"Lah kok jadi salah gua sih" gumam Nadine, ia pun juga langsung pergi ke kelasnya.
Nadine segera duduk di samping Rina yang sedang menulis catatannya.
"Hai, tadi makan sama siapa?" tanya Rina kepada Nadine
"Sama Radit" balas nya
"Apa?! Lu ikut makan bareng geng mereka?" tanya Rina panik
"Ya enggak atuh Rin, gua makan di lantai atas" kata Nadine
"Terus lu mau sampai kapan lagi nyimpen perasaan ke dia Nad?"
"Semua butuh proses ah Rin, lagi pula perasaan kita juga masih labil kan?" balas Nadine pelan, seperti tak ingin dibahas lagi
Nadine percaya apa kata omongannya sendiri, ia tak harus selalu memikirkan seorang Radit jika pikirannya masih plin-plan dan emosinya yang labil.
"Jika kita harus memikirkan seseorang yang tak kita jamin kepastiannya bukankah itu seperti pengharapan yang sia-sia? Hanya soal permainan perasaan yang masih diotak atik secara acak dan abstrak."
Nadine memikirkan kata kata itu dikepalanya, tapi sebagai seorang teman Nadine pun tak ingin mengecewakan Radit. Nadine berpikir jika ia menjauhinya akan merusak kebahagiaan orang lain, menurutnya kebahagiaan Radit adalah kebahagiaan Nadine juga.
Pun jika Nadine terus mendekati Radit, jika hati Radit berkata lain sama saja berarti Nadine berbuat untuk menyakiti hatinya sendiri.
"Padahal sejatinya seorang insan diciptakan untuk merasakan bahagia, jika di setiap manusia tidak ada kata bahagia apakah jadi sebuah hubungan yang terasa harmonis? Atau hanya akan menjadi bulan bulanan luapan emosi kesedihan saja?"
***
"Eh Dit darimana aja lu? Gua cariin dibawah sama yang lain" tanya Erlan ketika gua datang
"Abis makan sama si Nadine diatas" balas gua santai
"Wah udah ngungkapin?" tanya Erlan
"Hahaha, kagak lah Lan. Tadi mah cuman ngobrol doank" kata gua menjelaskan kepada Erlan
"Iya gapapa atuh, daripada lu harus selalu stak sama yang lalu"
"Gausah dibahas ah lan" kata gua langsung memotong omongannya
Gua cuman berharap Nadine tak akan sama seperti yang lalu, biasanya ruang rindu akan tercipta jika saja kita membahas walaupun sedikit. Bukannya berusaha kesal kepada masa lalunya, tapi gua cuman ingin merasakan kebahagiaan untuk kedepannya.
Bagi gua waktu sudah berjalan dengan begitu cepat, sudah sekitar 5 bulan sejak awal pertemuan gua sama Nadine. Dikala gua masih mengenal sebatas namanya saja, tapi disaat itu juga sikapnya yang lembut ngebuat gua kepikiran dengan yang lalu. Tak seharusnya disaat itu sikap gua terlalu dingin kepada Nadine.
"Apa kemungkinan sikap Nadine yang sekarang cerminan sikap gua waktu itu kepadanya?" gumam gua dalam hati
"Mending lu anter dia pulang nanti Dit" kata Erlan membuyarkan lamunan gua
"Eh, bagus juga deh saran lu" kata gua langsung berpura pura menyimak penjelasan guru di depan
***
Bel pulang pun berbunyi, dengan segera Nadine mengajak Rina untuk pulang bersamanya.
"Rin buruan atuh" kata Nadine sambil melihat jam tangannya
"Iya Nad, sudah selesai nih beresin kelasnya" balas Rina yang segera menuju ke arah Nadine
"Pulang bareng yuk" tawar Nadine kepada Rina
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Rindu
Teen FictionJika kebanyakan kisah cinta, persahabatan, dan sebagainya lebih banyak dimulai kala masa SMA, berbeda dengan kisah ini yang bermula sedikit lebih dahulu, tetapi tetap mempunyai alur kisah yang sederhana tapi sangat menyentuh hati. Tentang memperjuan...