"Kamu.. Haer..yunisa.. Qys..tira." Panggil seseorang kakak kelas.
"Iya kak." Aku langsung berdiri.
"Perkenalkan dirimu." Suruhnya.
"Oh iya. Namaku Haeryunisa Qystira. Kalian boleh memanggilku Yuni." Aku memperkenalkan diri di depan kelas dan langsung kembali duduk di tempat dudukku.
Aku berencana mengubah nama panggilanku, saat aku sekolah dasar dan menengah pertama aku biasa dipanggil Qysti, tapi aku menggantinya karena aku ingin melupakan masa sekolah dasarku yang selalu membuatku terpuruk. Aku tidak ingin mengingat bahwa sekitar 8 tahun lalu seorang sahabatku...
"Hai Yuni. Perkenalkan aku Faeri Pramasta. Kamu boleh memanggilku Faeri." Lamunanku terhenti, aku hampir tersentak kaget mendengar suara seorang laki-laki yang duduk bersebelahan denganku itu.
Siapa dia? Orang yang baru pertama kali bertemu denganku namun sudah mengingatkanku mengenai 'kejadian itu' di saat aku sedang berusaha melupakannya.
"Oh iya. Hai Faey. Eh, maksudku Faeri." Aku memaksakan diriku sadar dari lamunanku agar tidak menimbulkan kecurigaan. Namun aku malah merasa malu karena salah menyebut namanya. Mungkin aku masih setengah sadar dari lamunanku. Tapi untungnya dia langsung menanggapi dengan baik.
"Oh iya, tidak apa-apa kamu boleh memanggilku seperti itu." Dia membalas perkataanku, berhasil mengurangi rasa maluku. Aku tersenyum malu tidak sanggup memperlihatkan wajah. Setelah beberapa saat dia kembali berbicara kepadaku.
"Baiklah, kamu memanggilku Faey, namun sekarang giliranku. Aku akan memanggilmu.... Qysti!! Bagaimana? Sudahlah, pasti kamu setuju. Mulai sekarang aku akan memanggilmu Qysti!" Tambahnya sedikit memaksa.
Qysti? Kenapa harus Qysti? Maksudku, dari semua permutasi huruf dalam namaku, kenapa dia memilih Qysti? Aku rasa lelaki ini semakin membuatku mengingat 'kejadian itu' dan itu membuatku kesal padanya.
Belum sempat aku menolak, dia sudah pergi memperkenalkan diri di depan kelas-- aku bahkan tidak mendengar kalau namanya dipanggil. Dan itu artinya secara tidak langsung dia telah maksaku menerima panggilan "Qysti". Bagaimana aku tidak kesal, di hari pertama masuk sekolah menengah atas, hari pertama aku bertemu dengannya, dia sudah seperti berusaha memaksaku. Bahkan dia memanggilku dengan sebutan nama yang tidak aku sukai. Aku rasa aku tidak ingin berada dekat darinya.
Dilihat dari gaya berpakaiannya dan cara berbicaranya, dia seperti orang yang baik, memiliki sifat kepemimpinan dan memiliki percaya diri yang tinggi. Pantas saja dia langsung "sok akrab" denganku. Namun fakta itu tidak akan bisa mengurangi sedikitpun rasa kesalku padanya.
☆星☆
"Hai Yuni.".. "Halo." .. "Hei Yuni."
Banyak orang yang menyapaku di kantin, tetapi aku tetap duduk sendiri menikmati santapan siangku hari ini sembari sesekali tersenyum, membungkukkan badan dan membalas sapaan orang lain. Tetapi aku tetap menikmati suasana tersebut. Sampai akhirnya ada suara yang mengganggu ketenanganku."Hai Qysti!!"
Teriakan yang sudah terdengar dari jauh dan tentu saja sudah aku kenali siapa pemilik suara tersebut. Dari jauh saja dia sudah meneriaki namaku, bikin malu saja. Aku tidak menoleh sama sekali. Aku tidak peduli dengannya dan seperi tadi pagi, aku tidak ingin berada dekat dengannya. Aah, kurasa dia akan merusak makan siangku hari ini.
"Cepat bantu aku." Dia berbicara padaku saat jarak sudah semakin rapat.
Karena aku tidak tega mengabaikannya,-- sekarang juga kan hari pertama kami bertemu, jadi kurasa aku setidaknya harus bersikap sedikit ramah padanya-- aku menoleh padanya. Saat aku lihat, dia sedang kerepotan membawa dua mangkuk mie ayam dan dua gelas jus alpukat.
Refleks saja tanganku membantunya menaruh barang bawaannya itu ke atas meja yang ada di depanku. Setelah semua di atas meja, aku baru sadar mungkin aku melakukan sebuah kesalahan. Benar seperti dugaanku sebelumnya, dengan enak dia langsung duduk di depanku dan menyendok mie ayamnya. Aku menatapnya seperti tidak percaya. Apa yang dia pikirkan? Apa dia tidak merasa malu?
Merasa ada yang menatapnya, lelaki itu langsung menoleh padaku. Mulutnya tersenyum manis-- aku baru melihatnya tersenyum tulus-- sembari tetap mengunyah mie yang masih banyak di dalam mulutnya.
"Ayo, silahkan dimakan." Ucapnya setelah dia menelan habis mienya. Namun kalimat yang dilontarkannya itu semakin membuatku kesal. Sudah tidak tahan dengannya, lantas saja aku langsung berdiri dan melangkah pergi meninggalkannya sendiri.
Belum sempat kakiku melangkah, tangannya menarik tanganku sampai aku terduduk kembali di kursiku sebelumnya-- tenaganya yang kuat tidak bisa aku kalahkan. Aku yakin saat ini pasti bola mataku berputar, tanda bahwa aku sedang kesal.
"Kamu mau kemana? Aku sudah repot-repot membelikan ini, membawanya jauh dari sana untukmu, Qysti. Ayo makan, barusan kamu hanya makan sandwich kecil kan? Aku tahu itu." Faey memaksaku la-gi. Sekarang aku merasa sedikit malu, bagaimana dia bisa tahu kalau aku hanya makan sandwich?
Aku diam sejenak. Tetapi kalau dipikirkan kembali, dia memang benar, tidak baik juga apabila makanan ini dibuang sedangkan dia telah membelikannya untukku, dan membawanya jauh dari ujung kantin, apalagi aku sadar bahwa makanan yang aku makan tadi memang tidak cukup untukku.
"Baiklah aku makan." Sangat malu aku mengatakannya dan dengan wajah seperti orang yang terpaksa walaupun aku merasa cukup senang mendapat makanan gratis.
"Iya. Aku tahu kamu juga sedang lapar." Katanya membuatku kesal. Mataku menatapnya tajam. Dia langsung tertawa.
"Iya. Maafkan aku. Aku hanya bercanda. Kamu sangat lucu." Aku sangat malas membalas perkataannya itu. Aku memilih memakan mie ayam dengan tenang.
Rasanya enak sekali setelah makan mie ayam pemberian Faey tadi. Mungkin karena aku sedang lapar atau mie ayam disini memang enak-- aku baru mencoba mie ayam di sini karena ini hari pertamaku sekolah di sini-- atau bahkan karena sudah lama aku makan di kantin sendirian. Walaupun banyak orang memuji kecantikanku, tetapi tetap saja aku lebih senang apabila duduk sendiri. Aku merasa belum ada orang yang cocok menemaniku setelahnya.
"Pasti sekarang rasanya sudah kenyang ya."
Perkataannya terdengar seperti ejekan. Tetapi bibirku refleks tersenyum, mungkin karena suasana hatiku sedang baik-- jarang-jarang juga ada orang yang ingin mentraktirku makan.
"Karena ini hari pertemuan pertama kita, aku mentraktirmu makanan ini. Ini tidak setiap hari." Perkataannya seperti ditegaskan pada kalimat akhirnya.
"Tapi aku tidak keberatan kalau seperti ini setiap hari." Perkataanku sembari tertawa.
"Ya, tentu saja! Akulah yang keberatan!" Balasnya tertawa.
"Tetapi, terimakasih ya untuk makanannya." Ucapku berterimakasih.
"Iya, tidak apa-apa kalau hanya sekali." Jawabnya yang kemudian kami berdua tertawa bersama.
Pembicaraan-pembicaraan ringan seperti itulah yang membuat aku tidak terlalu canggung kepadanya lagi. Aku bahkan tidak pernah menyangka dengan seporsi makan siang--gratis-- dapat membuat kami semakin dekat dan akrab. Aku merasa tidak kehabisan topik pembicaraan dengannya. Ini pertama kalinya aku menghabiskan seluruh waktu istirahat makan siangku di kantin bersama orang lain yang menemaniku. Begitulah, sampai bel masuk berbunyi, membawa kami masuk ke kelas kami.
![](https://img.wattpad.com/cover/150960552-288-k428133.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight [On Wattys 2018 Longlist]
Novela Juvenil"Aku baru mengetahui arti cahaya bagi bintang serta bintang bagi malam dan sekarang aku kehilangan mereka." - Qysti . Aku Haeryunisa Qystira. Semenjak kepergian sahabatku, aku menjadi seseorang yang pendiam. Hidupku gelap seperti langit di malam har...