"Aku akan tetap mencintaimu apa pun kondisimu." Katanya pelan dan langsung mengusap-usap kepalaku. "Kembali ke topik awal. Apa.. apa kau memiliki keturunan darah dari pemburu bayangan?"
"Maksudmu?" Kuyakin sebuah kerutan dikeningku tercetak jelas. "Ak.. aku tidak mengerti hari ini aku yang aneh atau kamu yang aneh? Frans siapalah itu dan pemburu bayangan."
Aku melihat dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum masam ke arahku. Tangannya terulur, menarikku ke dalam pelukannya yang dingin, namun tetap membuatku sangat nyaman. Bahkan aku membenci kedua tanganku yang secara otomatis tanpa meminta otakku memikir, langsung membalas pelukannya.
Bibirnya berulang kali mengecup puncak kepalaku dan dilanjutkan tangan kirinya mengelus punggungku. Layaknya seorang ayah yang sedang menenangkan putrinya, mungkin. Dan karena aku juga sudah lama tidak merasakan kasih sayang seorang ayah.
Setelah berhenti mengelus punggungku, dia menarik tubuhnya, yang mau tidak mau aku harus lepas dari pelukan yang sangat nyaman ini. "Tidurlah.. Sudah malam." Suruhnya tegas.
Aku langsung merebahkan badanku lagi di kasur yang empuk ini. Dia membetulkan selimutku dan langsung pergi dari kamarku yang sebelumnya ia sempat mematikan lampu kamarku.
Kini hanya kegelapan yang menemaniku dan bayangan cahaya bulan di balik gorden. Ya. Setidaknya kamarku tidak benar-benar gelap. Dan suasana ini membawaku ke dunia lain.
***
Author POV
"Josh.." Suara bariton itu mengagetkan Josh yang sedang duduk diam dengan jari-jarinya memegangi secangkir coklat panas.
"Apa?" Dengan menatap kesal ke arah suara yang mengagetkannya, dia hanya membalasnya dengan singkat.
Terlihat samar Cody tersenyum masam dan langsung mengambil posisi duduk di samping Josh. Alih-alih menjawab pertanyaan Josh, Cody melemparkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang keluar.
Matanya mencari-cari Rose, wanita yang tidak pernah terlihat kesal kepadanya.
"Dimana Rose?"
"Apa kemampuanmu hilang? Sampai-sampai kau tak tahu dimana Rose berada." Cody malah terkikik geli mendengar balasan dari Josh.
Sebenarnya dia sudah bisa menebak dengan indara penciumannya yang tajam, bahwa Rose sedang di dapur, lebih tepatnya duduk melamun. Entah apa yang dipikirkan wanita itu, karena terkadang-kadang Cody sama sekali tidak bisa membaca pikiran wanita itu.
Mantra-mantra kuno yang di rapalkan untuk memblock siapa pun yang niat mencuri pikirannya sangat efektif. Dan itu berlaku untuk Cody hingga saat ini. Berkali-kali dia suka mencoba menghancurkan mantra-mantra itu, tapi malah membuatnya seperti orang gila. Sangat sulit untuk dipecahkan.
"Jadi apa tujuanmu menghampiriku? Bukannya kau lebih senang jika berdekatan dengan adikku?" Tanya Josh ulang, membuyarkan pemikiran Cody saat ini.
Cody menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Apa kalian mempunyai keturunan dari pemburu bayangan?"
"Tidak." Jawabnya singkat dan tegas. Cody mendengus pelan mendengar jawaban Josh. "Memangnya ada apa?" Lanjutnya setelah menyesap coklat panas itu.
"Dengar! Aku percaya saja jika apa yang di lihat Celine benar adanya. Dan aku minta kau menjaganya untukku ketika aku pergi." Jelasnya setelah dia mendengar pikiran Josh mengenai kejadian tadi.
Josh mengalihkan pandangannya, menatap mata Cody dengan tajam. "Tanpa kau suruh, aku selalu menjaga adikku! Dan itu sama sekali bukan untukmu!"
"Ya terima kasih." Balasnya, menghiraukan kalimat terakhir yang keluar dari bibir Josh. "Katakan padanya, aku akan pergi sebentar. Klan kami di bagian utara sedang mengalami sedikit gangguan yang disebabkan oleh para penyihir."
Tanpa memperdulikan jawaban yang akan di dengar dari Josh, Cody langsung meninggalkan rumah itu. Sebuah telepati yang dikirim oleh klannya sebelum dia menemui Celine.
***
Langkah-langkah lebar itu terus menelusuri lorong kastil yang gelap tanpa pencahayaan. Hanya di ujung lorong terdapat sebuah obor. Sebenarnya, tanpa cahaya dari obor itu tak masalah bagi klan vampir. Kemampuan mereka yang dapat melihat dalam keadaan gelap memudahkan segalanya. Termasuk saat memburu mangsa.
Kastil tua itu terletak di dalam hutan belantara tanpa terkena sinar matahari. Kastil itu dipergunakan untuk tempat tinggal vampir di daerah utara. Walau mungkin ada beberapa anggota klan vampir yang tinggal berbaur dengan manusia.
Langkahnya berhenti ketika sudah berdiri di depan pintu yang menjulang tinggi berwarna keemasan. Dengan cepat pintu terbuka.
"Kenapa kalian membunuh para penyihir itu?" Suara itu ditunjukkan untuk seseorang yang sedang duduk bersantai menikmati segelas cairan berwarna merah pekat. Dari baunya saja cairan itu jelas-jelas adalah darah manusia.
"Hai Cody!" Sapa orang itu dengan senyum lebar. Cody sama sekali tidak membalas sapaannya. Dia langsung berjalan dan menarik kursi di depan pria itu. "Mau minum?" Tawarnya lagi.
Wajah bisa menipu. Pria itu berwajah seperti seseorang berumur 40 tahun walau sebenarnya umurnya sudah melewati 7 abad.
Tangan kanannya memutar-mutar gelas itu. Menyesapnya perlahan seakan sedang menikmati segelas wine.
"Kenapa kau menyuruh mereka membunuh para penyihir itu?" Ulang Cody dengan menatap tajam pria itu.
Alih-alih menjawab, pria itu tertawa keras. "Bagaimana mungkin aku membiarkan tikus-tikus busuk itu mengacau di daerah kekuasaanku, Cody? Jika mereka dibiarkan hidup, mereka pasti akan mencari cara untuk bermain dengan kita. Dan aku malas membuang tenagaku sedikit saja untuk meladeni permainan tidak penting itu."
"Oh iya, bagaimana mungkin kau tahan dengan bau para tikus busuk itu?" Katanya lagi sambil menyesap darah itu.
Cody menatap tajam pria itu, "Kau tak berhak mengatakan mate-ku tikus busuk!"
"Oh... maafkan aku." Wajahnya dibuat seakan-akan merasa bersalah. "Sampai saat ini aku sama sekali tidak menyangka bahwa kau memiliki mate seorang penyihir berdarah murni. Oh tidak.. tidak.. tidak!" Lanjutnya dengan menggelengkan kepalanya.
Cody menyipitkan matanya, menunggu pria itu melanjutkan pembicaraannya.
"Bukan hanya kau yang memiliki mate penyihir berdarah murni, tetapi kakakmu juga. Gabriel."
***
Terima kasih ya buat yang nge-vote and comment cerita gaje-ku haha.. Terima kasih juga buat dukungan-dukungannya.
Peluk sayang
~Sellpit
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Darkness Comes
VampirosCeline, gadis berdarah murni penyihir yang baru saja pindah dari Itali, tidak menyangka melihat sebuah adegan yang mengharuskannya berhadapan dengan pangeran vampire. Walau kekasihnya pun seorang vampire, tetapi itu semua tetap membuatnya takut meng...