluarkan kamu dari genggaman Gunawan brengsek itu," gumam pria yang membuntuti Alea itu.

******

"Alea kamu lapar nggak? Kita makan dulu ya," ucap Indira ketika mereka sampai di depan mobil milik Indira yang terparkir tidak jauh dari taman.

"Lapar tapi sedikit doang kok Mbak hehe."

"Tetap saja lapar Alea, dasar kamu. Mau makan apa kamu?" tanya Indira.

"Apa aja deh Mbak."

"Oke" Indira dengan cepat melajukan mobil menuju restorant sushi yang jaraknya hanya sekitar 200 meter dari taman yang tadi mereka singgahi.

Setelah sampai dan memesan mereka makan dalam kebisuan tidak satupun dari mereka berkata-kata sampai dering ponsel Indira memecah kesunyian.

"Halo, kenapa lagi yan ? Aku kan meminta cuti hari ini," kata Indira kepada managernya Dian.

"..."

"What ? Harus pemotretan sekarang, ah kamu mengganggu waktuku dengan Alea saja," gerutu Indira pada penelpon di seberang sana. "Iya aku kesana sekarang," dengan cepat dia menutup sambungan telpon dan bergegas merapikan tasnya.

"Alea kamu pulang naik taksi aja ya. Aku buru-buru ada pemotretan dadakan nih,"

"Baiklah Mbak, hati-hati ya perasaanku enggak enak nih," ucap Alea bermaksud bercanda dengan Indira.

"Huss sembarangan kamu." Sambil berlalu Indira berkata dia dengan cepat meninggalkan Alea.

Alea masih sibuk dengan makanannya. Tanpa peduli dengan sekitarnya Alea makan dengan lahap.

"Masih menggilai sushi rupanya kamu Aleaku sayang," suara bariton pria mendekat kearah Alea.

Kursi di depan Alea di tarik dan kemudian di duduki seorang pria tampan mengenakan setelas jas dan berkacamata. Pria itu menatap Alea tepat di manik matanya dengan tajam.

"Kau... Brandon ?"

Tbc

Bunga Cinta AleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang