Rasya dan Satria

159 23 6
                                    

Senyum lebar nan sumringah tercetak di bibir Vania sore ini. Udara terasa sangat segar setelah satu jam yang lalu hujan mengguyur kota. Tangan kanannya terayun sehingga banda di tangannya juga ikut bergerak ke depan-belakang. Sesekali ia menyapa tetangganya yang kebetulan sedang berada di teras rumah untuk menikmati sore yang tidak terlalu terik.

Rumah dengan gaya mediterania dengan air mancur di halaman rumahnya menjadi tujuan Vania sore ini. Sejak mendapat perintah dari mamanya untuk mengantar kue kering ke rumah itu membuat dadanya bergemuruh tidak karuan. Siapa lagi yang bisa membuat Vania yang manis berubah menjadi seperti pengemis cinta? Renan jawabannya.

Ya, dunia Vania yang berputar pada Renan. Semua yang menyangkut Renan pasti akan membuat hatinya menghangat. Bahkan pernah satu kali Vania pagi-pagi buta mengendap-endap ke kelas Renan hanya untuk mencuri satu pulpen Renan yang memang sengaja ia tinggal. Vania melompat senang saat menemukan bolpen dengan merk Standart berwarna hitam di laci meja Renan. Vania tidak tahu saja bahwa pulpen itu adalah satu dari sekian benda hasil curian dan rampasan Renan dari teman-teman cewek kelasnya.

"Kak Renan kira-kira lagi di ru—akh!!" bayangan Vania akan Renan terputus saat ia merasakan celana dan kausnya basah hingga menembus kulit, membuatnya bergidik. Segera ia membalikkan badan hanya untuk melihat pengendara motor ugal-ugalan yang membuat bajunya terkena cipratan dari genangan air, sudah berlalu.

"B 7913 CL. Lihat aja kalau ketemu nanti!" Vania menggeram kesal, menghapal dalam hati plat nomor pengendara yang apa pun alasannya harus ia beri pelajaran. "Yah aduh, masa gue nggak jadi ke rumah Kak Renan?" Vania mencebikkan bibirnya, kekesalannya pada pengendara ugal-ugalan tadi bertambah dua kali lipat.

"Vania?"

Mendengar suara yang tidak asing itu membuat Vania menoleh. Di depannya kini seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik dan fresh tengah tersenyum hangat saat mengetahui ia tidak salah memanggil orang.

"E-eh, Tante Maya." Vania tersenyum kikuk, memikirkan tentang penampilannya saat ini yang mungkin akan mengurangi poinnya di mata camer—menurut khayalan Vania.

"Kamu mau kemana?"

Vania menggaruk pipinya yang tidak gatal, bingung mau menjelaskan bagaimana. "Ini, Tan, kue dari Mama."

Mata Maya berbinar menerima kotak kue dari Vania. Mama Vania yang merupakan pemilik toko kue yang cukup terkenal di kotanya membuat Maya tidak perlu meragukan rasa kue yang diberikan Vania.

"Aduh, mama kamu sukanya repot-repot ya, Tante jadi nggak enak. Eh, yuk main ke rumah Tante, Renan baru aja pulang loh."

Senyum Vania otomatis mengembang saat nama Renan disebut. Namun sedetik kemudian ia kembali teringat pakaiannya kini yang tidak berbentuk. "Lain kali aja deh, Tan. Baju Vania tadi habis kecipratan air."

Maya mengamati celana dan kaus Vania yang beberapa bagiannya terlihat basah. "Nggak kelihatan benget kok. Ayo nanti keburu Renan pergi lagi. Jarang-jarang kan itu anak mau diem di rumah."

Setelah berpikir dua detik, Vania akhirnya mengangguk sekali dengan wajah sumringah. Bodo amat soal bajunya, Renan juga tidak pernah menilai seseorang dari penampilan.

"Nah, Vania duduk dulu biar tante ambil minum."

Vania mengangguk, lantas duduk di sofa maroon di ruang tamu Maya. Sudah berkali-kali Vania memasuki ruang ini, namun tetap saja rasanya semakin menyenangkan tiap kali matanya menangkap foto balita yang tengah tersenyum cerah di pigura. Vania tersenyum, lantas berjalan untuk mengamati foto balita itu lebih dekat.

Inilah yang menjadi kebiasaan Vania saat berkunjung ke rumah Maya, tersenyum sambil mengusap bingkai foto Renan semasa kecil. Terkadang bahkan gemas sendiri saat melihat foto Renan kecil sedang menggembungkan pipinya atau foto Renan yang tengah menangis sehingga gigi depannya yang ompong satu terlihat begitu lucu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Are The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang