"Heh Na, kamu gak apa-apa kan?" Tanya Audrey sambil menepuk-nepuk pipi kiri dan kananku dengan kedua tangannya.
"Aku hanya kaget saja" jawabku sambil merebahkan tubuhku di kasur. Tubuhku masih sedikit bergetar dan jantungku masih berdegup cukup kencang.
"Kau pasti masih kebayang-bayang dengan pasien-pasien gilamu itu. Dari dulu kan sudah kubilang buat apa sih kamu ambil kerjaan kayak gitu. Ngurusin orang-orang gila. Nanti kamu sendiri jadi gila" Omelan Audrey tak kunjung berhenti.
Aku hanya terdiam tak membalas omelan Audrey. "Esok ikut aku bertemu anak-anak. Biar kamu gak jadi gila" kata Audrey dengan merebahkan diri disampingku.
Aku menatap di langit-langit kamar itu. Dengan warna putih dihiasi beberapa bercak-bercak kecoklatan disana-sini memberi tanda bahwa rumah itu adalah rumah tua.
"Drey, maaf ya" kataku sambil menoleh kesamping.
Tampak Audrey sudah terlelap. Mungkin dia terlalu lelah setelah seharian menyetir ditambah lagi ulah sahabatnya yang membuat dia harus mengomel.
Entah apa yang aku lihat tadi.
Bayangan siapa?
Lalu, kenapa dengan gudang itu?
Ada apa dibalik pintu itu?
Semua pertanyaan itu terngiang di kepalaku. Namun aku memutuskan untuk menepis itu semua. Kali ini aku tidak akan lagi menyusahkan Audrey.
Detik pun terus berjalan menyisakan keheningan malam yang mengantarkanku ke peraduan tidurku.
* * * * *
Keesokan harinya aku ikut Audrey ke suatu sekolah. Disana terdapat banyak sekali anak-anak.Lokasi sekolah itu tampak agak terpelosok namun dengan kondisi bangunan yang telah moderen.
Tepat di depan pintu masuk terdapat aula besar tempat anak-anak bermain-main.
Di setiap sudut aula itu terdapat mainan yang dapat dimainkan oleh anak-anak disana.
Semua anak-anak tampak gembira.
"Na kamu main saja dulu dengan anak-anak itu, biar gak gila hahaahaha" kata Audrey mengejekku.
"Kau mau kemana?" Tanyaku.
"Teman-teman guru sedang diskusi di ruangan sebelah. Nanti aku kemari lagi" jawab Audrey.
Audrey pun nampak pergi dan meninggalkan aula yang dipenuhi anak-anak yang sibuk bermain.
Anak-anak disana kira-kira berkisar antara 4-12 tahun. Mereka tampak riang gembira bermain berkelompok maupun bermain sendiri dengan mainan-mainan kesukaan mereka.
Namun, perhatianku tertuju pada seorang anak di ujung aula.
Anak itu tampak murung, dengan baju lusuh yang melekat di tubuhnya.
Wajahnya sayu kebawah tak memperhatikan sekeliling.
Tampak dia tak bermain dengan temannya. Dan anak-anak tampaknya tak memperhatikan keberadaannya.
Aku mulai mendekat dan duduk di depannya.
"Kamu kenapa?" Tanyaku.
Dia tak menjawab
"Kamu sakit?" Tanyaku lagi sambil memegang tangannya.
Dia hanya menggeleng
"Namamu siapa?" Tanyaku kembali.
"Aku Mirna, aku sudah mati" jawab anak kecil itu membuatku kaget.
"Apa? Dek jangan bilang begitu" kataku sambil memegang pipinya.
"Na kamu ngomong sendiri?" Teriak Audrey sambil menabok pipiku.
"Apaan sih, aku ngomong sama adek ini" jawabku sambil menoleh ke Audrey.
"Boneka itu maksudmu?" Kata audrey menunjuk ke sesuatu di hadapanku.
Aku tercengang tak percaya.
'Tadi benar-benar ada anak drey" kataku meyakinkan.
"Na, kamu mulai gila" kata audrey.
"Bukan, aku bener-bener lihat tadi ada . . " jawabku terbata-bata.
"Na, dengerin aku, kamu mulai gila. Tenangin dirimu" jawab Audrey
"Kalau tidak aku yang akan memasukkanmu ke rumah sakit jiwa" ancam Audrey sambil melempar boneka itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH STORY (KISAH KEMATIAN)
HorrorAku tak percaya dengan apa yang aku saksikan, ku lihat anak itu menghadap ke arah lain sedang memegang kepala pasien-pasienku dulu. Aku tak kuat untuk berteriak ketika melihat salah satu dari kepala-kepala itu adalah milik sahabatku Audrey. Apa yan...