Saya yakin sekali, pasti banyak di antara Anda yang membeli buku ini khusus hanya ingin mengetahui bab ini saja. Tentu saja tidak apa-apa. Yang penting sudah beli! Dan memang banyak insan di luar sana yang merasa tak laku karena tak segera ketemu jodoh, baik yang hanya untuk diajak pacaran sambil lalu maupun langsung ke hubungan serius. Rata-rata, ketaklakuan itu sebagian besar terjadi hanya karena minimnya para jombloers memahami humor.
Sayang budaya populer kita lewat media malah memberikan petunjuk yang amat sangat keliru. Televisi berperan amat besar dalam kekeliruan masif ini. Menurut pandangan mereka, faktor jodoh ditentukan oleh unsur fisik. Yang pria harus bertampang kebule-bulean, wangi, berkulit putih bersih, tinggi, dan punya six pack di perut.
Sedang yang wanita kerap tergambar dalam berbagai iklan pemutih. Kulit cokelat, kuning, dan sawo matang dianggap sebagai kusam sehingga tak laku. Para pria mengemohi dengan sikap dingin cuek. Tapi begitu para perempuan itu berkulit putih bersih mulus seperti susu, yang tadinya memalingkan muka tahu-tahu datang berbondong sambil menawarkan bunga mawar!
Sepintas kilas memang tampak bahwa tampang amat menentukan peluang mencari pasangan. Hal ini benar karena kita sendiri merasakannya. Anda para cowok pasti akan tertarik melihat tiap cewek cantik manis yang lewat. Terlebih bila berbadan ramping dan sexy mirip fotomodel. Dan Anda para wanita pasti akan berhenti sejenak untuk mengamati tiap pria yang berwajah mirip Nicholas Saputra dan berbadan atletis seperti Gaston Castano.
Masalahnya adalah, tampang tidak mencerminkan apapun dari isi. Kualitas isi diri seseorang selalu terlihat melalui sikap, tutur kata, dan bahasa tubuh, tapi tidak pernah lewat kecantikan dan ketampanan—apalagi sebatas hanya bentuk badan. Maukah Anda menikahi seseorang yang cantik atau ganteng tapi tak tahu apa-apa tentang semua hal dan tak pernah mudeng pada lelucon apapun?
Pada tingkat paling hulu, tampang memang penting, dan amat menentukan kemudahan dalam mencari (seseorang yang mau diajak menjadi) pasangan. Ini mirip keindahan bulu ekor pada burung merak atau cendrawasih saat musim kawin tiba. Namun karena kita manusia memahami dunia jauh lebih kompleks daripada hanya masalah bulu ekor, urusan rupa wajah dan bentuk tubuh pun pada gilirannya akan jatuh mundur ke nomor sekian dan bisa saja menjadi amat tak penting ketika tahapan hubungan sudah tiba pada fase pengenalan diri.
Gadis yang paling cantik pun akan dengan seketika kehilangan daya tariknya bila ketahuan bahwa ia ternyata judes, galak, tak ramah, dan suka menekan orang lain. Dan pria setampan apapun mendadak juga akan musnah ditelan angin jika ia ternyata suka makan cicak hidup-hidup, hobi kentut sembarang tempat, atau pernah dirawat di rumah sakit jiwa!
Jadi bagi Anda yang selama ini merasa kering kerontang dalam kehidupan cinta, yakinlah bahwa permasalahan utama Anda tak pernah terletak pada unsur tampang dan penampilan. Tentu memperbaiki rupa wajah dengan pergi ke salon dan memperindah penampilan dengan memakai busana dan aksesori terbaru akan cukup menambah daya tarik (istilahnya di-makeover!), tapi bukan itu biang keladinya yang utama.
Anda hanya kurang maksimal dalam bergaul dan membawa diri dalam lingkungan pergaulan luas. Itu wajar terjadi jika Anda bersifat introver, pemalu, suka menutup diri, dan merasa tak nyaman berada di tengah kerumunan. Bakatkah itu? Bukan. Itu hanya pengaruh lingkungan awal—biasanya keluarga inti—yang terpatri ke benak Anda dan telanjur Anda anggap sebagai "bawaan dari sono".
Bakat bergaul adalah murni keterampilan, yang bisa dipelajari sedikit demi sedikit. Contoh paling nyata adalah saya sendiri, yang merangkak dari sifat asli seperti di paragraf sebelumnya dan bisa berubah ke sesuatu yang amat berkebalikan 180 derajat. Jika Anda mencermati bab demi bab buku ini soal penggalian keterampilan berhumor, maka Anda sebenarnya sudah punya bekal yang cukup untuk mengembangkan kemampuan Anda dalam bergaul secara luas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Science of nDhagel: Panduan Edan Menjadi Orang Lucu
No FicciónBanyak terdapat orang lucu di sekitar kita. Mulai dari badut kelas, tetangga yang suka membanyol, teman sekerja yang luar biasa konyol, hingga mereka-mereka yang menjadikan kelucuan sebagai sumber mata pencaharian, yaitu para pelawak. Orang yang luc...