"Cek mulmed ada cecan." -Kena
---------
“Cinta sama bego, beda tipis.”
---------
Kaki nya mulai berlari kecil di sepanjang koridor kelas. Sesekali ia melirik jam tangan nya. Rambutnya yang ia kuncir asal namun tetap terlihat cantik saat rambutnya terayun.
Ia mengintip di depan pintu kelas nya, ia berharap kali ini nenek moyang nya sedang bersama dengan nya dan menyelamatkan dirinya dari Pak Tora, guru kimia terkiler sepanjang masa.
Alkena Metana, gadis yang mempunyai nama unik, yang biasa di sapa Kena itu sangat bersyukur tujuh turunan, tujuh tanjakan, tiga tikungan, lima belas polisi tidur, dua puluh lobang, lima belokan, Pak Tora belum masuk kelas. Kata terima kasih ia ucapkan di dalam hati kepada nenek moyang nya.
Lalu secepat kilat ia sudah duduk di bangku nya. Dengan dasi yang belum terikat, rambut yang di kuncir asal, baju yang belum di masukan, membuat penampilan nya mirip dengan bad girl.
"Untung lo yah, Pak Tora belum masuk. Kalau udah? bakalan skak lo di hukum di tengah lapangan sambil hormat terus nyanyi lagu Indonesia Raya, belum lagi lo juga pasti di liatin sama banyak orang."
"Kain flannel, udah deh, bisa gak sih gak ngoceh sehari aja? Tau sendiri tuh di perempatan macet." Keluh nya. "Sama kaya hati doi, macet mulu. Gamau ngasih gue jalan sedikit buat masuk ke hati nya." Lanjutnya sedikit memelas di akhir.
Flanel Chiffon, cewek blasteran Medan-Betawi dan dia salah satu teman teribet di bandingkan dengan Jersey Chasmere cewek blasteran Jambi-Medan dan Lycra Perca cewek blasteran Jawa-Belanda. Sementara kena hanya blasteran lokal sama seperti Jersey dan Flanel, yaitu Tegal.
"Tau lo, diem bisa enggak? Kena ini kan yang telat." Kata Jersey sambil membenarkan cepolan rambut nya.
"Kalau lu gak telat tuh rasanya kayak kuntilanak tanpa hi hi hi." Ucap Lycra sambil menahan tawa.
"Diem lo cerme!" Lycra memang sudah sering di panggil dengan sebutan itu oleh Kena. Karna kata nya, kalau Chasmere itu terlalu ribet. Entah orangtua nya mengidam apa sampai membuat nama seperti itu.
Tak ada lagi suara yang mengejek nya pagi ini. Baju dan penampilan nya kini sudah terlihat lebih baik dari sebelum nya. Mata nya melirik seseorang yang memang ia suka dari awal. Tapi yang di tatap nya justru malah tidak mengindahkan dirinya. Bahkan untuk sekedar menoleh pun tidak.
Ya mungkin seperti ini lah yang di sebut pengagum dalam diam. Mungkin.
"Tadi dia liatin lo kok, Ken." Senggol Jersey yang memang satu meja dengan nya. "Tapi sebentar, abis itu dia ngalihin pandangan lagi. Udah deh, dia sok cool gitu masih aja lo suka." Lanjutnya.
Kena tersadar atas ucapan Jersey tadi. Ia menghela nafas sambil memutarkan kedua bola mata nya. "Lo tau apa si tentang dia?. Atau lo, jangan-jangan suka sama dia?"
"Lo gila ya?! Gue kalau suka sama cowo tuh milih-milih kali, Ken. Bukan model kaya si Zero Alatas!"
"Yayaya terserah lo aja ya." Ucap Kena, lalu pandangan nya kembali terfokus pada Zero, lelaki yang ia suka sejak awal bertemu dengan Zero di mini market.
Bagi nya, Zero adalah sesuatu yang sampai kapan pun tidak bisa ia genggam. Tapi ia percaya takdir. Mungkin suatu saat nanti ia lah yang akan Zero pikirkan sebelum tidur. Menjadi salah satu bagian yang terpenting di hidup Zero. Mungkin.
Khayalan seketika bubar saat ia mendapati guru terkiler sepanjang masa itu menghampiri dirinya sambil menjewer telinga Kena.
Sakit nya sih engga seberapa. Malu nya itu loh sampai ke ubun-ubun.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARE U REAL?
Teen FictionMereka di pertemukan, di kota yang berbeda, dengan jarak puluhan kilometer, yang selalu di uji dengan masalah yang berbeda. Dipo adalah salah satu alasan Kena untuk tetap sabar dengan jarak, dan ocehan orang lain tentang hubungan nya. "Dia enggak ny...