06. Masa Lalu

117 7 18
                                    


"Lama banget ,sih, Alina."

Vano tak henti-hentinya berjalan mondar-mandir sambil berkacak pinggang. "Dia nyasar apa gimana"

"Jangan-jangan dia ketiduran di kamar mandi." Vano menjitak kepala Dean.

"Sakit bego," Dean mendengus keras.

"Lo yang bego, ijinnya ke kamar mandi buat boker, tau-taunya molor di WC," Athala tertawa, namun tidak dengan Arga. Sedari tadi ia merasa ada yang tidak beres. Arga melihat Vande mengikuti Alina dari belakang. Ia hanya berfikir positif, mungkin Vande kebetulan jalan searah dengan Alina.

Yang ditunggu pun menunjukkan dirinya. Mata Arga seketika terbelalak melihat Alina. Tidak hanya Arga yang terkejut, Athala, Dean dan Vano juga sama. Vano dan Dean menghampiri Alina yang berjarak hanya satu meter dari tempat yang ia duduki.

"Lo kenapa, Al?!"

"Seragam lo kenapa bisa basah kayak gini, sih?!"

Terbesit nada khawatir pada Vano dan Dean. Athala mengambil air mineral yang ada di tas Alina dan menyodorkannya.

"Minum dulu, Al"

Alina menurut. Wajahnya mendadak pucat. Ia masih menunduk dan tak mau menatap wajah siapapun. Namun Arga langsung berdiri tepat di depan Alina, ia mencopot jaketnya dan membalutkannya pada tubuh Alina.

"Nanti jaket lo kotor, Ga," ujar Alina parau.

"Gue nggak peduli." tangan Arga terulur memegang dagu Alina dan mendongakkannya ke atas, supaya Arga bisa melihat jelas wajah Alina.

Alina meringis pelan. Arga melihat pipi Alina yang merah dan sedikit lecet karena tergores cincin ketika Vande menamparnya. Arga mengusapnya pelan, Alina meringis semakin keras.

"Sakit?" Alina mengangguk. Air matanya tak bisa ia bendung lagi. Padahal ia berjanji untuk tidak menangis, namun Alina mengingkari itu.

Arga merengkuh tubuh Alina. Perlahan Alina membalas pelukan itu dan terisak di dada bidang milik Arga.

"Siapa yang berani-beraninya ngelakuin ini ke lo, Al?" tanya Athala pelan.

"Kayaknya gue tau," jawab Arga, Alina melepaskan pelukan Arga.

"Maafin gue, Ga, seragam sama jaket lo jadi kotor kayak gitu." ujar Alina perlahan. Arga memegang kedua bahu Alina dan menatap intens kedua mata Alina.

"Apa Vande yang nyiram lo?" Alina mengangguk pelan.

"Vande juga yang nampar lo?" sekali lagi tebakan Arga di jawab anggukan oleh Alina.

"Kok, lo, bisa tau, Ga?" tanya Vano.

"Gue tadi lihat Vande ngikutin Alina pas mau ke kamar mandi."

"Terus, kenapa lo nggak cegat dia tadi?" seru Athala.

"Gue pikir Vande cuma kebetulan satu arah jalannya sama Alina,"

Alina mengusap hidungnya yang basah, "Gue mau pulang."

"Gue yang anter," sahut Arga.

"Gue bakal ngawal lo dari belakang, Al, Athala sama Dean juga ikut, ya, kan?" ujar Vano. Athala dan Dean mengangguk antusias.

"Kalian nggak perlu berlebihan kayak gini, gue bisa minta jemput kok." tutur Alina.

"Nggak ada penolakan." Arga langsung menggandeng tangan Alina dan berjalan menuju parkiran sekolah. Dean dan Vano langsung menyusul Arga. Athala yang berada paling belakang mendadak berhenti. Ia merasa sedari tadi ada yang memperhatikannya dan teman-temannya. Namun Athala tidak dapat menemukan itu.

Yours // ManuRiosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang