Sesuai Ekspektasi

167 19 3
                                    

Kalau bisa, Nesha ingin hari ini tidak pernah ada. Dari pagi tadi, Nesha berharap waktu berjalan lambat hingga acaranya siang ini tak kunjung menemuinya. Namun waktu adalah waktu. Nesha berseru tertahan saat mendengar bel panjang berbunyi nyaring. Rasanya ia ingin kabur saat ini. Membayangkan melihat wajah tengil Renan saja sukses membuatnya kehilangan semangat.

Berbanding terbalik dengan Nesha yang wajahnya tertekuk, Tania yang duduk di samping Nesha berseru girang saat mendengar bel yang seperti lagu paling indah baginya.

"Tan, lo mau pulang sekarang?"

Tania yang sedang membereskan buku di meja menoleh. Keningnya mengernyit mendengar pertanyaan aneh Nesha. "Nggak sih, gue rencananya mau bangun gedung dulu."

Nesha mendecak sebal, sahabatnya satu ini memang susah diajak serius. "Bodo amat ah. Ngomong sama lo berasa ngomong sama jerapah."

"Wihhh... Buyutnya jerapah ngambek."

Ada golok? Atau minimal garpulah, Nesha ingin mencincang orang saat ini.

Satu persatu anak mulai keluar kelas. Nesha menghela napas panjang. Mau tidak mau sebentar lagi ia akan bertatap muka dengan seseorang yang kalau bisa ia ingin hilangkan dari muka bumi. Tania sejak dua menit yang lalu sudah kabur karena suasana hati Nesha sepertinya sedang tidak baik. Daripada kena makian dan hinaan mulut pedas Nesha, lebih baik ia menyelamatkan diri terlebih dahulu sebelum terlambat.

Ini sudah sepuluh menit sejak bel pulang berbunyi, namun niat Nesha belum terkumpul juga. Ia mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di meja, menimang-nimang apa ia harus melarikan diri saja daripada menanggung hal gila akibat Renan.

Namun baru saja Nesha berniat untuk pulang dengan alasan sakit perut atau ada acara mendadak, dari jendela kelas, Renan terlihat sedang berjalan menuju ke kelasnya.

"Bu Mentor~"

"Audzubillahiminasyaitonirojim." Nesha spontan merapalkan doa saat suara Renan terdengar dari kejauhan. Ia memejamkan matanya, tidak sanggup untuk melihat makhluk jadi-jadian yang akan bersamanya sekitar satu jam ke depan.

Kepala Renan muncul di pintu kelas Nesha dengan senyum lebar. Wajah Renan yang bersemangat membuat Nesha mengela napas panjang.

"Wih, Bu Sosis kayaknya nggak sabar banget mau belajar bareng Zayn Malik."

Nesha menatap malas Renan.

"Eh malah diem-diem bae. Buruan,  Nes. Ngelihatin guenya nanti aja. Khusus buat lo gue diskon sepuluh persen deh." Renan nyengir lebar.

Nehsa mengesah panjang. Sungguh, kalau ada yang mau dijadikan tumbal untuk menggantikan dirinya, Nesha pasti akan merasa berhutang budi pada orang tersebut seumur hidupnya. Terserah orang itu mau membuatnya menjadi babunya sekalipun, Nesha ikhlas lahir batin daripada mengalami tekanan mental setiap kali bertemu dengan spesies paling aneh bernama Renan.

"Mau digendong?"

"Lo bisa nggak sih hari ini nggak buat gue kesel?!"

Renan mengerjapkan matanya lalu tersenyum manis—bagi Nesha terlihat seperti senyum iblis. "Iya."

Kata 'iya' yang diucapkan Renan malah membuat Nesha semakin was-was. Orang di depan Nesha kali ini sama sekali bukan tipe orang yang jika mengatakan 'iya' maka berarti iya, tapi 'iya' menurut definisi Renan bisa berarti banyak hal. Iya berarti tidak atau iya berarti ia akan melakukan hal yang dilarang Nesha dengan kadar yang lebih tinggi.

Dengan sedikit sewot, Nesha mengambil tasnya kemudian berjalan dengan langkah lebar menuju perpustakaan dengan Renan yang mengekor di belakangnya.

You Are The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang