Renan Salaga Adhiyasta

262 21 7
                                    

Duarrr....

Seluruh orang yang sedang berada di area SMA Husada tersentak kaget saat mendengar suara yang memekakkan telinga. Tanah yang mereka pijak sekarang terasa sedikit bergetar. Satu-dua siswa mulai sibuk berlindung di bawah meja, mengira bahwa suara itu merupakan bom mengingat belakangan marak kasus peledakan bom di mana-mana.

Para guru menenangkan siswa-siswinya yang sibuk menyelamatkan diri. Bahkan ada beberapa anak yang panik kemudian berlari keluar kelas.

Semua orang sibuk, kecuali satu murid perempuan yang kini mendengus sebal di bangkunya. Ia sama sekali tidak terpengaruh keributan di kelasnya.

Dalam sekali gerakan ia menggeser bangkunya sehingga menimbulkan suara berdecit yang sedikit menganggu pendengaran. Ia kemudian berjalan keluar kelas dengan langkah lebar, tidak memperdulikan banyak pasang mata yang menatapnya heran.

"Renan, lo nggak akan selamat hari ini!" perempuan itu berseru cukup keras sehingga membuat beberapa siswa yang mendengarnya mengernyitkan kening.

Tidak sabar hanya berjalan, perempuan itu kemudian berlari cepat melewati koridor sekolah yang panjang kemudian ia berhenti di taman belakang sekolah. Benar dugaannya, orang yang ia cari kini tengah tersenyum lebar mengagumi hasil karyanya.

"Wah gila, bro. Niat banget lo buatnya."

Dua orang laki-laki jongkok di tengah taman, di sekitar mereka berserakan banyak kertas kecil dengan bentuk tidak beraturan. Satu laki-laki memainkan korek api di tangannya. Sesekali ia menghidupkannya kemudian mematikannya lagi. Di depan mereka ada petasan cukup besar yang terbuat dari kertas.

"RENAN!!!"

Orang yang dipanggil menoleh lalu menghela napas saat melihat siapa yang memanggilnya.

"Si Jaelangkung ganggu aja ya," Renan berdecak, ia menatap kasihan petasan di depannya, padahal sebentar lagi ia berencana akan menyalakan sumbunya. "LARI, TAM!!"

Mata perempuan itu melotot saat melihat kedua laki-laki yang menjadi targetnya berlari cepat meninggalkannya.

"RENAN! TAMA! BERHENTI!!"

Perempuan itu mengejar dengan sekuat tenaga. Ia berdecak kesal, menyesal tadi tidak langsung menerkam mereka. Berbanding terbalik dengan perempuan yang sedang mengejar mereka, Renan dan Tama tertawa lebar sambil sesekali menengok ke belakang sambil memeletkan lidah.

Setelah melewati taman sekolah yang cukup luas, Renan dan Tama sampai di depan tembok belakang sekolah, satu-satunya tempat yang mereka jadikan pintu keluar untuk membolos. Padahal di tembok itu sudah ada kawat berduri, namun dasar anak badung, mereka memotong satu meter kawat berduri itu sehingga bisa digunakan untuk melarikan diri.

Tidak ada tangga atau pun barang yang lain untuk memudahkan mereka memanjat. Renan dan Tama terbiasa melompati tembok yang cukup tinggi itu hanya dengan bermodalkan bayangan indahnya membolos.

Tama melompat terlebih dahulu, sedangkan Renan tidak bisa berhenti menoleh selagi menunggu Tama. "Cepetan elah, Tam. Keburu Si Jae datang."

"Bentar. Kaki gue masih sakit gara-gara kemarin ketendang waktu maen futsal," Tama masih menjawab meski sekarang ia kesusahan menggapai puncak tembok.

Dengan buru-buru Renan mengangangkat kaki Tama sehingga Tama bisa lebih cepat. Setelah Tama tidak lagi terlihat, Renan segera melompat dan menggapai puncak tembok. Namun saat hendak menaikkan kakinya, ia merasakan kakinya ditahan oleh seseorang.

"Turun nggak lo?!"

"Astagfirullah.. Lo ngapain nyembah-nyembah gue?!"

Perempuan yang memgang kaki Renan mendengus kemudian menarik kaki Renan hingga membuat pegangan tangannya menguat.

You Are The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang