Kehilangan

19 1 0
                                    

Jason PROV

Aku mengerjapkan mataku melirik jam dinding sekilas. Ah, pukul 9 pagi.
Aku masih malas untuk beranjak dari posisi tidurku yang nyaman.

Aku baru tertidur jam 2 pagi tadi. Aku tidak melakukan apapun selain mengenang Mom ku yang baru menghadap Tuhan. Aku terus memikirkannya dan alasan Tuhan memanggilnya. Padahal aku belum sempat membanggakannya. Rasa mengenang ini kembali, membuat nafasku kembali sesak. Aku ingin menangis tapi, aku tak bisa. Seakan Mom ku juga tak merelakan air mataku jatuh untuknya, seakan ia ingin putra tunggalnya ini tegar. Ini yang membuat jiwaku tersiksa. Kembali ku pejamkan mataku.

Tok..tok..tok..

Damn! Aku baru memejamkan mata tapi seseorang mengusikku.
"Apa?!", teriakku tanpa mau beranjak dari tempatku tidur.
"Den, den dipanggil oleh Tuan untuk segera turun ke ruang tamu.", ucap seseorang yang aku yakin bibi pelayan di rumah ini
"Iya. Nanti aku ke sana.", jawabku ketus.
"Saya permisi Den. "

Aku yakin bibi pelayan itu sudah tak berada di depan pintuku.
Aku bangkit dari tempat tidur. Meregangkan tubuhku sesaat lalu beranjak ke kamar mandi.

Selesai mandi, aku berjalan menuju lemari sembari menyugarkan rambut basahku dengan handuk, mengambil Kaos Polo abu-abu dan Celana Jeans Levis biru navy.

Aku tidak perlu menyisir rambutku, karena nanti akan rapi dengan sendirinya. Bergegas aku menuruni tangga menuju ruang tamu. Ku lihat Daddy duduk dengan 4 orang asing.

"Ehem, Good Morning.", sapaku.
"Oh, come on boy, salam tamu kita!", seru Daddy padaku.
Aku menurut saja, lelaki pertama ku jabat tangannya sekilas saja. Ketika ingin menjabat tangan wanita pertama,
"Boy, cium tangannya!", perintah Daddy.
Aku benci tata krama negara ini, kenapa harus ada acara cium tangan orang yang lebih tua. Di negara lain, cium tangan hanya untuk wanita cantik saja. Heran juga kenapa Daddy masih saja menganut tata kerama negara ini yang bukan negaranya. Daddy lahir di New York jadi jelas negaranya adalah USA meski Grandma dari Indonesia, ah ya ini pasti ajaran grandma yang terlalu keras menekankan tata krama negaranya ini.
Atau Daddy terlalu mencintai Mom.
Aku merindukan Mom lagi. Sedang apa dia di atas sana ya? Apa dia sudah makan?

"Jason! Ucapkan terimakasih.", seruan Daddy menyadarkanku dari lamunan pagiku. Astaga, apa yang sudah ku lewatkan?

"Terimakasih aunty dan uncle.", ucapku secepatnya meski aku tak tau terimakasih untuk apa.

"Baiklah kami pulang dulu.", kata salah satu pria asing itu. Aku mengangguk.

"Hati-hati.", ucap Daddyku.

Dua wanita asing memelukku bergantian. Risih sebenarnya, tapi ku biarkan. Aku lelah selalu mendengarkan teguran Daddy.

"Main-mainlah ke rumah Tante di depan bila kau kesepian di sini.", kata wanita asing yang memelukku terakhir kali tadi.

Aku hanya mengangguk kecil. Oh gubuk reot itu, mereka penghuninya.

Di Balik Tembok HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang