7

32 0 0
                                    

Tujuh

🐱🐱🐱

Yoongi keluar dari kamarnya dengan penampilan yang cukup rapi. Sekarang masih pukul sepuluh, Jimin pasti sedang menonton sketsa komedi kesukaannya lalu menyuruh Yoongi sarapan begitu melihat Yoongi keluar kamar.

"Kau mau ke rumah sakit?"

Yoongi hanya menjawab pertanyaan Jimin dengan gumaman. Ia masih sibuk mengunyah makanannya.

"Aku mungkin akan kembali malam sekali."

"Memangnya kau mau kemana?"

Jimin menatap Yoongi dengan penasaran. Seperti anak kecil yang tidak sabar diberi uang jajan. Sebenarnya Yoongi tidak mengerti kenapa ia harus mengatakan hal itu yang malah melahirkan tanda tanya pada otak Jimin. Mau kemana dan sampai kapan Yoongi pergi bukan urusan Jimin kan.

"Aku ingin ke tempat Minna setelah ke rumah sakit. Setelah itu bekerja."

Tapi Yoongi makin tidak mengerti saat dirinya malah menjawab pertanyaan Jimin yang membuat Jimin terdiam beberapa saat.

"Boleh aku ikut ke rumah sakit? Aku ingin bertemu adikmu, sekali saja. Boleh ya?"

"Tidak."

Jimin mengerucutkan bibirnya. Tapi setelah itu ia mendekati Yoongi dengan tampang memohon seperti anak kecil.

"Aku mohon. Aku ingin melihatnya sekali saja. Aku akan langsung kembali ke sini setelah itu. Aku tidak akan mengacaukan urusanmu setelahnya. Aku mohon..."

🐱🐱🐱

"Selamat pagi, Min Yara. Perkenalkan, aku Park Jimin. Senang sekali bisa bertemu denganmu."

Jimin membungkukkan badannya di depan adik Yoongi yang masih terlelap dalam tidurnya. Sementara Yoongi masih berusaha memperbaiki akal sehatnya. Pikirannya masih penuh tanda tanya tantang kenapa ia setuju untuk membawa Jimin kesini.

"Yara, kau ternyata seratus kali lebih manis dari kakakmu. Jika bertemu denganmu lebih dulu, mungkin aku akan jatuh cinta padamu."

Yoongi memutar matanya. Tidak percaya dengan kata-kata sok manis yang Jimin ucapkan.

"Yoongi, apa Yara sudah punya kekasih?" Jimin bertanya pada Yoongi dengan mata berbinar yang lucu.

"Belum. Tapi aku tahu dia menyukai seseorang. Dan orang itu juga menyukainya."

Jimin menganggukan kepalanya. Sementara Yoongi mulai memandangi adiknya. Ia benar-benar rindu dengan adiknya. Adiknya satu-satunya. Kepercayaannya satu-satunya. Kekuatannya, hidupnya.

"Yoongi, kenapa ia bisa seperti ini? Kenapa ia terus tidur begini? Ia terlihat baik-baik saja? Kenapa ia tidak bangun saja?"

Pertanyaan Jimin terlalu banyak hingga rasanya membuat Yoongi ingin menyumpal telinganya dan tidak mendengar apapun termasuk suara bip berisik dari mesin-mesin yang tersambung pada tubuh adiknya.

"Aku tidak tahu Jimin. Ia hanya, tidak ingin bangun. Ia seperti tidak mau lagi melihat dunia. Ia seperti tidak mau lagi bertemu denganku."

April Yang HangatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang