End

590 50 16
                                    


***

Aku menatapnya dari balik kaca setebal 5 cm. Aku tertegun.

Bagaimana ini bisa terjadi? Tanyaku pada diriku sendiri.

Aku mengepalkan tanganku dan menggigit bibirku.

Aku mengumpulkan segenap tenagaku untuk menatap tubuhnya dari balik kaca. Selang oksigen dan infus terpasang hampir di seluruh bagian tubuhnya. Ia terlihat sangat menderita. Tak henti-hentinya keringat mengalir dari wajah dan tubuhnya.

"Petra..." aku merasakan air mata menggenangi pelupuk mataku dan siap menetes. Aku ingin menggantikannya, menghentikan penderitaannya. Namun tentu saja aku tidak bisa melakukannya. Seandainya saja, seandainya saja...

"Tidak, Petra..." air mata mengalir membasahi pipiku. Aku ingin memeluknya. Hentikan, jangan membuatnya semakin menderita.

"Levi? Levi?! Kau baik-baik saja??" Tanya seseorang dibelakangku. Aku menoleh. Hanji. Apa yang ia lakukan disini?

"Kau terlihat sangat pucat, Levi. Kau--"

"Tidak, Hanji. Aku tidak baik-baik saja..." aku menutup wajahku. Bagaimana bisa aku masih baik-baik saja setelah menyaksikan penderitaan Petra? Bahkan aku tidak bisa menolongnya?

"Levi..."

"Sudahlah, Hanji. Tak ada yang bisa membantuku disini" aku berjalan lunglai menuju kursi di depan ruang rawat Petra. Aku mulai menangis disana.

"Levi..." Hanji menatapku sayu. Ia tahu ia tak dapat menolongku. Aku menutup wajahku. Petra... siapapun tolong selamatkan dia...

***

"Levi..." panggil seseorang menyadarkanku. Aku tertegun dan menatapnya, ia sedang menatapku dengan penasaran "apa yang sedang kau pikirkan?" Tanyanya sambil menyentuh wajahku. Aku menggapai tangannya dan menggenggamnya dengan erat.

"Tidak, aku hanya... sedikit bermimpi buruk... itu saja..." ucapku sambil meremas tangannya erat. Aku menatapnya lama.

"Mimpi buruk? Tentang apa?" Tanyanya sambil memiringkan kepalanya. Aku mendekatkan wajahku dan menciumnya. Ia sedikit terkejut, namun ia tetap membiarkanku melakukannya.

"Apakah mimpinya seburuk itu?" Tanyanya setelah aku menarik wajahku. Ia memelukku dan menyandarkan kepalanya di bahuku. Nafasnya terasa lembut.

"Ya. Mimpi yang sangat-sangat buruk. Aku bermimpi,... aku kehilangan dirimu..." ucapku sambil memeluknya erat. Rasa takut muncul dari dalam diriku.

"Kau takut aku pergi?" Tanyanya perlahan. Ia memainkan rambutku dengan jarinya yang ramping, aku menutup mataku dan memeluknya semakin erat.

"Benar. Aku takut kehilanganmu" jawabku dengan suara bergetar. Kurasa ia dapat mendengar suaraku yang lemah karena ia langsung menarik tubuhnya dariku.

"Levi..." ia menatap mataku tajam "...aku tidak bisa berjanji jika aku akan terus berada di sampingmu. Lihatlah keadaanku sekarang" aku menatapnya dari kepala sampai ujung kakinya. Memangnya kenapa?

"Kau berjanji akan selalu bersamaku..." ucapku lemah dan aku memalingkan wajahku. Ia menyentuh wajahku dan kembali menatapku tajam.

"Levi, apa yang kau harapkan dari diriku yang sekarang? Kita tidak bisa bersama selamanya. Aku--"

"Hentikan!" Aku berdiri dan memalingkan wajahku lagi "jangan mengatakan hal seperti itu. Kau tahu aku membenci hal seperti itu bukan?!" Bentakku padanya. Ia tersentak dan memalingkan wajahnya. Aku terdiam dan tersadar. Aku segera memeluknya.

"Maaf... maafkan aku, Petra" ucapku di telinganya. Aku bisa merasakan air mata mengalir di pipinya. Tidak, jangan menangis, Petra.

"Petra, maafkan aku.." aku memeluknya semakin erat. Ia menggeleng dan kembali menangis.

"Ini bukan salahmu, Levi. Ini salahku. Seandainya aku tidak terlahir di dunia ini, kau pasti akan baik-baik saja sekarang" ucapnya sambil menutup wajahnya.

"Jangan katakan hal seperti itu, Petra. Aku bahagia kau bisa lahir di dunia ini. Aku bahagia karena dirimu" ucapku tulus. Aku kembali mencium bibirnya lebih dalam. Ia diam saja, namun air mata telah berhenti mengalir dari matanya.

"Kau tidak berbohong?" Tanyanya setelah aku menarik wajahku. Aku menyentuh pipinya dan mengangguk. Ia tertawa dan menyentuh pipiku.

"Kalau begitu, kau mau menerimaku yang seperti ini?" Tanyanya sambil menyentuh kakinya yang lumpuh akibat leukimia di tubuhnya. Aku tersenyum sedih.

"Jangan tanyakan hal itu lagi, Gadis Bodoh" ucapku sambil memeluknya. Aku merasakan ia sedang tersenyum. Aku tahu waktu yang ia punya tidak lama lagi. Dan ini sangat menyakitkan.

"Levi..." panggilnya.

"Mm..."

"Aku mencintaimu..." ucapnya sambil memelukku erat. Aku terdiam dan tersenyum sedih.

"Aku juga mencintaimu, Petra..."

***

Aku menatap nisan yang baru saja terpasang di hadapanku. Aku tersenyum pahit. Inilah akhirnya. Aku menghela nafas. Sekarang apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa hidup tanpamu.

"Petra..."

Levi, berbahagialah untuk dirimu sendiri. Berjanjilah.

Tidak.

Levi... kau mencintaiku?

Tentu saja.

Kalau begitu inilah permintaan terakhirku. Jika kau benar-benar mencintaiku.

...

Berbahagialah, berjanjilah kau akan bahagia. Maafkanlah aku yang tidak bisa terus bersamamu. Maukah kau berjanji?

...

Levi!

...aku... berjanji...

Ia tersenyum. Itu senyuman terakhirnya.

Terima kasih, Levi. Aku mencintaimu.

...aku juga...

END

***

FINALLY di tengah kesibukanku senagai MaBa, Fanfic ini selesai dengan sedih :"3
Terima kasih atas supportnya manteman. Lain kali aku bakal bikin good ending :"3
Sekali lagi makasih TwT <3<3

Goodbye (Rivetra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang