Bermula Sebatas Teman

67 5 3
                                    

Nadine melihat gua dengan sedikit tatapan bahagia, sepertinya karena kondisi gua yang sudah sangat fit.

"Em, Dit lu balik hari ini kan?" kata Nadine sedikit gugup

"Iya" balas gua singkat

"Gua sama Rina cuman ingin ngecek keadaan lu kok Dit, sorry kalau ngeganggu"

Lagi lagi gua cuman membalas "Iya" seolah olah masih tidak mengerti kenapa dia bersikap seperti sudah menjadi teman dekat gua, lagi pula baru 3 hari gua kenal dia. Nadine pun segera pergi dan mengajak Rina untuk pulang.

"Kenapa gua sedikit tidak peduli kepadanya tadi?" gua berbicara kepada diri sendiri, seperti mulut gua sudah otomatis untuk mengucapkan kata "Iya" kepada Nadine

"Bukannya berusaha bersikap masa bodo, tetapi seperti ada bagian dari pikiran gua untuk tetap menjadi jati diri gua se asli mungkin. Berusaha untuk tidak membuat hati dan pikiran gua kecewa untuk ke dua kalinya kepada orang yang salah"

***

Di perjalanan pulang, Nadine pun hanya diam dengan tatapan kosong. Rina hanya bingung, apakah sesosok sahabatnya sendiri Nadine yang sifatnya jika sudah mencintai sesuatu akan tetap dengan keyakinannya itu?

"Nad, lu daritadi kayaknya bengong aja kenapa?" tanya Rina

"Gak kenapa kenapa Rin" balas Nadine tersenyum, walau sebenarnya Rina tau apa yang disembunyikan oleh Nadine.

"Rin gua duluan ya" kata Nadine seraya pergi meninggalkan Rina, Rina hanya diam mengangguk sambil melihat sahabatnya itu pergi.

***
Minggu demi minggu akhirnya kaki gua sudah bisa kembali normal, Erlan yang sebangku dengan gua pun sudah banyak menceritakan tentang Nadine. Tapi ada satu hal yang Nadine kurang tau, jika dia memang sudah mengenal jati diri gua yang asli apakah dia mengerti bahwa gua sedikit punya rasa cuek kepada cewe di sekolah?

"Gimana Dit? lu gak nyoba buat kembali jadi dirilu sebelum jadi cuek begini? apa salahnya mencoba, lagi pula Nadine sepertinya sudah niat buat tau siapa lu lebih dalam kok" kata Erlan setelah menceritakan tentang Nadine.

"Gua masih perlu waktu Lan" balas gua singkat dan langsung pergi ke kantin untuk mabal.

Saat itu kantin sepi, hanya ada gua dan para penjual kantin. Akhirnya gua mencoba membeli minuman dingin sambil memikirkan tentang memori dahulu itu. Hingga tibalah Biyan yang juga sedang ingin mabal, dia menanyakan kenapa belakangan ini gua menjadi sedikit berubah.

"Kayak ada yang aneh aja sama lu Dit" kata Biyan mencoba memberi tau

"Aneh gimananya? gua mencoba buat jadi diri gua sendiri kok" balas gua

"Iya dit gua tau, lu pasti gamau keinget sama memori yang dulu itu"

"Sorry Yan, kayaknya jangan ngomong soal itu dulu. Gua masih perlu mikir" kata gua sedikit menyela omongannya dan langsung pergi ke lantai paling atas.

Ya disitu lah tempat paling nyaman buat ngilangin suasana yang ngak seharusnya ada dipikiran gua. Dari yang tadi di kelas, di kantin, dan akhirnya gua memutuskan buat memilih tempat ini, dari sini juga gua bisa ngeliat gimana senja pergi meninggalkan bumi, melihat hujan yang bagaikan manusia sedang bersedih.

"Ketika seseorang bisa merakit perasaan bimbang dengan baik, bukankah itu bisa membuat perasaan bimbang menjadi yakin dan bahagia?"

Hingga tiba tiba saja seperti ada yang mengawasi gua dari belakang, gua bersikap seolah orang dibelakang itu tidak ada. Tapi apa daya, dia datang dan menghampiri gua untuk melihat pemandangan kota dari lantai 5 sekolah bersama.

Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang