Bab 4.

129 48 86
                                    


  Semilir angin berhembus menerpa wajah Kiriya dan Koisuke. Koisuke menatap Kiriya dengan tatapan lembut. Sedangkan Kiriya menatapnya dengan tatapan bingung.

  Sehelai daun mendarat di kepala Kiriya, lalu tangan Koisuke bergerak untuk mengambilnya. Dan ia menunjukkannya di depan wajah Kiriya.

   "Kau tau? Daun ini jatuh karna angin yang membawanya. Ia tidak tau tempat tujuannya. Ia hanya bergantung pada angin. Tapi saat angin itu telah pergi, daun pun jatuh tanpa arah. Ia hanya mendarat di tempat yang bahkan ia tidak inginkan. Dan daunpun menguning dan mengering." Koisuke memutar-mutar daun itu didepan wajah Kiriya.

   "Tapi, ia hanya bisa pasrah pada takdir. Ia pun berdiam diri ditempatnya tanpa bisa melakukan apapun. Dan hasilnya? Ia hanya remuk di-injak oleh manusia. Atau habis di makan oleh ulat. Tapi, ketika angin kembali datang. Daun itupun terbawa lagi oleh angin. Dan hal itupun terus terjadi secara berulang-ulang hingga daun itu habis." Koisuke pun berjalan mendekati pagar pembatas. Lalu melepaskan daun itu di sana. Membiarkan angin membawa daun itu. Lagi.

   "Aku tidak mengerti." Ucap Kiriya setelah lama terdiam. Otaknya sulit mencerna perkataan Koisuke. Apa makna dari perkataannya itu?

   "Tapi sayangnya aku tidak bisa membuatmu mengerti." Koisuke memutar badannya, lalu menatap Kiriya lembut.

  "Tapi aku yakin. Kau akan mengerti suatu hari nanti. Itupun jika kau masih hidup..." Koisuke mengecilkan volume suaranya saat mengucapkan kalimat terakhir. Sehingga Kiriya pun tidak dapat mendengarnya.

   "Baiklah.."

   "Baiklah apanya?" Koisuke bertanya sambil tersenyum.

  "Aku memang tidak bisa mengerti perkataanmu. Tapi, aku yakin bisa mengerti suatu saat nanti. Dan.. Mungkin aku akan memberitahumu," jawabnya tidak yakin.

   "Mungkin? Kenapa mungkin?"
  
   "Um.. Entahlah.. Aku sendiri tidak yakin?"

   Koisuke tertawa renyah, lalu mengusap pucuk kepala Kiriya. Sehingga membuat rambut Kiriya berantakan. Kiriya hanya diam. Dan menatap Koisuke dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

   "Koisuke.. Kenapa kau peduli padaku?" Tangan Koisuke berhenti, Kiriya menatap Koisuke dalam.

   Kemudian Koisuke tersenyum lagi, lalu menarik tangannya kembali. "Entahlah. Tapi saat melihatmu, aku merasa tidak tega. Dan tiba-tiba saja ingin melindungimu. Mungkin karna kebiasaanku. Suka menolong orang,"

   "Begitu?"

   Koisuke menganggukkan kepalanya. Kiriya hanya menatapnya, lalu menggelengkan kepalanya. "Kau tau, alasan itu sebenarnya sulit kupercaya sih.. Tapi, baiklah. Aku percaya padamu. Terima kasih yah,"

   "Iya, tidak perlu berterima kasih padaku."

   Tidak, kau telah melakukan kesalahan besar, Kiriya. Seharusnya kau tidak mempercayai orang itu dengan begitu mudahnya.

   Rencana Koisuke berjalan mulus.

   Permainan kematian baru saja dimulai.

   Dan bully? Hal itu akan semakin parah. Dan tidak ada orang yang bisa menghentikannya. Kecuali siapa? Kecuali Kiriya sendiri.

***

  Kiriya berjalan santai menuju kelasnya. Sekarang sekolah telah sepi. Karna bel pulang sekolah telah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu.

  Kiriya tadi sempat masuk ke ruang guru, dan segera menemui miss Ran. Ia meminta maaf karna tidak mengerjakan tugas yang diberikan olehnya. Ia menjelaskan secara ringkas mengenai pertemuannya dengan Koisuke. Untung saja miss Ran mengerti. Dan ia disuruh untuk mengumpulkan tugasnya besok.

  Saat Kiriya telah sampai di depan kelasnya, ia membuka pintu tersebut dengan perlahan.

BYUUR!

  Baju Kiriya basah seketika. Murid-murid yang masih berada di kelas itu langsung tertawa keras. Kiriya hanya menatap mereka datar. Tidak berniat mengeluarkan sepatah kata pun.

  Kiriya tidak memperdulikan seragam sekolahnya yang basah. Ia berjalan menuju bangkunya, mengambil tasnya, lalu keluar kelas.

  Tapi sebelum ia mencapai pintu, seseorang mendorongnya hingga terjatuh. Siapa lagi orang itu kalau bukan Mizuki dan gengnya.

  "Heh, lo pikir bakal selamat setelah ini semua terjadi? Dasar cewek murahan!" Ejek Mizuki, sambil menginjak tangan Kiriya. Kiriya hanya meringis. Tidak berkata apapun.

  "Apa yang lo lakukan sehingga Koi-kun memperlakukanmu seperti itu, hah?!!" Bentak Ayumi sambil menjambak rambut Kiriya.

  "Tidak ada. Aku tidak mengatakan apapun. Dia tiba-tiba langsung menolongku." Lirih Kiriya.

  "Omong kosong!" Salah satu teman Mizuki langsung menginjak perut Kiriya dengan keras.

  "Akh!"

  "Dasar cewek murahan!! Apa yang lo lakukan sehingga Koi-kun bisa bersikap seperti itu padamu hah?!! Padahal gue setengah mati berusaha mendapatkan perhatiannya tapi gak pernah ia perhatikan! Dasar wanita jalang!!" Mizuki menginjak tangan Kiriya hingga memerah.

  Setelah itu, Mizuki dan gengnya pun pergi. Mizuki sudah cukup puas karna bisa membalas Kiriya hari ini. Tapi, ini belum berakhir. Besok Kiriya harus kena lagi. Sedangkan Kiriya? Ia hanya bisa pasrah dengan nasibnya.

  "Ugh.." Kiriya menatap tangannya yang habis di-injak Mizuki. Tangannya.. sangat sakit. Rambutnya seakan-akan mau rontok semua. Sedangkan perutnya? Ia merasa mual. Rasanya ia ingin mengeluarkan semua isi perutnya. Kondisinya mengenaskan.

   Tapi satu hal yang Kiriya tau. Ia harus segera pulang.

   Tuhan, apalagi besok yang akan terjadi padanya?

***

Hai, hai, haiii!
Author balik lagi nihh.. Ada yg kangen, gak?:3 Pasti ada kan? Ada? //ngarep:v//

Iya, tau. Gak ada kok:')
Gimana? Seneng ga, author update? Nanti Author update lagi kalau gak sibuk. Mungkin pertengahan bulan. Insya allah;)

Tapi kalau gak sempat, yah maap. Soalnya author lagi sibuk. Maklum, udah SMA soalnya:')

Oh iya, met malam minggu all~!!
Author sengaja update pas malming, supaya ada yg bisa kalian baca kalau lagi bosan;)
Kalau author, mah cuma tinggal di rumah. Sambil baca² cerita atau komik:') Kalau bukan itu, mungkin main game •3•

Udah, itu aja. Soalnya udah mau nyampe 900 words. Met malming bagi yg jomblo ataupun udah gak jomblo! :D Semoga kalian suka chapter 4 ini~ ^^

Sampai bertemu lagi, di chapter selanjutnya!! òwó)丿

[Published at; 3 November 2018 ]

Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang