Lying

603 43 2
                                    

Part 2

"Bagaimana kabarmu, Levi? Apa kau baik-baik saja?..." ucap Petra tiba-tiba sambil menyandarkan tubuhnya. Aku menoleh.

"Mengapa kau bertanya seperti itu?..." tanyaku balik sambil menutup bukuku. Ia memiringkan kepalanya.

"Yah... kupikir kau terlihat agak kacau akhir-akhir ini..." ucapnya sambil menatap ujung rambut sampai ujung kakiku. Saat ini aku sedang duduk agak jauh darinya.

"Kau bodoh ya? Bagaimana kau mengkhawatirkan keadaan orang lain tapi kau sendiri tidak tahu keadaanmu?" Tanyaku sambil melipat tanganku di depan dada.

"Ah, kupikir... aku merasa kau berbeda akhir-akhir ini. Selain itu, ke mana scarf yang biasa kau kenakan di kerah bajumu?.." tanyanya sambil menatap pakaianku. Ia benar. Aku akhir-akhir sangat ceroboh. Ia bahkan memperhatikan kebiasaanku. Hanya aku yang tidak tahu tentangnya.

"Aku membuangnya..." bohongku sambil meletakkan tanganku dia atas meja. Ia menatapku lama.

"...kau berbohong..." ucapnya sambil memalingkan wajahnya. Aku sedikit terkejut, kemudian aku memalingkan wajahku juga.

"Kau tidak perlu memikirkannya, Petra. Aku baik-baik saja..." ucapku sambil menarik kursi ke dekatnya. Ia menatapku sayu. Kami sama-sama diam.

"...Levi, pergilah..." ia membuka suaranya sambil menggenggam tanganku "...temukanlah kebahagiaanmu, Levi. Lupakanlah aku..." ucapnya dengan suara yang bergetar. Ini aneh.

"...Petra, apakah telah terjadi sesuatu?..." tanyaku cemas sambil meremas tangannya. Ia memalingkan wajahnya.

"Petra..." ucapku sedih sambil terus menatapnya. Ia tidak mau menatapku. Ini aneh. Tidak biasanya ia diam selama ini. Sejak siang tadi, ia juga tidak banyak bicara.

"Petra..."

"Levi,..." ia menatapku sedih dan tajam "...pergilah, Levi. Aku tak ingin melihatmu disini..." ucapnya sambil menarik tangannya. Ia menekan tombol di samping tempat tidurnya.

"...Petra..."

"...pergilah..." ia memalingkan wajahnya lagi. Tiba-tiba seorang dokter dan dua suster masuk ke ruangannya.

"...maafkan saya, Tuan. Silakan keluar.." ucap salag satu suster itu sambil mendorongku keluar ruangan. Setelah aku sampai di luar, ia menutup pintu dan menguncinya dengan cepat.

"...Petra..."

***

"Levi-senpai, kau hari ini tidak mengunjungi Petra-senpai?..." tanya Eren sambil menatapku heran. Aku menatapnya. Itu wajar. Biasanya, aku selalu mampir ke rumah sakit Petra setiap hari.

"..."

"Senpai?..." panggilnya heran karena aku tidak menjawab pertanyaannya.

"Eren..." panggil Mikasa sambil menarik tangan Eren "..diamlah. dan sekarang lebih baik kita cepat pulang. Kita harus segera menyiapkan makan malam, Jika tidak cepat, kita tidak akan bisa menyiapkan makanan yang cukup untuk Sasha dan Connie..." ucap Mikasa sambil menarik tangan Eren.

"Hentikan, Mikasa. Aku tahu, lagipula, aku bisa berjalan sendiri..." protes Eren ketika Mikasa tak menghiraukan ucapannya.

"Mikasa,.." panggilku. Mikasa menoleh.

"Apa?..." tanya Mikasa sambil menghentikan langkahnya.

"Aku akan makan malam di rumahmu..." ucapku sambil berjalan mendahului Eren dan Mikasa.

"Eh?..." Eren dan Mikasa saling berpandangan.

***

"Um... Senpai, kau mau tambah teh lagi?.." tanya Armin sambil menyodorkan teko yang di pegangnya. Aku menatapnya sejenak, kemudian membuang wajahku. Aku sedang tidak ingin minum teh.

"Um... baiklah, sepertinya kau tidak mau..." Armin meletakkan teko yang dipegangnya ke atas meja.

Aku tak menghiraukan ucapannya, kemudian aku menatap ke luar jendela. Apakah Petra baik-baik saja? Aku meremas kembali tanganku.

***

"Mohon maaf, Nona Ral saat ini sedang tidak menerima tamu..." ucap seorang suster sambil menatapku. Aku terdiam. Aku baru saja dari kamar Petra, tapi ruangan itu kosong. Dan ketika aku bertanya tentang kamar Petra yang kosong, suster itu langsung menolak kunjunganku.

"Namanya Petra Ral, bukan? Kemarin ia baru saja dipindahkan. Tapi kami tidak bisa menyebutkan nomor ruangannya..." ucap suster itu lagi. Aku mengepalkan tanganku. Apa maksudnya ini, Petra? Apakah begini caramu meninggalkanku? Tanyaku pada diriku sendiri.

"Kalau begitu, terima kasih, Suster..." aku membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu keluar. Entah mengapa aku merasa sangat lelah.

***

"Ngomong-ngomong, ada apa Senpai datang ke sini? Tidak biasanya..." ucap Sasha memecahkan lamunanku. Aku menoleh.

"Sa... Sasha... Senpai hanya ingin datang berkunjung ke sini. Bukankah Mikasa adalah sepupu Levi-senpai?.." Armin berkata gugup pada Sasha. Aku menutup mataku. Tapi gadis itu tidak berhenti berbicara.

"..tapi... mengapa ia tidak mengunjungi Petra-senpai? Bukankah ia selalu melakukannya?..." tanya Sasha lagi. Aku menggertakkan gigiku.

"..Sasha, Levi-senpai pasti memiliki banyak urusan, jadi ia tidak mengunjungi Petra-senpai..."

"...tapi..."

"Sasha..." Mikasa membuka mulutnya "...Levi harus mengunjungiku bulan ini untuk mengirimkan uang bulananku, jika tidak, kau tidak akan bisa makan disini..." Aku menatap Mikasa, ia juga menatapku. Kemudian aku membuang wajahku.

"Apa...?? Begitu ya...? Yah.. syukurlah kalau begitu. Terima kasih, Levi-senpai. Kalau tidak ada kau, aku pasti sudah mati..." ucap Sasha sambil meletakkan sendoknya, kemudian ia membungkuk kepadaku.

Aku menghela nafas. Kemudian memalingkan wajahku dan memikirkan Petra lagi.

Goodbye (Rivetra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang