"Sav, Sav.. Adsa dateng, nih," ujar Dimas.
Yang dipanggil spontan heboh, lantas menyerbu ke luar kelas. Saviera gelagapan menengok kanan dan kiri, bahkan mencari di atap-atap, "HAH! MANA? MANA?"
"Emang Adsa sekecil upil semut apa sampai lo kagak bisa liat? ITU, NOHH, DISANA!" Dimas menunjuk seseorang yang tak jauh di depannya.
Adsa sudah berada dua puluh meter dari kelasnya ketika Saviera berlarian ke arahnya dengan tangan terlentang.
"Adsa! Sini lo!" Saviera bersemangat hendak memberi pelukan teletubbies.
Adsa menghentikan langkahnya, tersenyum pada Saviera yang sedari tadi menanti.
"Gue kangen nggak ketemu dua jam sama lo di sekolah!" Saviera mencubit-cubit pipi Adsa hingga melar.
"Sayangnya gue nggak kangen!" wajahnya kini dijadikan layaknya adonan keras yang berusaha dibentuk paksa dengan tangan Saviera.
"Seharusnya lo ulangan kimia sekarang, tapi?"
"Tapi gurunya ada dinas mendadak. Kurang ajar emang, padahal gue udah belajar. Kayaknya emang setiap lo nggak ada, ulangan apapun jadinya batal juga." Saviera terkekeh.
"jamkos, nih? (read: jam kosong)"
"Iyap! Dan sekarang, gue mau ngajakin lo main Dare or Dare!"
"Loh, kok Dare or Dare, sih? Bukannya Truth or Dare nama permainannya?"
"Masalahnya kalau nanya rahasia ke lo sama Dimas, mah, paling gue juga udah tau semua. Jadi—Dare or Dare! Kagak ada pilihan lain selain Dare!" Saviera menarik tangan Adsa menuju kelas dengan bersemangat, sedangkan Adsa hanya bisa bergumam pelan merutuki nasib.
"Game penyiksaan kayak gini kenapa nggak punah aja, sih?"
"HAHAHAHA! Sekarang Dimas dulu yang kena!" teriak Saviera di dalam kelas sembari menunjuk-nunjuk ujung spidol boardmarker yang mengarah ke Dimas. Bibir Dimas mengerucut, ujian berat akan menimpanya.
"Apaan? Jangan susah-susah." ia menggaruk-garuk kepalanya frustasi
Saviera melirik ke sekitar untuk mencari-cari objek keisengan, "Gini, deh. Kan lo cupu banget kalau sama cewek, nah, demi kebaikan lo, sekarang kenalan sama lima belas kakak kelas cewek di sekolah ini!"
Dimas melongo mendengarnya. "OGAAAAH! Yang lain, please?"
Saviera dan Adsa menggeleng-gelengkan kepala, yang berarti keputusan sudah mutlak.
"Ya, deh. Ya, deh. Tapi temenin gue!!" Dimas memohon sambil memelas.
"Siap Bos!" Saviera dan Adsa cekikikan mengerjai Dimas.
Benar saja mereka menemani Dimas berkenalan dengan kakak-kakak kelas ceweknya yang notabene cuek dan judes, namun mereka hanya sekedar menertawakan dan mengabadikan kelakuan Dimas di medsos. Ada yang menganggap Dimas seperti angin lalu, ada yang lari terbirit-birit dikira mau ngapa-ngapain, tapi tak sedikit juga yang ramah terhadapnya. Setelah misi berhasil, spidol penunjuk nasib pun di putar untuk mengetahui siapa korban selanjutnya.
Spidol masih berputar-putar di atas lantai ketika mereka bertiga menahan napas. Saat spidol mulai memelan, Adsa melongo dengan cemas sambil berdoa semoga bukan dirinya. Kemudian, spidol itu akhirnya berhenti di antara Adsa dan Saviera. Adsa hampir berteriak.
YOU ARE READING
Rintik
Teen Fiction"Kita resmi musuhan. Cuma dengan cara ini, gue bisa hadir dihari-hari lo." -Adriell Farrel. "Gue benci sama lo. Cuma dengan alasan ini, gue bisa terus mikirin lo." -Aeera Rintik Aleasha Adsa adalah rintik yang rela terjatuh berulang kali agar bisa m...