Dokter Muda a.k.a. Koas

1.2K 76 2
                                    

Langit biru cerah. Awan nyaris ngga terlihat. Aku sedang berdiri di depan pintu kaca besar. Tepatnya di teras Signum University Hospital. Terdiam. Enggan untuk bergerak. Bahkan aku ngga menghiraukan orang yang lalu lalang.

Selama beberapa menit, aku hanya berdiri. Detak jantungku dalam sekejap menjadi palpitasi. Dadaku bergemuruh. Masih setengah percaya. Akhirnya bisa menginjakkan kaki di tempat ini ditemani dengan jas yang aku kenakan. Snelli jas. Jas putih yang identik dengan profesi dokter.

Mulai hari ini langkah kakiku semakin dekat dengan mimpi. Ada sekelebat rasa ngeri karena takut berhadapan dengan hal yang aneh-aneh. Tapi, mimpi apapun bisa dicapai hanya jika aku berani memulai dengan langkah pertama kan?

Hari ini aku resmi jadi dokter muda. Tunggu, sebutan dokter muda ngga bisa disejajarkan dengan seorang dokter yang usianya muda. Itu dua hal yang beda. Dokter muda itu sebutan untuk calon dokter yang sedang menjalani fase pendidikan kepaniteraan di rumah sakit, bukan dokter yang berusia muda. Dokter muda sering kali lebih dikenal dengan sebutan koas. Bekal pengetahuannya sudah matang, namun pengalamannya masih terlampau hijau.

Mungkin bagi sebagian orang, hal itu cukup remeh sehingga masih ada yang menyebut dokter berusia muda dengan sebutan "dokter muda". Percaya deh, walaupun kedengerannya sepele, tapi ada sebagian kecil dokter yang merasa kecewa di dalam hati kalau dapat julukan seperti ini hanya karena usianya yang masih muda.

Gawat! Aku kelewat senang. Aku bertaruh, kalau saat ini ada yang melihatku pasti mereka berpikir aku ngga waras karena gagal menyembunyikan senyuman di wajahku. Senyum-senyum sendiri. Mataku bahkan nyaris berkaca-kaca saking senangnya. Aku terharu. Akhirnya, hari ini datang juga.

Selangkah. Dua langkah. Aku terus berjalan dengan langkah yang riang menuju pintu kaca. Aku kembali terdiam tepat saat menginjakkan kaki di lobi rumah sakit. Aku bisa menghirup aroma khas rumah sakit. Tapi, kini ada sensasi yang berbeda. Sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku ngga bisa menyembunyikan rasa senangku, bisa berdiri disini sebagai dokter muda.

Kusapukan pandanganku ke semua arah yang dapat terjangkau olehku. Mataku melebar. Sudut-sudut bibirku kembali tertarik ke atas. Aku kelewat antusias.

Kuletakkan kedua tanganku di pipi. Rasanya hangat. Kayaknya delapan puluh sembilan persen aliran darah sedang mengalir ke pipiku saat ini. Pasti kalau aku bercermin, aku akan menemukan pantulan seorang gadis dengan pipi bersemu merah. Senyumanku semakin nyata.

"Liat deh, cantik-cantik kok aneh," sebuah suara yang berasal dari laki-laki asing membuyarkan lamunanku.

"Ssst," orang disebelahnya memberikan kode agar laki-laki itu diam karena takut kalau aku bisa mendengarnya.

Tatapanku tertuju ke depan. Mematung. Perlahan-lahan kedua tanganku, kulepaskan dari pipiku. Kedua orang asing itu berjalan menjauhiku ke arah pintu kaca. Keluar rumah sakit. Sedangkan, aku memutuskan untuk kembali berjalan. Malu banget, parah!

Arlojiku menunjukkan pukul 07.05. Lewat lima menit! Aku telat! Baru beberapa langkah aku berjalan, aku kembali terdiam. Lupa harus berkumpul dimana. Dengan cepat kurogoh kantong sneliku untuk mengambil hp dan membuka Line dari grup staseku. Aku men­-scroll ke atas mencari-cari petunjuk yang sebelumnya sudah diberikan oleh teman-temanku.

Ketika aku coba meraba-raba tempat kumpul, mendadak seorang wanita yang berada tiga langkah di depanku terjatuh. Aku tersentak. Berlari ke depan tubuhnya, lalu menjongkokkan tubuhku. Berhadapan dengannya.

Wanita dihadapanku sepertinya seumuran dengan ibuku. Ia menutup matanya kuat-kuat. Meringis berkali-kali. Tangan kanannya memegang kepala sisi kanan sedangkan tangan kirinya berusaha menopang tubuhnya. Kalau boleh kutebak, pasti vertigo. Aku mencari-cari orang yang mungkin mengenalnya, tapi sia-sia. Sepertinya dia seorang diri. Apa yang harus kulakukan? Aku sudah telat di hari pertamaku. Dan pasti akan semakin telat kalau harus menolongnya. Aku menatapnya. Ia makin meringis kesakitan. Aku mengerutkan dahiku. Berusaha berpikir dengan cepat. Menimbang-nimbang.

Represi [HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang