Episode 08

213 20 1
                                    

Malam dengan cepat menyambut. Separuh dari pasukan Kinal memutuskan untuk beristirahat. Sementara Kinal dan sisa pasukan lainnya masih berusaha membalas panggilan darurat yang tadi sempat terhubung.

"Coba terus ya Yon. Aku mau melihat kondisi gadis kecil yang kita selamatin tadi." Kinal pun melangkahkan kakinya menuju kamar Aya.

Namun langkahnya terhenti saat mendengar isak tangis dari kamar Cinhap. Kinal pun mengalihkan langkahnya ke kamar Cinhap untuk melihat kondisinya.

"Cindy, udah dong. Jangan nangis lagi ya. Ibu disini kok." Allisa berusaha menghibur Cinhap yang tidak menghentikan tangisnya sedari tadi.

"Bagaimana kondisinya?" Tanya Kinal yang kini telah berada di dalam kamar Cinhap.

Allisa menghadap Kinal dan memandangnya dengan tatapan sendu miliknya. Kinal tahu arti tatapan itu.

"Aku sudah tidak tahu lagi harus bagaimana membujuknya, Nal. Daritadi dia menangis terus." Lirih Allisa.

"Biarkan dia tenang dulu ya. Aku yakin dia shock." Balas Kinal.

Tanpa meminta izin, Kinal menarik Allisa ke dalam pelukannya dan menenangkannya.

"A... Aku tidak tega lihat murid aku sedih, Nal. A... Aku tidak tega." Allisa mulai terisak di pelukan Kinal.

Kinal menghela napas kasarnya dan memikirkan sebuah cara untuk mempertemukan Cinhap dengan Jinan mengingat kondisi Jinan yang sangat parah.

"Sudah. Kamu jangan nangis ya. Nanti aku pikirkan lagi caranya. Untuk saat ini, biarkan dia tenang dulu." Ucap Kinal.

Allisa hanya mengangguk dalam pelukan Kinal. Air matanya masih belum berhenti melihat kondisi Cinhap yang menyiksa dirinya sendiri.

***

Allisa POV

Saat ini, aku sedang termenung di atas ranjangku. Tidak tahu apa yang sedang kurenungkan sekarang. Yang jelas, ini bisa sedikit menenangkan hati dan pikiranku.

"Kenapa ini harus terjadi? Aku tidak ingin kehilangan murid dan sahabatku." Gumamku pelan.

Aku menangkupkan kedua tangan di depan wajahku berusaha menutup air mata yang entah kapan telah mengalir begitu derasnya.

"Bu Allisa." Panggilan itu membuatku tersentak.

Aku mengusap air mataku dan tersenyum saat melihat Cindy yang tengah berdiri di ambang pintu kamarku.

"Eh kamu ternyata. Sini masuk." Aku berusaha menunjukkan senyumku meskipun hati ini berkata lain.

Cindy melangkah masuk ke kamarku. Tidak lupa, dia menutup pintu kamarku dengan pelan karena tidak ingin menganggu para tentara yang sedang beristirahat.

Begitu pintu tertutup sempurna, Cindy langsung menghamburkan dirinya memelukku. Kembali ku mendengar suara tangisnya yang begitu pilu.

"Bu Jinan, dia nggak kenapa-kenapa kan Bu?" Isaknya.

Air mataku kembali jatuh membasahi rambut Cindy. Sungguh aku tidak tega jika harus membohongi muridku. Tapi, aku terpaksa harus melakukannya.

"I... Ibu Jinan, kondisinya sangat parah." Jawabku terisak.

"Nggak! Aku tahu Ibu berbohong! Aku tahu, Bu Jinan nggak apa-apa!" Jinan mengeluarkan segala umpatannya dalam pelukanku.

"Cindy, maafkan Ibu. Tapi, Bu Jinan masih belum bisa ditemui untuk saat ini."

"Berarti dia tidak apa-apa kan Bu? Iya kan?"

Aku menganggukkan kepalaku dan memaksakan seutas senyum tipis untuk menenangkan Cindy yang masih terisak.

City of Dead(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang