Bab V :: Penutup

15 5 4
                                    

Kekalahan semalam membuatku berada di tempat ini. Di dapur para pengurus pondok pesantren. Hukumannya gampang, hanya membantu memasak, dan menyuci piring. Katanya, nanti ada acara buka bersama di halaman utama.

Aku tersenyum senang. Sepertinya nanti akan seru. Sekolah umum juga madrasah kembali diliburkan. Semua santriwati sibuk membersihkan pesantren. Sebagian membersihkan halaman, sebagian membersihkan kelas, sebagian lagi membersihkan asrama selepas acara menyambut bulan suci kemarin. Aku dan sekitar 15 anak membantu di dapur.

Menu yang disuguhkan cukup menggugah selera. Untung saja aku tak doyan makan, melihat makanan ini tak dapat membuatku tergoda. Berbeda dengan Risma di sampingku, ia terlihat beberapa kali mencium aroma masakan, lalu tertawa terbahak-bahak. Membuatnya berkali-kali menjadi pusat perhatian.

"Laila, di depan ada donasi makanan, tolong ambilkan. Ajak yang lain juga." Ustadzah Nanik muncul dengan senyuman khas. Aku mengangguk lalu menggandeng beberapa tangan anak yang kukenal agar mau menemani.

"Kira-kira bantuannya apa ya? Jangan bilang nasi kuning." Nia berbisik di belakang. Namun aku masih bisa mendengarnya.

"Nasi goreng kali ah." Yang lain menyahut.

"Paling, ayam goreng atau ayam krispi."

"Di dapur udah banyak weh."

Aku tersenyum sembari menggeleng. Begini jadinya jika mengajak tukang gosip, di mana saja pasti ada yang dibicarakan. Padahal ustadzah sering kali menasehati, bergosip itu dilarang. Katanya, bergosip itu jahat.

"Kalian mau ikut, apa mau ngomong terus?" Aku tersenyum melihat mereka yang seketika terdiam.

Di depan mini market, ustadzah Aisah tersenyum, lalu memanggil kami agar bergegas.

"Minuman ini kalian taruh di lapangan. Usahakan panggil teman-teman yang di lapangan ke mari. Biar bisa membantu." Kami menggangguk paham.

.

Setelah hampir seharian kami sibuk bekerja. Kini saatnya menanti adzan maghrib berkumandang. Sekitar sepuluh menit lagi. Melihat makanan yang terhidang di depan, membuatku juga yang lain merasa ingin menghabiskan semua. Kapan lagi makan besar seperti ini.

Para pengurus pesantren juga hadir. Masing-masing dua di setiap barisan. Agar muat, para ustadzah menyuruh kami membentuk barisan. Sekitar lima puluh anak beserta pengurus duduk berhadapan pada setiap barisan. Dari barisan satu ke barisan lainnya hanya berjarang tiga meter, dengan banner sebagai alas.

Kulihat semuanya tersenyum, terlihat sekali jika mereka merasa senang. Antusias yang tinggi, membuat berbuka di hari pertama ramadhan terasa menyenangkan, lebih menyenangkan dibanding berbuka bersama keluarga. Dan benar, pemikiranku tentang bosannya berpuasa di pesantren, salah.

Allahu akbar allahu akbar...

Serempak kami mengucap alhamdulillah lalu mulai meminum minuman masing-masing. Malam ini, senyum tak pernah lepas dari bibir kami.

.

Tak terasa, kami telah berada di hari ke empat belas ramadhan. Antusias semakin membara mengingat besok, kami akan pulang. Bertemu keluarga dan berlibur di kampung halaman selama sebulan penuh.

Selain itu, kami juga dihebohkan dengan adanya bazar. Bazar yang berbeda dari tahun kemarin, bazar yang lebih besar. Dan Linda benar, akan ada bazar hari ini.

Tak perlu waktu lama, kami segera memadati halaman utama. Melihat-lihat bazar atau malah berhambur ingin membeli. Dalam hati, kuniatkan membeli sesuatu sebagai oleh-oleh, untuk keluargaku juga sahabatku di rumah.

Linda berpencar entah ke mana. Diana juga tak terlihat batang hidungnya. Kali ini, aku sendiri. Tapi tak apa. Aku sudah terbiasa ke mana-mana sendiri.

Kumulai mencari sesuatu di stand makanan. Membeli makanan untuk berbuka nanti. Stand makanan tidak seramai stand pakaian apalagi stand novel. Agaknya para santriwati lebih memilih belanja baju terlebih dahulu.

Aku memilih beberapa makanan ringan, seperti tahu isi, tempe goreng, dan beberapa makanan ringan khas lainnya. Oi, jangan bilang aku rakus dan tidak mementingkan uang jajan kali ini. Mari kuberi tahu, makanan ini terjual dengan harga lima ratus rupiah dua biji. Siapa yang tidak akan tergoda membelinya dengan harga segitu.

Setelah puas berbelanja makanan. Aku segera melipir ke stand novel, berhubung stand pakaian masih ramai. Jangan pikir aku ke sini karena aku suka membaca. Tidak. Aku tidak suka membaca. Novel yang kubeli ini, akan kuberikan pada sahabatku di rumah. Dia sangat menyukai novel, katanya novel apa aja aku suka. Dia juga sering berkata ingin menitip novel. Tapi kali ini, akan kuberi ia novel gratis. Mungkin dua buah novel.

Dahiku mengernyit, agak heran. Kenapa stand novel sekarang lebih banyak? Berbeda dari biasanya pula. Kali ini tak hanya novel berbumbu islami yang kulihat. Tapi bejibun novel remaja, alias cinta-cintaan. Kupilih satu persatu, melihat bagian belakangnya. Jika bagus kupegang, jika tidak kukembalikan.

Tak ingin membuat si mbak penjual kecewa. Aku memutuskan untuk membeli dua buah novelnya. Satu berjudul: Cinta Para Penghuni Surga milik Kahlil Gibran, yang satu lagi berjudul: Sorry I Love You milik Fanny Salma. Kuharap dia suka dengan apa yang kuberi untuknya nanti.

Melihat stand pakaian masih bejibun orang di sana. Aku memutuskan untuk menutup kisah ini. Ya hanya sampai di sini, kisah ramadhanku. Memang tak begitu banyak yang kusampaikan, aku harap kalian bisa mengambil hikmah dari apa yang kuceritakan.

Salam hangat

Laila.

The end

The Story Of Ramadhan #TheOrion's_projectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang