Tak saling memahami

37 3 0
                                    

Berulang kali Zahra melihat jalanan melalui jendela kamarnya. Ia resah, karna seseorang yg ia tunggu tak kunjung datang. Padahal orang itu telah berjanji kepada Zahra bahwa akan mampir ke Pesantrennya pukul 15.00 wib sebelum ia berangkat ke Kalimantan. Iya, Rendra. Dialah seseorang yg tengah ditunggu Zahra dengan harap-harap cemas. Zahra hanya ingin melihat sosok lelaki yg ia cintai terakhir kali sebelum mereka berpisah. Walaupun Zahra tak tahu apakah Rendra mempunyai perasaan yg sama dengannya atau tidak. Namun satu yg pasti, rasa cintanya kepada Rendra ada dihati. Terbalas ataupun tidak, itu Taqdir Allah.

Sama dengan Zahra yg memandangi jendela dengan cemas, Rendra disebrang sana.pun tengah gelisah. Keberangkatannya tinggal limabelas menit lagi. Tetapi, ia tak mempunyai keberanian untuk mendatangi wanita pengisi hatinya itu. Rendra hanya memandangi Zahra dari jauh. Terlihat jelas dinetranya bahwa zahra sangat mengharapkan kehadirannya. Tapi, lagi dan lagi. Status Zahra di akun facebooknya membuat Rendra memilih mundur. Bagaimana tidak, nama yg selalu ada di status pujaan hatinya itu adalah seorang gus. Anak kiyai. Entah kiyai darimana ia.pun tak tahu. Yang ia ketahui hanya hatinya tengah terluka. Jatuh ke jurang yg paling dalam. Rendra hanya menitipkan sebuah bingkisan kecil kepada Noval, teman lamanya yang juga satu pesantren dengan Zahra. Tak berapa lama, sebuah mobil kijang innova menjemputnya. Rendra hanya bisa memandangi Zahra yg kini semakin jauh dan perlahan hilang ditelan jalanan.

Kriing kriing kriiing
Bel berbunyi nyaring tiga kali. Itu menandakan bahwa semua santri sudah harus siap-siap berangkat ke musholla untuk jamaah. Dengan wajah lesu, zahra melangkahkan kakinya menuju musholla. Kalimat istighfar tak pernah luput dari mulutnya. Dadanya terasa sesak sekali. Ia ingin menangis. Zahra ingin bercerita kepada Humaira dan Asiyah. Tp, kedua sahabatnya itu sudah pulang karna harus mensirvei pondok selanjutnya yg akan mereka huni. Sedangkan Zahra, dia masih belum jelas mau meneruskan kemana. Pak Mubarok.pun tak membuka suara soal kelanjutan sekolah Zahra. Jadi, Zahra mengira bahwa ia akan meneruskan di Darul 'ilmi tanpa bersekolah.

Lampu sudah dimatikan, itu tandanya sholat jamaah akan segera dimulai. Yg mengimami adalah Gus Ibad. Putra tunggal dari Kiyai Ali dan Bunyai Hafsoh. Lantunan ayat-ayat Al-qur'an terdengar merdu ditelinga dari imam satu itu. Hati Zahra semakin menjerit. Mengingat kepergian Rendra dengan janji yg tak ia tepati.

Usai sholat dan dzikir, para santri putri mengaji. Sedangkan santri putra kursus bahasa inggris. Kegiatan mereka selalu terpisah. Walau mereka berada pada satu atap yang sama.

"Zahra" panggil noval berbisik agar tak ketahuan ustadz dan ustadzah pondok.

Zahra mencari asal suara yg memanggil namanya itu, clingak clinguk, zahra malah menabrak ustadzah Afa yang terkenal kejam dan judesnya maa syaa Allah.

"Astaghfirullah.. maaf ustadzah maaf. Zahra tidak sengaja" zahra yanh sangat panik pun mengatakannya dengan sedikit gugup.

"Iya" ustadzah Affa pun berlalu tanpa senyum.

"Hei zahra. Ane disini. Ane Noval." Sambil melambai-lambaikan tangannya dibalik sound musholla.

"Eh noval. Ada apa ?" Zahra yg juga berkata sambil berbisik langsung mendatangi tempat lelaki itu berdiri.

"Ini ada titipan kemarin dari Rendra" seraya menyodorkan sebuah bingkisan. Zahra yang semulanya sendu menjadi sumringah. Binar kebahagiaan dimatanya nampak sangat jelas.

"Makasih ya val. Dia udah berangkat ?"

"Udah tadi sore. Udah dulu ya. Ane takut ketahuan pak ustazd"

"Oke deh. Thanks ya"

Mereka kembali ke tempat masing-masing. Zahra tidak sabar untuk segera membuka bingkisan itu. Setelah kemarin wisuda Rendra memberinya sebuah gamis berwarna pink baby dengan varian warna hijau tosca, sangat anggun saat dipakai Zahra.

Surgaku rapuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang