Lima

2K 296 68
                                    

Malam setelah pulang dari pertokoan di daerah Gangnam, Taehyung terlihat murung, dengan Jimin yang duduk bersamanya di salah satu sofa ruang tengah rumah sederhana tersebut. Sedangkan Jungkook sudah terlelap akibat lelah setelah membantu Taehyung membereskan kamar yang mulai saat ini akan ditempati olehnya.

Bersyukur di rumah milik Jimin terdapat tiga kamar, yang satunya milik Yoongi, kini diwariskan sementara pada pemuda Kim sang penghuni baru.

"TaeTae, lihat bintang yuk!" yang lebih mungil berseru heboh saat melirik pada jendela dan melihat kerlipan bintang di langit malam, lengannya sudah menarik baju Taehyung membuat pemuda itu sontak terkejut.

"Malas." jawaban yang diberikan membuat Jimin menekuk wajah dengan bibir yang mengerucut imut, sorot matanya berubah menjadi sedih. Total mampu membuat Taehyung menyesal dalam sekejap.

"Baiklah, ayo." desahan pasrah terdengar jelas saat pemuda Kim bangkit dan menarik lengan Jimin, menuntunnya keluar pintu rumah, sedang yang ditarik tentu saja kaget dengan tindakan mendadak tersebut.

Mereka berjalan dalam keheningan, mencari spot ternyaman untuk menikmati hamparan bintang di langit. Dengan tangan masih tertaut, Jimin sesekali melirik pada Taehyung untuk melihat raut pemuda tersebut. Datar, tidak seperti kemarin.

"TaeTae marah ya?" suara lirihan tersebut membuat Taehyung mengalihkan pandangan. Dilihatnya tatapan polos Jimin yang sedari tadi tidak ia hiraukan.

"Tidak kok, aku hanya.. Em.. Bagaimana mengatakannya." Taehyung menggaruk tengkuk dengan lengan kirinya, sedang yang kanan masih menggenggam lengan Jimin.

"Jimin dan Kookie sudah menunggu Tae bercerita sejak pulang tadi loh." senyum manis terukir di wajah, Jimin mengelus telapak yang masih menggenggam miliknya dengan lembut.

"Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Tapi yang jelas, aku adalah anak yang tidak diinginkan dalam keluargaku." Taehyung menghentikan langkah ketika menemukan bangku di dekat salah satu rumah tetangga mereka, Jimin ikut menatap bangku tersebut dan menarik lengan pemuda jangkung di sampingnya untuk duduk di  sana.

Keduanya kini menatap langit, dengan mereka sendiri hanya diterangi oleh sinar lampu seadanya dalan gelap malam tersebut. Jimin menggoyang-goyangkan kaki yang tidak sampai menapak di tanah, menunggu Taehyung melanjutkan ceritanya.

"Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri. Emosiku sulit terkontrol jika sedang merasa takut, hingga suatu hari aku melukai orang yang kusayang. Aku tidak ingat kejadiannya disaat berumur berapa, tapi setelah itu aku sudah tidak pernah bisa lagi merasakan kebebasan." Taehyung menjeda dengan helaan napas panjang.

"Orang tuaku bilang, aku gila, Jimin."

Jimin menoleh begitu cepat, mengalihkan atensinya dari kerlipan bintang pada pemuda yang kini sudah menunduk, segera ia mengelus pundak Taehyung bermaksud memberi ketenangan.

"Mereka mengurungku, tidak mengakui keberadaanku lagi, tidak memandangku, tidak menyayangiku, bahkan mungkin mereka tidak lagi mengharapkanku ada di dunia ini." tangan Taehyung bergetar kala menceritakan hal tersebut, Jimin menggenggamnya dengan kuat.

Awalnya, Jimin mengira Taehyung menangis, namun ia salah. Ini jauh lebih parah dari itu. Maka dengan hati-hati, ditangkupnya pipi Taehyung agar menatap padanya.

Benar saja, Jimin melihat sorot kosong dari mata tersebut. Tidak ada air yang menggenang, tidak ada tatapan terluka, hanya datar, namun dengan tangan masih bergetar.

"TaeTae tenang saja. Jimin disini, lihat?" pipi tirus dielus halus, membuat Taehyung seketika menutup mata, mencoba menenangkan hatinya yang kembali terasa sakit.

Wild Flower [VMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang