Bian masih berkutat pada buku-bukunya. Setiap hari memang ia habiskan dengan belajar dan belajar. Kata Bian, buku memang dunianya. Namun sebenarnya, terkadang ia lelah memahami semuanya. Ia penat jika hidungnya harus mengeluarkan darah karena ia terlalu sedikit istirahat. Atau ia harus memesan junk food dan memakannya dengan cepat agar ia dapat melanjutkan tugasnya.
Ia seakan terpenjara dengan dunianya. Sebenarnya, jika bukan karena balas dendamnya. Bian tak akan seperti ini.
"Woi Bian" Panggil Johan yang tergesa-gesa.
"Kenapa lo? Abis dikejer sama dedemit? Atau tante gemas?" Sahut Bian yang masih berkutat dengan bukunya.
"Abel pingsan." Ucap Johan menarik napasnya yang tersengal.
"Oh" Ucap Bian dengan entengnya.
"Oh? Udah oh doang? Kalo Abel kenapa-napa lo ga khawatir? Lo ini pacar dia bukan sih?" Tanya Johan yang tampak aneh.
"Iya pacar gue, tenang dia cewek strong kok." Jawab Bian datar.
"Kayaknya bukan Abel deh pacar lo, kayaknya pacar lo itu buku-buku lo. Setiap hari yang lo perhatiin buku, yang lo peduliin buku."
"Emang gue harus perhatiin dan peduliin dia terus? Lo kira gue emaknya?" Tanya Bian yang mulai meletakan bukunya dan menatap Johan dengan sinis.
"Ya tapikan, lo gabisa gini. Lo itu kenapa pacarin dia kalo lo sama sekali ga peduli sama dia? Lebih baik lo putusin aja deh dia." Ucap Johan yang memberikan pendapatnya terhadap perlakuan Bian.
Tangan Bian mulai mencengkram keras saat Johan mengatakan sebaiknya Bian memutuskan Abel.
Namun, Bian bukan tipe orang yang cepat naik pitam. Bian adalah orang yang pintar mengatur emosi. Karena jika dia marah, semua orang akan tahu sifat buruknya.
"Oke gini aja, dia pingsan kenapa?" Tanya Bian seolah peduli.
"Di lempar basket sama badboy." Ucap Johan
"Lemah banget dilempar basket aja langsung ambruk. Nyepam gue sampe beribu-ribu juga ga capek" Ucap Bian meremehkan.
"Gila!" Johan ingin menghujat Bian sekarang juga.
"Kalo dia udah kecewa sama lo, jangan harep dia balik lagi. Gue cuman mau ngingetin lo." Ucap Johan dengan nada tegas lalu mulai meninggalkan Bian.
Ucapan Johan tertancap jelas dibatin Bian. Ada benarnya tapi ada salahnya juga. Bian selalu menatap Abel sebagai pacar yang tak pernah mudah kecewa. Berkali-kali Bian menghilang, Abel tak pernah marah. Mungkin hanya ngambek saja.
Bian menundukan kepalanya lalu menempelkannya pada meja belajarnya.
"Kenapa harus pusing mikirin ini sih?" Ucap Bian dalam hati.
"Tapi, kalo dia beneran kecewa gimana? Kalo dia beneran pergi? Gaada yang spam gue lagi dong. Trus, gaada yang bakal buat status nyindir-nyindir gue?" Pikir Bian tak henti-henti.
Bian akhirnya beranjak dan pergi meninggalkan kelas. Ia menuju kelas 11 Ips 1 tempat badboy itu berada. Entah ia kerasukan apa, Bian tak pernah ingin bertengkar. Namun, ia tak tahu harus melakukan apa. Jika ia ke UKS untuk mengecek kondisi Abel. Ia malu, ia bukan orang yang suka mempublikasikan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart stealer
Teen Fiction"Gue mau kita putus! Lo pacaran aja sama buku sana! Setiap gue ngechet. Lo selalu bales "gue lagi belajar, jangan ganggu." -Adinda Nabila "Ya kalo gue pacaran sama buku. Nanti siapa yang ngingetin gue waktu gue belum makan?" -Bian pratama negara Upd...