»Author POV
.
.
.
.
Setelah Cody meninggalkannya, Celine bergelung di dalam selimut. Mengeluarkan air matanya, yang dia tahu itu sama sekali tidak membantunya memecahkan masalah ini. Terutama bagaimana caranya dia keluar dari kastil vampir ini dan menyelamatkan mommy-nya.
Selama ini bahkan dia tidak tahu apa liontin itu. Yang dia tahu itu sangat berarti. Sampai tadi, Gabriel memberitahunya. Dan dia tahu, mommy-nya dalam bahaya sekarang. Gabriel tidak segan-segan melakukan apa saja untuk mendapatkan liontin itu.
Saat ini dia berharap mommy-nya berada di tempat yang aman dan dilindungi orang-orang hebat. Atau jika itu tidak terjadi, mommy-nya akan langsung memberikan liontin itu, tanpa berbelit-belit menyelamatkan liontin itu. Tapi yang lebih dia inginkan adalah kemusnahan liontin itu.
Pikirannya terus berputar-putar. Berjalan ke sana ke mari memutarkan memori-memori yang tidak menyenangkan. Semua itu membuatnya pusing.
Berbeda dengan Cody yang saat ini sudah keluar dari kastil itu. Seperti terbang dengat jet atau semacamnya. Larinya sangat-sangat cepat. Tujuannya hanya satu. Pergi ke rumah Celine dan kembali ke kastil tanpa ada yang mengetahuinya.
Rumah itu terlihat tanpa penghuni. Mungkin Josh dan Rose sedang keluar sebentar. Tidak mungkin mereka kembali ke Italia kan? Mengingat Celine sedang menjadi tahanan Gabriel. Dan semoga saja mereka berdua bisa membantu menyelamatkan Celine beserta mommy-nya. Doa Cody dalam hati.
"Beginikah rasanya memegang tongkat sihir? Kenapa tidak bereaksi apa-apa? Seperti bukan tongkat sihir?" Pernyataan bukan pertanyaan. Itulah yang terdengar.
Kali ini Cody sedang memegang sebatang tongkat yang terbuat dari kayu. Bengkok dengan ujung beberapa helai rambut berwarna kecoklatan. Tongkat sihir yang dia temukan di laci nakas dekat tempat tidur Celine.
Mengendikkan bahu. Matanya menjelajah ke seluruh sudut ruangan itu. Mencari tahu apa yang diperlukan Celine selain tongkat itu.
"Pakaian? Semuanya sudah tersedia di kastil sampai segala aksesorisnya." Katanya sambil membuka lemari Celine.
Sesaat sebelum menutup pintu lemari, matanya terkunci pada sebuah buku yang terletak di atas kemeja merah Celine. Buku tua berwarna kecoklatan dengan pinggiran berwarna emas. Tangannya terulur mengambil buku itu. "Magic and Witch" judul yang berwarna keemasan persis dengan pinggiran buku itu.
Dengan tebal lebih dari seribu halaman dan berbentuk persegi, dilihat dari jauh membuatnya tampil terlihat seperti kotak.
Cody membukanya perlembar. Di halaman pertama tidak ada tulisan apapun. Hanya sebuah gambar hitam putih seorang penyihir perempuan dengan aksesoris lengkap seperti topi kerucut bengkok, sebuah tongkat sihir pendek di tangan kanannya dan sebuah sapu dengan ujung seperti tumpukan lidi. Sebuah garis panjang terpampang dari ujung topi hingga ke ujung kaki penyihir itu.
Ada aura kegelapan di sebelah kiri dan aura penuh kesucian di sebelah kanan.
Di halaman selanjutnya juga tidak ada tulisan sama sekali. Hanya gambar-gambar yang mungkin saling berhubungan. Begitu pun di halaman seterusnya.
Hingga di halaman terakhir tertulis jelas dengan tinta berwarna emas, 'Celine and Josh, read and do it!'.
"Bagaimana cara mereka belajar? Jika hanya gambar-gambar yang aneh?"
***
Paginya Celine terbangun dengan kepala yang sedikit pusing. Memijat-mijat keningnya pelan berharap dapat menghilangkan sedikit pusingnya. Setelah mendingan, dia mengeluarkan badannya dari dalam selimut dan berlalu ke kamar mandi.
Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Celine memilih pakaian yang ada di lemari. Kebanyakan, model dress jaman Inggris kuno. Ada beberapa potong pakaian dengan model sekarang, namun memperlihatkan bagian punggung dan separuh pahanya.
Sambil menghela nafas pelan, dia mengambil dress berwarna hitam, dengan bagian bawah mengembang. Ada pita-pita kecil yang mengiasi. Bagian lengan hanya menutupi tiga perempat lengannya.
Dengan cekatan dia memakainya dan menggulung rambutnya. Beberapa helai dibiarkan terjatuh di samping kanan kirinya. Poninya diatur sedemikian rupa hingga terlihat menarik.
Setelah semuanya beres, dia memandangi pantulan dirinya di kaca besar lemari itu. Matanya masih terlihat penuh kesedihan.
Sebuah tangan mengelus pelan pipinya. Tangan yang di hatinya terdalam sangat dirindukan. Celine meletakkan tanggannya diatas tangan dingin itu. Sang pemilik tangan tersenyum.
"Aku mencintaimu." Suara itu bagai alunan musik yang indah. "Sangat mencintaimu."
Celine tersenyum mendengarnya.
"Apapun! Apapun akan aku lakukan untukmu. Asal kau menjadi milikku selamanya." Bukan permintaan. Tetapi pernyataan yang penuh ketegasan.
Cody mencium pelan puncak kepala Celine, sedangkan Celine menutup matanya rapat-rapat. Menikmati sensasi yang dahulu dia sering dapatkan. Selain itu, juga menetralkan jantungnya yang berdetak melewati kecepatan biasanya.
Mungkin lain kali, dia harus pergi ke dokter spesialis jantung, untuk menanyakan apakah jantungnya bisa bertahan lama atau tidak. Sungguh, dia sama sekali tidak mau mati muda karena detak jantungnya yang tidak pernah normal.
Tapi, sedetik kemudian bayang-bayang mengenai daddy-nya terbujur kaku dan pengakuan tentang semuanya murni dari mulut Cody.
Hatinya terasa diremas-remas. Bahkan matanya mulai terasa panas lagi.
Bulir-bulir bening itu mulai membasahi kedua pipinya.
"Permisi Nona, saya mengantarkan sarapan untuk anda, dan ini ada titipan."
Seorang perempuan yang Celine ketahui bernama Lily, mengenakan dress mini berwarna merah terang membawa sebuah nampan berisi makanan dan sebuah paper bag besar berwarna coklat.
Celine memperhatikannya dengan wajah sinisnya. "Sudah kubilang, aku tidak mau makan sebelum membunuh Tuanmu yang tidak punya hati itu!"
"Kau akan menyesal, jika terus keras kepala seperti ini." Balas Lily, setelah meletakkan sarapan dan paper bag itu.
Dengan santai, Lily langsung keluar meninggalkan Celine sendiri.
Setelah benar-benar yakin pintu tertutup dan tidak terdengar suara di balik pintu itu, Celine menatap paper bag besar berwarna coklat itu.
Celine mengambil paper bag itu dan mengeluarkan sebuah kotak. Matanya memandang heran ketika memandang isinya. Satu buku tentang sihir dan peralatan sihir menyihir lainnya. Tidak hanya itu, ada kotak makanan yang biasa dia gunakan untuk membawa sandwich saat bepergian.
Dan benar saja, isinya beberapa potong roti isi daging. Celine mengambil satu potong dan memakannya.
"Sudahku duga Josh dan Rose pasti akan mengirimi ini semua." Ucapnya sambil memakan roti isinya dan membaca sebuah kertas yang berisi tentang apa saja yang harus dihindari dan dilakukan.
Semangat yang timbul setelah makan, Celine langsung mengambil tongkat sihirnya. Mencoba belajar apa yang bisa dia lakukan untuk membebaskan dirinya.
***
.
.
Hai... Aku kembali... Entah kali ini aku harus kesal atau berterima kasih kepada haters yang kemarin baru saja bercuap-cuap di dunia maya tentangku.
.
.
Tapi kali ini aku akui, aku harus berterima kasih kepada para haters, udah mau ngoreksi kedalam diriku, terus juga bangkitin mood buat nulis cerita di masa-masa lelah sehabis ospek. Mungkin kalo gak dibuat sedikit sedih begini, aku gak bakalan ngetik dulu sementara waktu.
.
.
Oh iya.. Terimakasih yang udah mau kasih vote, comment, plus nunggu cerita aneh bin gaje dari author yang pea..
.
.
Salam sayang
~Sellpit
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Darkness Comes
VampireCeline, gadis berdarah murni penyihir yang baru saja pindah dari Itali, tidak menyangka melihat sebuah adegan yang mengharuskannya berhadapan dengan pangeran vampire. Walau kekasihnya pun seorang vampire, tetapi itu semua tetap membuatnya takut meng...