Prolog

96 6 4
                                    

"Abi tak setuju dia melamarmu" suara laki-laki paruh baya yg meninggi itu membuat nyali zahra ciut tuk meneruskan kata-katanya. Pasalnya, lelaki tersebut yg notabene.nya adalah Ayah dari Zahra tak pernah berkata sesarkatis itu. Baru kali ini semenjak 23th Zahra dibesarkan oleh Abi dan Umminya , lelaki itu berkata dengan nada meninggi seperti itu disertai dengan muka yg memerah padam. Zahra diam terpaku. Tangannya yg sedari tadi asik melahap balado jengkol buatan umminya, kini mendadak kaku. Lidahnya kelu. Matanya memanas, ia tahu, jika sekali saja ia berkedip, maka lahar panas akan jatuh bercucuran dipipi chubby.nya.
"Sudah by. Kita masuk kamar aja dulu yuk. Aby pasti kelelahan tadi seharian ngisi seminar" seorang wanita berumur 40th-an itu mencoba menenangkan suaminya. Ia juga kaget dg reaksi suaminya yg tak pernah ia lihat selama 26th mereka berumah tangga. "Zahra, kamu beresin piring2nya ya. Dan icha, kamu bantuin mba zahra nyuci piring. Aby sama ummi ke kamar dulu" lanjutnya lalu meninggalkan meja makan dengan penuh keheningan.
Perlahan, air mata zahra lolos dari matanya. Ia tak tahu lagi harus bagaimana ? Lelaki yg ia cintai setengah mati. Lelaki yg selalu menyemangatinya. Lelaki yg tak pernah lelah mendukungnya, dan lelaki yg telah menunggunya selama 9,5th itu ditolak mentah-mentah dengan Aby.nya. ia tak tahu apa kesalahan pria yg selalu mengisi pikirannya selama ini, hingga sang Aby tak memberi restu sedikitpun. Jangankan merestui, memberi kesempatan saja tidak.
Icha yg masih berumur 10th.pun tak tahu harus bagaimana. Ia gemetar dari tadi sang Aby menyuarakan penolakan secara lantang kepada kaka tunggalnya itu. Lalu, sekarang ia dihadapkan dg tangisan kaka.nya yg disertai senggukan. Ia mau memeluk kakaknya, tapi takut. Ia tak tahu apa yg sebenarnya terjadi. Dengan perlahan, ia mengambil piring-piring yg usai dipakai makan oleh keluarganya lalu membawa piring-piring tersebut ke wastafel dapur. Ia membiarkan kakaknya menikmati setiap tetes air yg keluar dari pelupuk matanya. Ia tahu, kakaknya butuh waktu untuk sendiri.
"Sudah mba. Biar icha saja. Mba zahra kembali ke kamar aja ya." Tolak icha saat mendapati tangan kakaknya merebut piring terakhir yg ia cuci. Zahra hanya mengangguk lemas. Berlalu menuju kamar persinggahannya. Meluapkan segala sesak yg menyangkut didada.
"Hei,, nglamun ajaaa" suara seseorang yg sangat zahra kenali itu melengking kencang ditelinganya. Sehingga mau tak mau suara ngiiing ngiiingg terdengar ditelinganya. Lalu ia mengepalkan tangan dan meniupnya setelah itu diarahkannya kepalan itu ke telinga yg hampir pecah karna suara tadi.
"Apa sih mai.. ngagetin aja. Lagian ngapain sih kamu disini ? Bukannya kamu masih jam pelajarannya pak azam ya ?" Zahra bertanya dengan nada kesal yg sangat ketara.
"Fatimah az-zahra binta mubarok. Anaknya pak profesor Abdullah Mubarok yg cantik, crewet, dan suka nglamuunn. Ini tuh udah jam 12 raaa. Jam pelajaran pak azzam udah selesai lima belas menit lalu. Seharusnya aku yg nanya ke kamu. Kenapa kamu masih disini ? Pak azmi udah masuk kelasmu loh. Kamu mau detensi lagi ? Uring-uringan lagi sama tuh dosen sampe kamu bete dan mogok ngerjain tugas ?" Ucap Humaira panjang lebar seraya melihatkan jam tangan yg melingkar ditangan kanannya. Zahra yg melihat jam menunjukkan pukul Duabelas, matanya membelalak kaget. Bagaimana tidak ? Pelajaran Pak Azmy sudah dimulai setengah jam yg lalu. Pak Azmy adalah dosen yg paling ingin dia hindari. Dan tak ingin ia temui. Apalagi harus terkena detensi lagi, rasa-rasanya ia akan mual duluan sebelum harus menghadap ke depan dosen pujaan hati seantero kampus itu. Jika semua mahasiswa berharap bisa bertatap muka dengan dosen super ganteng, jenius, dan yang pasti Dosen itu adalah dosen yg tak pernah meninggalkan sholat dhuha serta jamaahnya, Maka tidak dengan Zahra yg tak pernah mengharapkan itu terjadi dalam hidupnya untuk yg kesekian kali.
Zahra berlari sekencang-kencangnya, tak menghiraukan tatapan heran dari mahasiswa lain yg menganggapnya sedang berlomba maraton jarak 10km. Makalah-makalah dan beberapa buku ia peluk erat agar tak jatuh dan memperlambat perjalanannya menuju kelas. Ah, tapi apalah daya. Waktu tetaplah waktu yg tak bisa berhenti. Ia telah melewatkan setengah jam waktu belajarnya bersama Pak Azmy untuk melamun di kantin, bayangan bentakan dari sang Aby kembali menghadiri fikirannya. Walaupun zahra sangat tidak menyukai Pak Azmy, ia tetap menghargai Pak Azmy sebagai dosennya, yg telah memberinya ilmu.
Saat tubuhnya sudah sampai di depan pintu ruang kelasnya, ia mencoba mengatur nafas terlebih dahulu. Agar tak seperti maling dikejar warga. Baru saja tangannya akan mendorong knop pintu, bahunya dipegang oleh seseorang "Zahra"
Ia menoleh, mendapati seorang pria berparas Blasteran indo-bule, dengan tinggi sekitar 185cm dan tubuh yg atletis tercetak jelas dibalik kemeja biru muda yg ia lipat sampai siku, tengah berdiri tepat dibelakangnya. Seketika lutut zahra lemas, ia hanya merasa bayangannya kabur dan semuanya mendadak menjadi gelap "Zaujaty, bangun zaujaty" teriak lelaki itu lalu menggendongnya ke klinik kampus.

Berharaplah hanya kepada Allah, tumpuan segala harapan yg tak pernah mengecewakan💞

Semoga senang dengan cerita pertama saya. Terimakasih telah membacanya.
Tahiyyati lakum yaa ashaaby

Surgaku rapuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang