BAB 2

52.8K 2.2K 92
                                    

Hari yang mendebarkan telah datang. Aku meminta Kak Fia mendandaniku sedangkan, Tia sudah berangkat sejak pagi tadi dengan Irwan-kekasihnya.

Aku merasa sedikit gugup. Namun, Kak Fia berulang kali menenangkanku.

"Sudahlah, Nur! Tenangkan dirimu. Kakak tahu kau sangat cemas, tapi ini hanya masalah sepele, Sayang! Siapa tahu kau akan menyukainya," ucap kak Fia lembut.

"Astaga, sepele kata, Kak?! Aku akan membohongi seorang pria yang berasal dari keluarga bangsawan dan Kakak juga tahu sendiri kalau aku tidak menyukai tipe pria seperti dirinya yang brewokan. Dengar, Kak, brewokan. Lelaki yang akan aku temui ini memiliki taman yang luas di mukanya. Menggelikan. Ditambah lagi dia orang Arab. Ya Tuhan, tubuhnya pasti sama besarnya dengan jin tomang. Ngeri, Kak." Aku merinding setiap kali membayangkan bagaimana besar dan tegapnya pria yang akan kutemui malam ini.

"Sudahlah, Nur. Jangan berlebihan. Kalian hanya akan makan malam, bukan?"

"Tidak, Kak. Aku yakin dia akan memakanku." Tiba-tiba saja aku merasa buruk.

"Memakanmu bagaimana? Yang akan kau temui ini manusia, Nur. Bukan harimau." Kak Fia terkekeh.

"Argh, Kakak! Bukan makan dikunyah. Maksudku, itu hanya perumpamaan. Kakak pasti paham kan, bagaimana sikap cowok-cowok kaya raya di novel romansa? Nah, aku perkirakan dia akan seperti itu. Aku yakin dia akan mengetahui kebohongan ini lalu menghukumku. Aku cemas, Kakak." Aku merasa sangat tertekan dan ketakutan. Rasanya aku tak tahan ingin menangis menjerit-jerit. Kenapa harus aku? Tia yang bermain hati, kenapa aku yang harus menderita? Awas saja kau Tia, pulang dari kampung nanti, aku akan memintamu membayar semuanya.

"Sssttt kau terlalu berlebihan. Jangan membuat beban pada dirimu sendiri, Sayang. Lihat dari sisi baiknya. Kalau kau menyukai pria ini, kau tidak akan dipaksa menikah dengan Sobirin yang gendut dan bau badan itu."

"Baiklah, Kak. Aku akan membiarkan diriku terbakar malam ini." Aku menyerah. Aku benar-benar sedih. Malang sekali nasibku.

"Ih lucunya, adikku." Kak Fia mencubit kedua pipiku gemas.

"Sudahlah, Kak." Aku menepiskan tangan Kak Fia dari wajahku. "Apa dandannya sudah selesai?"

"Sudah. Kau sempurna, Sayang. Dan lihatlah mobil mewah yang akan membawamu padanya." Kak Fia membuatku menoleh ke arah jendela dan menyaksikan betapa bagus dan mewahnya mobil itu.

Aku begitu kagum saat melihat kemewahan Mercedes hitam yang menepi di halaman rumah. Mobil yang sengaja dikirim pria Arab itu untuk menjemputku. Ah, bukan aku, maksudku, Tia si gadis genit yang curang itu. Dia yang menikmati manis buahnya, aku yang menelan sepahnya. Ah, sudahlah. Nasib badan.

Seorang sopir keluar dengan gagahnya dan mengetuk pintu rumah kakakku dengan sopan.

"Selamat malam. Apa Nona Tia sudah siap?" ucapnya ramah ketika kakakku membukakan pintu rumah.

"Sudah, Pak. Silakan dibawa." Kak Fia mendorongku supaya mengikuti arahan sang sopir. "Tolong kembalikan dia dengan utuh, ya, Pak. Jangan sampai ada cacat," punglas Kak Fia sambil tersenyum ramah ke arah pria berjas hitam itu.

Aku menatap Kak Fia dengan hati yang sendu sebelum menaiki mobil. Tampak iakakku itu hanya melambaikan tangan sambil tersenyum manis ke arahku. Sungguh dia tidak peka.

Setelah duduk dengan nyaman, aku pun segera berdoa meminta perlindungan kepada yang Maha Kuasa. Semoga malam ini jati diriku tidak ketahuan dan aku tidak akan dimakan. "Ya Tuhan, lindungi aku dari kekejaman, Mas Brewok." Aku menguatkan hati agar bisa tenang saat bertemu dengan pria itu.

Pak sopir melajukan mobilnya dengan perlahan dan tenang. Beliau sangat ramah dan murah senyum. Entah karena pekerjaannya atau memang kepribadiannya yang seperti ini, tapi pria ini membuatku sedikit nyaman.

MAS BREWOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang