BAB 1

93.2K 2.3K 107
                                    

Namaku, Nur Jannah. Orang biasa memanggilku, Nur. Aku adalah jomlo yang tidak berguna, sebab tidak memiliki harta dan kekasih kaya raya. Jangankan pacar tajir, yang jelek pun aku tak memilikinya. Menyedihkan.

Sudah satu bulan ini aku terpaksa harus tinggal bersama kakak sepupu. Aku bekerja di sini sebagai asisten rumah tangga mereka. Kedua kakakku ini adalah seorang pegawai di perusahaan swasta dan mereka sering tidak berada di rumah.

Sudah setahun Fia-kakakku menjadi istri dari Andre-lelaki yang sudah dia pacari tiga tahun lamanya. Sebenarnya aku memutuskan tinggal dan bekerja di sini, bukan karena suka jauh dari kampung halaman, bukan pula karena membutuhkan pekerjaan. Namun, ini terjadi karena aku kabur dari rumah. Ayah terus saja mendesakku untuk menikah dengan pria pilihannya.

Aku belum mau menikah. Selain belum siap, aku juga sangat takut, sebab kata kakak sepupuku, malam pengantin itu menyakitkan. Lagi pula, aku juga belum laku. Mau bagaimana lagi? Jomlo.

Ayah mengancam. Kalau dalam waktu 1 bulan ini aku belum juga mendapatkan calon suami, maka beliau akan menjodohkanku dengan Sobirin-anak Pak Lurah. Seketika aku bergidik ngeri saat teringat wajah pria yang ingin ayah jodohkan. Sobirin bukanlah pria yang patut dibanggakan. Selain tidak atletis dan tidak higienis, badannya juga sangat bau dan amat gemuk seperti tangki minyak. Ya Tuhan, jangan jodohkan aku dengan jin hitam itu.

Sebab pria terkutuk itulah aku kabur ke rumah Kak Fia. Aku membenci Sobirin bukan, sebab dia jelek seperti jin tomang. Jujur saja, aku bukan tipe wanita yang terlalu mengutamakan fisik. Bagiku, pria setia yang bersih tidak brewokan merupakan yang utama. Sementara pria gemblung itu, selain jelek juga suka bergonta ganti wanita. Menggelikan.

Pun aku sangat tidak menyukai pria yang brewokan. Mereka membuatku merinding. Aku lebih suka cowok yang bersih dan berpenampilan modis, sebab lebih sedap dipandang dan dielus, eh. Aku terkekeh melihat bagaimana gilanya imajinasi ini. Berpacaran saja belum pernah, sudah membayangkan bagaimana rasanya membelai wajah pria. Konyol. "Ya Allah, berikan hambamu ini jodoh yang tampan dan tidak brewokan. Aku mohon." Aku menengadahkan kedua tangan.

"Nur! Lihatlah! Dia menghubungiku lagi!" teriak Tia sahabatku yang memekakan telinga. Dia begitu kegirangan menunjukan isi chat dengan pria selingkuhannya padaku.

"Sudahlah Tia. Kau ini sudah mempunyai kekasih. Tidak baik bagi wanita yang sudah memiliki pacar masih saja berbalas pesan dengan pria lain," peringatku gemas. Tia berulang kali mengatakan padaku kalau dia sangat mencintai Irwan yang kini berstatus pacarnya. Namun, Tia yang centil suka sekali mempermainkan hati pria. Ya, Tia yang plinta plintut masih suka berbalas pesan dengan pria Arab cem-cemannya. Lihat saja kalau nanti sampai Irwan mengetahui kelakuannya ini. Dia pasti akan diputuskan, lalu sudah dapat diterka, Tia pasti akan menangis kejer memohon maaf. Dasar gadis cengeng.

"Cuma berbalas pesan kan, boleh. Yang penting aku tidak benar-benar jatuh cinta padanya. Hatiku akan selalu setia untuk Mas Irwan seorang," ucap Tia berpuitis. Halah, sekarang saja bilangnya begitu, lihat saja saat dia sedang bertengkar dengan Irwan. Tia akan mencurahkan isi hatinya padaku sambil tersedu. "Tia, aku sebenarnya tidak benar-benar mencintai Mas Irwan. Aku tetap bertahan, karena ayah dan ibu menyukainya. Mereka benar-benar menginginkanku menikah dengan Mas Irwan." Cih, menggelikan.

Itulah Tia, sahabatku yang indekos persis di sebelah rumah Kak Fia. Sebab itu juga kami menjadi mudah bertemu. Tia akan main ke rumah Kak Fia dan aku juga sesekali akan berkunjung ke indekosnya yang hanya berjarak lima langkah saja.

Aku dan Tia memiliki kebiasaan yang sangat bertolak belakang. Aku suka kebersihan dan kerapian sedangkan, Tia amat pecicilan dan acuh tak acuh dengan hal-hal yang kupedulikan. Mitos mengatakan kalau gadis yang menyukai kerapian dan kebersihan akan mendapatkan suami yang klimis dan tidak brewokan. Ah, aku sungguh tak sabar ingin melihat penampilan pria pemberian Tuhan kelak, benarkah akan seperti yang di benakku?

MAS BREWOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang