"Lepaskan dia!" Perintah Cody saat dia sudah baikkan. "Aku yakin kau bukan mate-nya."
Gabriel menggosokkan hidung mancungnya di leher jenjang seorang perempuan berambut merah, seolah-olah Cody tidak ada di situ.
"Aaah.. Kau manis sekali." Katanya di sela-sela aktivitasnya.
Sekarang bibirnya telah menciumi leher itu. Setelah puas lidahnya juga menari-nari membuat perempuan berambut merah itu menggelinjang kegelian.
"Kau mau mencobanya?" Tanyanya. Lebih tepatnya untuk Cody yang sedari tadi berdiri di depannya.
"Untuk apa kau menahannya? Dia tak ada sangkut pautnya dengan ini semua."
Gabriel menggeram pelan sebelum dia menancapkan kedua taringnya. Menghisap darah secara cepat. Bahkan terlihat aliran di sudut kanan bibirnya.
Tak sampai tiga menit, dia menarik taringnya. Menjilati sisa-sisa dari di sudut bibirnya dan lubang yang telah ia hasilkan. Setelah lubang itu tertutup, dia menyeringai lebar menatap kedua mata perempuan berambut merah itu. Warnanya biru tua.
"Setelah kau keluar dari istana ini, kau tidak akan ingat apa yang aku dan kamu lakukan. Dan kamu juga tidak akan ingat jika pernah bertemu denganku. Apalagi mengunjungi istana ini. Kau mengerti?"
Perempuan berambut merah itu menganggukan kepalanya.
"Sekarang pergilah, sebelum kau menjadi santapan anak buahku." Perintahnya yang terlontar setelah mencium bibir tipis perempuan itu.
Perempuan itu langsung bangun dari pangkuan Gabriel, yang setelahnya merapihkan mini dress berwarna hitam yang super ketat dengan bagian punggung yang terekspos jelas. Ditambah high heels berwarna senada membuatnya terlihat tinggi.
Pinggulnya bergerak mengikuti setiap langkahnya. Semuanya terlihat sempurna. Hanya saja matanya kosong. Masih terpengaruh oleh daya pikat dan perlakuan Gabriel.
Setelah perempuan itu menutup pintu, masih terdengar jelas gesekan antaran alas high heels-nya dengan lantai marmer, sampai sesaat kemudian ada langkah-langkah cepat yang menyusulnya. Menariknya. Menjadikannya santapan malam para anak buah Gabriel.
Gabriel mengendikkan bahunya. Rautnya mengatakan bahwa dia tidak peduli dengan nasib perempuan itu selanjutnya.
Alih-alih memikirkan hal lain, Gabriel mengambil sebuah dus kecil berwarna putih dan mengeluarkan sebatang rokok. Menyalakannya dengan korek api dan menghisapnya dalam-dalam. Setelah dia rasa cukup, asapnya langsung dia hembuskan persis di depan wajah Cody.
"Kau tahu?" Tanyanya dengan sebatang rokok di tangannya. "Terkadang kita harus mencari cara yang tak terpikirkan makhluk lain. Dan terkadang kita juga harus menahan rasa ingin tahu atau rasa kasihan pada makhluk yang menjijikan."
Cody menyipitkan matanya.
"Aku butuh kekuasaan, adik kecil. Aku sangat tidak suka berada di bawah kendali orang lain, dan kau sangat paham tentang itu. Jadi, jangan coba-coba kau menghancurkannya. Atau kau dan pacar sialanmu itu akan tahu akibatnya."
Gabriel membuang batang rokoknya dan menginjaknya, agar bara api itu mati. Dengan gerakan yang angkuh namun menawan dia meninggalkan Cody.
Sebelum meninggalkannya, dia menampakkan senyuman sinisnya. "Aku akan pergi selama seminggu, ku harap kau tidak membebaskannya."
Beberapa jam setelah kepergian Gabriel, Cody melangkahkan kakinya ke ruangan tempat Celine berada.
Dua orang penjaga dengan pakaian berwarna hitam berdiri di dekat pintu. Gabriel menugaskan penjaga itu, beberapa saat ketika mereka sampai. Melarang siapa pun masuk kecuali Gabriel dan seorang pelayan wanita yang ditugaskan mengantarkan makanann untuk Celine.
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Darkness Comes
VampireCeline, gadis berdarah murni penyihir yang baru saja pindah dari Itali, tidak menyangka melihat sebuah adegan yang mengharuskannya berhadapan dengan pangeran vampire. Walau kekasihnya pun seorang vampire, tetapi itu semua tetap membuatnya takut meng...