2 || Hukuman

2.1K 92 7
                                    

🌙

Hukuman adalah sesuatu yang terasa pahit saat dijalani, namun akan terasa manis saat telah menjadi sebuah kenangan.

🌙

"Cepet amat, gue belum mandi Oy!" Zilfa berteriak heboh di ujung tangga dengan handuk yang tersampir di kedua bahunya.

Sedangkan Alvino yang sekarang sedang duduk di sofa hanya menghela napasnya pelan, kemudian kembali menatap layar yang menampilkan kartun dua bocah botak.

Kartun yang bahkan sudah ia hapal di luar kepala. Sebab adiknya, Seli, selalu ngambek ketika Alvino ingin mengganti channel saat kartun ini tampil.

"Bahkan Bi Imah aja belum sampai," ucap Zilfa yang kini sudah duduk di samping Alvino.

Bi Imah adalah asisten rumah tangga di rumah Zilfa. Dan hanya berada di rumah dari pagi sampai sore.

"Trus yang nyiapin makanan di meja makan siapa?" Alvino menggeser layar ponselnya, lalu menyodorkan benda pipih itu ke depan wajah Zilfa.

"Gila!" teriak Zilfa dengan wajah syoknya. "Sepuluh menit lagi masuk Vin!"

Zilfa segera berlari ke atas, namun ketika berada di pertengahan tangga, ia menghentikan langkahnya. Melirik Alvino yang masih asyik nonton kartun.

"Vin, lo duluan aja gapapa. Gue bisa naik taksi."

Alvino mengalihkan pandangannya pada Zilfa yang telah berlari menuju kamarnya. Ia menggelengkan kepalanya lalu berjalan menuju dapur.

Mengambil kotak makanan yang tadi sudah disiapkan oleh Bi Imah.

"Non Zilfa nya udah bangun, Den?" tanya Bi Imah yang baru saja selesai mencuci piring.

"Baru aja bangun Bi," jawab Alvino sopan.

Bi Imah menggelengkan kepalanya. "Tadi udah bibi bangunin, tapi kayaknya non Zilfa gak denger."

Gimana mau denger, tuh bocah kan tidurnya kayak orang mati.

"Bi, Zilfa berangkat ya!" sahut Zilfa dengan pakaian yang belum sepenuhnya rapi.

"Tangan bibi masih basah, non," ucap Bi Imah saat Zilfa ingin bersalaman.

"Gapapa bi," jawab Zilfa lalu mencium punggung tangan Bi Imah, diikuti oleh Alvino.

"Kok lo masih nungguin gue sih, Vin?" tanya Zilfa saat Alvino telah menjalankan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Zilfa.

"Jangan banyak tanya deh," Alvino melirik Zilfa sebentar lalu kembali fokus ke depan. "Mending benerin dulu tuh dasi lo. Keliatan amat gak mandinya."

Zilfa mengomel tanpa suara saat mendengar perkataan Alvino yang terlalu jujur itu. Ia merapikan letak dasinya yang terbalik dan merapikan seragam nya yang sedikit berantakan.

Lalu Zilfa mengambil kotak pensil berukuran besar dari dalam tas nya. Alvino yang sedikit penasaran, melirik sekilas. Lagi-lagi ia menggelengkan kepalanya saat melihat isi kotak pensil itu. Mulai dari sisir, kuncir rambut, cermin, lip balm, dan barang yang tidak Alvino ketahui namanya. Kecuali bedak yang sama seperti milik adik Alvino?!

Alvino menatap Zilfa dengan tatapan curiga. "Eh, lo nyolong bedak Seli ya?"

Zilfa yang sedang mengucir rambutnya mendadak berhenti saat mendengar pertanyaan bodoh dari mulut pintar Alvino.

"Lo pikir bedak kayak gini cuma ada satu?" Zilfa memasukkan bedak bayi warna Pink itu kembali ke tempatnya. "Di toko juga banyak kali."

"Ya abisnya sepulang lo dari rumah gue minggu kemarin, Seli ngamuk karna bedaknya ilang."

AlvinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang