Zahra nampak sumringah saat meletakkan tasnya di loker pesantren yg ia huni. Teman-temannya.pun heran dengan sikap Zahra yg sangat berbeda seratus delapanpuluh derajat dengan tadi pagi saat zahra istirahat dan murung diatas kasur tipis miliknya. Padahal biasanya, gadis pemilik mata hazel itu kalau sudah sedih bisa sampai seharian mogok makan dan tak mau bicara, dan lebih memilih untuk mengahafal nadhom 'imrithy nya. Itulah pelarian kesedihan zahra. Nadhom 'imrithy adalah suatu nadhom yang menerangkan tentang ilmu nahwu dan shorof. Ilmu ini jarang sekali didapatkan diluar pesantren atau sekolah keislaman. Dan Zahra adalah salah satu penggila ilmu itu.
Waktu menunjukkan pukul 16.30 wib. Itu berarti jam pelajaran ilmu manthiq bersama ustazd jumaidi telah selesai. Saatnya para santri kembali ke kamar lalu makan. Humaira yg sejak tadi memperhatikan zahra merasa kebingungan. Ada apa dengan sahabatnya ini ? Waktu pelajaranpun, zahra sibuk dengan pen dan bukunya. Tidak biasanya sang sahabat seperti itu. Zahra bukan anak pendiam. Bahkan, kalau dia sudah berbicara dengan hati sumringah, bisa-bisa perkataannya tanpa koma dan tanpa jeda. Bagaimana tidak bingung yg diajak bicara.
"Zahra, ente dari tadi kenapa to kok senyam senyum sendiri dan tidak memperhatikan pelajaran dari pak jumaidi ? Ente kesambet apaan ?" Tanya Humaira yg merasa aneh dengan sikap sahabatnya itu.
"Mairaku sayaangg, cintaa, yang cantik jelita, hari ini ana seneng banget. So, wajar kan kalo ana senyum-senyum sendiri. Ente tau gak kenapa ana seneng banget ?" Jawab zahra dengan menaik turunkan alisnya serta berjalan mundur didepan maira. Mereka bersahabat sejak TK. Padahal pribadi mereka sangat bertolak belakang. Maira dengan segala kelembutan dan keanggunannya. Beda dengan zahra yg nampak lebih tomboy daripada Maira. Namun, perbedaan itu tak lantas membentang jarak diantara mereka.
"Pasti abis ketemu Rendra ya ?" Maira tau persis siapa laki-laki yg disukai Zahra selama ini. Yaitu Rendra, kakak dari Rara, anak kelas tujuh di sekolah mereka.
"Ih, ente kok suudzon aja sih." Tukas Zahra sambil memajukan bibirnya beberapa senti "tapi emang iya sih hehe" lanjut Zahra dan menampilkan sederet gigi gingsulnya yg putih.
"Dia udah liburan emang ra ? Kok udah kesini aja ?" Tanya maira heran yg memang Rendra juga mesantren seperti mereka. Tpi kok sudah bisa kesini jengukin adiknya.
"Enggak. Dia belum liburan mai. Dia mampir pulang sebentar abis dari undangan tilawah di kampung sebelah. Terus dia ngomong kalo ntar aku wisuda dia mau kesini" zahra menjawabnya dg antusias dan senyum yg tak pernah pudar. Maira hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya itu.
Maira paham betul, jika zahra hanya berani mencintai Rendra secara diam-diam. Tak pernah terbesit sekalipun dalam benak Zahra untuk mengungkapkan perasaannya. Dia memang bukan gadis pendiam, tapi Zahra cukup paham akan aturan-aturan dalam islam. Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan seorang wanita dalam agama. Masa dia harus menjatuhkan harga diri dengan menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Andaikan Rendra tidak mempunyai perasaan yg sama bagaimana ? Bisa malu tujuh turunan Zahra. Walaupun hanya sebagai scret admirer, Zahra tidak pernah dengan sengaja membayangkan sosok Rendra dalam fikirannya. Ia tahu, kalau itu termasuk zina fikiran yg akan berdampak pada hafalannya. Konon katanya, jika seseorang sedang menimba ilmu dilarang untuk bermaksiat. Bahkan melihat lawan jenis sekalipun, tidak boleh. Karna itu akan mencemari ilmu yg dia dapatkan. Bagi para penghafal juga akan lebih sulit menghafalkan jika dibarengi dengan kemaksiatan. Itulah mengapa zahra tidak mau pacaran sampai tiba saatnya nanti suatu proses yang akan menyatukan mereka dalam kehalalan.🖤🖤🖤
"Zahra.. ada ummi ente tuh" ucap salah satu teman sekamar Zahra. Zahra yg sedang menyalin tulisan pelajaran.pun kaget. Pasalnya ini memang bukan waktunya dijenguk. Kenapa tiba-tiba ummi.nya itu datang kemari ? Selama tujuh tahun zahra mesantren, baru kali ini umminya mengunjungi tidak tepat pada tanggalnya.
"Ummi ? Ummi khadijah binti sulaeman ?" Tanya zahra sambil menunjuk dirinya sendiri memakai pulpen.
"Iya lah zahraaa. Umminya siapa lagi ? Cepetan kesana ih. Kasihan ummi kamu nunggu tuh" gadis itu lalu pergi meninggalkan Zahra yg masih terbengong-bengong. Kejutan apa kali ini yg akan diberikan ummi kepadanya.
Zahra segera membereskan buku-buku dan kitab-kitabnya. Ditumpuk menjadi satu lalu ia letakkan di atas lokernya. Dengan cepat ia menuruni tangga dan melihat ummiya tengah berbincang-bincang dengan Bu Hafsoh, istri dari Kiyai Ali, pengasuh pesantren Darul 'ilmi yg ia huni. Keluarga zahra termasuk keluarga yg mempunyai hubungan baik dengan kiyai Ali. Itu dikarnakan, kakek zahra yg juga memiliki pesantren di Tuban. Sedangkan Zahra, dipesantrenkan di Lamongan. Jika liburan, Zahra akan pulang ke Rumah pamannya yg di Lamongan jika ummi dan abi belum menjemputnya. Sambil menunggu umminya selesai, zahra duduk disamping tiang Fatimah zone atau komplek fatimah sembari menghafalkan nadhom 'imrithynya.
Saat mendapati putri sulungnya sudah dusuk disamping tiang, Bu Khadijahpun bergegas mendatanginya, setelah berpamitan dengan Bu Nyai Hafsoh.
"Sayang" seru bu khadijah lembut sekali.
"Ummiii" zahra mengambil tangan bu khadijah lalu mencium punggungnya dan menghuyungkan tubuhnya kedalam pelukan ummy tercintanya itu. "Ummy kok tiba-tiba kesini sih ? Kan belum tanggalnya zahra dijenguk ?" Lanjut zahra saat selesai puas memeluk tubuh malaikatnya itu.
"Iya nduk, tadi ummy sekalian mampir kesini. Soalnya Ummy sama Aby habis kondangan di kampung sumberejo. Kan ummy juga kangen sama princessnya ummy. Jadinya yah, ummy maksa Aby buat kesini deh" jelas Bu khadijah. Sambil menangkup pipi chubby putrinya itu.
Mereka berbincang hanya berdua, dikarnakan Aby.nya Zahra memilih untuk menemui Pak Kiyai Ali di Rumahnya. Cukup lama mereka bercerita. Hingga akhirnya ponsel Bu khadijah berbunyi, tanda ada pesan masuk. Bu khadijah membukanya, ternyata itu dari sang suami yg mengajak pulang, dikarnakan waktu yg juga sudah sore. Zahra kembali memeluk Bu khadijah dengan penuh rasa cinta. Tiada tempat ternyaman kecuali dalam pelukan ummynya itu.
Seusai Bu Khadijah berpamitan, Zahra kembali ke kamarnya dengan menenteng dua kresek yang berisi jajanan dan buah-buahan yg sengaja dibelikan oleh umminya. Tanpa menunggu lama, sesampainya zahra di kamar dengan ngos-ngosan, ia mengajak teman-temannya untuk memakan jajan tersebut. Itu memang sudah menjadi tradisi santri untuk saling berbagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surgaku rapuh
Romance"Jangan mencintai seseorang yg tak mencintai Allah. Jika Allah saja ia tinggalkan. Apalagi kamu ?" (Imam Syafi'i) Ijinkan kutata surgaku. biarkan ku raup kepingan-kepingan surga yg telah kuhempaskan jauh. Sungguh, aku sakit. Melihat surga yg menanti...