My Girl Nina
Nina namanya, seorang gadis berwajah oriental yang selalu membuatku terpana melihatnya. Dia sering memanggilku "Rio" sambil tersenyum. Aku memang baru mengenalnya, tapi dia begitu istimewa, sampai aku tidak bisa bayangkan betapa aku menyukainya.
Sifatnya periang dan selalu membuatku tertawa itu benar-benar membuatku seakan dekat sekali dengannya, entah kapan aku mulai bersahabat dengannya. Aku sadar nggak gampang untuk membuat hatinya luluh kepadaku, bahkan sahabatnya Arif pun menyukainya juga. Aku tak mengerti, apa yang harus ku lakukan?, tapi aku optimis untuk tidak menyerah.
"Rif, apakah kamu melihat Rio?" Tanya Nina.
"Aku tidak melihatnya," balas Arif sambil memegang kertas gorengan, "mungkin ada di kantin."
"Oke, terimakasih Arif" kata Nina tersenyum.
Nina mencariku ke kantin, karena memang di situlah aku. Expresi wajah Nina yang begitu cemas bisa kulihat dari kejauhan menuju kantin, Akhirnya aku memanggil duluan.
"Nina...Nina..."
Nina pun membalikkan badannya dan merespon panggilanku.
"Huh, kamu ini. kemana aja? Aku mencarimu" kata Nina dengan nafasnya yang tersengal-sengal.
"Ada apa Nin? Kok tumben mencariku?" Tanyaku terheran-heran.
"Oh, kok di bilang Tumben sih? Aku mencarimu karena tugas kamu belum selesai," Jawab Nina sambil mengatur nafasnya, "Oh, ya Ri, tadi pacar kamu ke kelas dan menanyakanmu."
"What? Reka mencariku?" Tanyaku kaget.
"Ya, tadi dia itu menanyakanmu sambil menatapku sinis. Ada apa dengan hubunganmu Ri?"
"Oh tak apa, Nin."
"Ayo mengakulah, kita ini bersahabat, hampir 1 tahun lagi. Kamu bisa cerita ke aku ataupun Arif" kata Nina dengan senyumnya yang membuatku seakan terbang.
"Ya, nanti aku akan cerita semuanya."
"Oke, kalau begitu, kita ke kelas yukkkk..."
Aku pun mengiyakan ajakan Nina itu, dan pergi ke kelasku X-H di daerah atas. Sesampainya di kelas, aku duduk di sebelah Arif. Arif pun bertanya, "Woy, tadi Nina nanyain kamu ke aku. Apakah udah ketemu dengan Nina?."
"Sudah kok, baru saja" jawabku singkat.
"Bisa-bisa aku kalah nih denganmu," kata Arif sambil mengeluarkan buku tulisnya, "kamu udah dapat satu point."
"Ah...sudahlah, nanti aja kita bicarakan soal siapa yang dapat Nina. Kita belajar aja dulu, mumpung lagi pelajaran kesukaan aku nih."
"Oh, oke, seperti biasa tulis yang punya aku juga."
"Ya, Raden Arif."
Suasana kelas menjadi Hening, ketika semua siswa sibuk mengerjakan tugas Individu dari guru bahasa jerman. Aku yang biasanya malas, kini berubah menjadi rajin. Aku pun berpikir mengapa nggak dari dulu aja aku begini? Terus mengapa aku harus sadar sekarang?. Yang jelas, kini aku berubah menjadi sosok laki-laki yang bisa di banggakan oleh ibu, bapak dan Nina tentunya.
Aku tak mengerti sampai saat ini mengapa aku begitu menyukainya, bahkan orang yang lebih tua pun tak mengerti. Apa yang seharusnya aku perbuat? Karena, aku masih terikat oleh seseorang bernama Reka. Aku berpacaran dengan Reka saat lulus SMP dan aku tak menyangka bisa satu sekolah lagi dengannya, bahkan bukan aku yang menyatakan perasaan ini melainkan gadis itu.
Nina, aku dan Arif memang sangat dekat sejak kami memasuki kelas 9. Tak menyangka aku bisa satu sekolah bahkan sekelas lagi dengan mereka. Dan aku sangat bersyukur tidak sekelas dengan gadis berbadan kurus itu yang kini masih menjadi pacarku. Aku bahagia bisa sekelas dengan Nina yang periang dan selalu membuat hatiku tenang.